Twila's POVPagi hari disebuah negeri yang antah berantah. Hari ini adalah hari kedua bagiku dan juga teman-teman. Sungguh, sampai detik ini aku masih tidak percaya jika kaki ini berada dimasa lalu. Apakah itu memang benar?
Tidak jauh dari sana, suara percikan air dan suara tawa terdengar begitu menyenangkan. Ada rasa yang tidak bisa aku ungkapan saat melihat dua sahabatku tertawa dengan ringan didalam sungai.
"Nggak ikutan?"
Satu kalimat itu membuat aku terperanjat kaget. Dasar... Siapa lagi yang bisa membuat kesal diriku.
"Malas," ucapku cetus.
"Yheaah." Akara menggeleng pelan. "Ya udah buruan panggil teman-teman mu itu. Kalian kira kita lagi tamasya apa. Matahari bentar lagi naik tuh." Akara pergi begitu saja dari hadapanku. Itu sama sekali tidak menyenangkan.
Dengan malas dan rasa sabar yang menumpuk menjadi satu. Aku mulai menuju ke tepi sungai untuk mendekati dua sahabatku. Erin dan Lie benar-benar seperti orang yang sedang berlibur. Bahkan mereka tidak mengkhawatirkan apa pun semenjak ada Akara, ish.. udah kayak pahlawan aja kan.
"Erin! Lie! Udah buruan keluar dari sungai, cepatan!" Aku berseru tidak sabaran. Sedangkan mereka berdua sedang saling tatap. "Huh.. sabar." Aku menghembuskan nafas pelan.
Erin dan Lie keluar dari sungai secara bersamaan.
"Kok jadi judes yhaa mbak?" Lie bersuara ketika sudah berada ditepi sungai.
"Benar tuh, kok kamu jadi mudah kesal gini sih, Twi." Erin berdecak pelan.
"Udah... Jangan banyak tanya deh." Aku pergi menjauhi mereka berdua.
Sebisa mungkin aku mengatur nafas agar bisa rileks. Benar kata mereka berdua, kenapa aku jadi judes dan nyebelin gini yah. Hmm.. mungkin karena banyak pikiran aja kali.
***
Author's POV
Perjalanan mereka berempat akhirnya kembali berjalan. Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya mereka akan menuju suatu desa terdekat. Suasana perjalanan juga lumayan hening tanpa suara. Kaki mereka selalu bisa melangkah pada tempatnya. Begitu pula dengan Akara yang selalu sigap dengan segala situasi. Adakah kalian berpikir kenapa Akara bisa sampai disini. Mungkin sebuah pertanyaan itu selalu mengusik hati kalian.
"Awas!" Twi mendorong tubuh Akara.
Akara shock dengan apa yang terjadi. Nafasnya memburu kencang. "Ada apa?"
"Kenapa Twi?" Lie bersuara panik.
"Ada... Ada itu." Twi menunjuk sesuatu.
Sontak semuanya melihat apa yang baru saja ditunjuk oleh Twi. Helaan nafas yang terdengar.
"Thanks." Akara berdiri sambil membersihkan dua tangannya yang kotor.
"Kira-kira ular jenis apa itu tadi?" Erin membeo.
Lie menggeleng. "Itu ular tanah, Rin."
Mereka melanjutkan perjalanan yang masih lumayan jauh. Suara kicau burung mengiasi perjalanan mereka berempat. Udara sejuk seperti pemandu jalan yang tidak terlihat. Pohon-pohon tinggi berjejer rapi membuat suasana hutan bak lukisan yang menawan.
Terik matahari mulai menyilaukan mata. Keringat bercucuran. Nafas mulai menderu perlahan.
"Aku tidak kuat lagi," ucap Lie berduduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong Waktu (Tamat)
FantasíaPlagiat minggir!!! Awas ya jangan coba-coba, tuh dilihat Allah. ________ Perjalanan Twi dan kedua sahabatnya menjelajahi waktu akhirnya terbuka. Twila, nama sang tokoh utama yang mendapatkan hak istimewa untuk kembali ke masa lalu, namun bukan unt...