The Transition

1K 79 10
                                    

Vote
Vote
Vote

Ayo guys VOTE (Tekan gambar bintang yang ada di kiri bawah layar ya)

HAPPY READING GUYS 😉

Eh, comment dulu dong...
Biar tambah semangat Up-date nya

Ok,
Comment
Comment
Comment

***

"Bagaimana son" tanya Rose, mom Ryan via telefon. Pertanyaan yang tidak ingin dijawab sebenarnya. Tapi dia juga bingung.

Sudah seminggu kondisi bianca bukannya bertambah baik malah semakin buruk. Dia semakin berulah, tidak mau makan, tidak mau minum vitamin, semuanya dipersulit. Dia hanya ingin mati mati dan mati.

"Entahlah mom" jawab Ryan putus asa. Dia tidak tega mrlihat kondisi Bianca seperti itu, tapi dia pun tak mau memilih jalan yang lain.

"Apa kata dokter?" Ryan kembali terdiam. Sebenarnya dokter kejiwaan sudah menyarankan Ryan untuk menuruti apa mau bianca, tapi Ryan tidak mau, menurutnya yang paling baik untuk bianca saat ini adalah di rumah sakit, bersamanya. "Lalu? Kau akan membiarkan kondisi mereka semakin buruk begitu saja?

"Apa maksud mom, tidak mungkin aku melakukan itu mom"

"Kenapa tidak kau coba saja saran dari dokter. Saat seperti ini tidak ada salahnya menuruti apa maunya son"

"Tapi bagaimana...."

"Stttt.... Kau jangan terlalu khawatir. Kau bahkan belum mencobanya. Cobalah dulu"

"Bagaimana jika dia bilang dia ingin mati saja mom. Emosiku selalu terpancing jika dia mengatakan itu" kesal Ryan.

"Emm.... Tidak2, kali ini kamu harus mencobanya. Jika memang kamu sudah mantap mengambil jalan serius dengannya, maka hadapilah. Taklukan dia, buat dia mengerti apa yang terbaik untuknya" yakin Rose kepada Ryan.

"Mom?"

"You can do it, katakan setelah dia bangun besok pagi. Aku yakin kamu bisa. Dan ingat, jangan terbawa emosi. Ingat anak kalian. Jangan buat mom kehilangan lagi son. Okke"

"Hmm.... Baiklah mom" akhirnya dia menyerah juga.

Besok paginya, setelah bianca terbangun, Ryan sudah disampingnya.  Bianca hanya menatapnya sejenak lalu memalingkan pandangannya.

"Sudah bangun sayang" sapanya manis, tapi tak dihiraukan bianca.

"Kau ingin makan?" Dan tidak juga dijawabnya. "Aku bisa memesankan makanan kesukaanmu. Kau mau?" Masih dalam mode 'silent'. Ryan terus merayunya, tapi semuanya gagal.

"Okke baiklah. Aku sudah mulai kehabisan pilihan. Apakah kita tidak bisa berbicara dengan bahasa lisan, aku tidak mengerti bahasa batinmu sayang. Ayolah..." Bianca masih terdiam. "Bagaimana jika aku mengeluarkanmu dari sini, apa kau mau?" Kali ini berhasil membuat bianca menatap Ryan, tapi tatapannya meragu. "Aku sungguh2" lanjut Ryan.

Bianca lalu memberikan tangannya yang sudah diinfus. Ryan tersenyum manis lalu meraih lengan bianca dan diciumnya.

"Tapi dengan syarat" lanjutnya. "Ayo kita bicara. Baru akan kuturuti kemauanmu"

"Apa kau sungguh2?" Tanya bianca kembali dan diangguki oleh Ryan.

"Baiklah. Aku mau pulang"

"Pulang kemana?" Tanya Ryan senang akhirnya mendengarkan suara bianca secara normal.

"Ke rumahku"

"Rumah yang mana?"

"Rumahku, bukankah kau sudah kesana kemarin?"

Black Side Bianca 18++Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang