"Stop di sini, Lang."
Tepat setelah mendengar ucapan Bintang. Langit memberhentikan motornya di tepi jalan raya yang ada gang kecil di sana. Bintang turun dari motor Langit. Melepas helm dan memberikannya pada sang pemilik. Setelah itu ia membenarkan letak kaca matanya.
Langit menengok ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang. Ia berpikir kalau kenapa Bintang meminta dirinya berhenti di sini?
"Bin, kok berhenti di sini, sih?"
Karena yang Langit tahu kalau ini bukan daerah rumah Bintang. Bahkan jauh dari rumah Bintang. Pernah saat kelas 10, mereka satu kelompok dan mengerjakan tugas di rumah Bintang. Bukan hanya berdua, ada yang lainnya juga.
Hanya sekali dalam setahun mengenal Bintang, Langit tahu rumah gadis itu. Ia masih ingat betul bagaimana jalan dan juga bentukan rumah Bintang. Berbeda dengan tempat yang kini ia lihat, sangat membuatnya bingung.
Apakah ini alasan kenapa Bintang jadi lebih pendiam? Karena rumah gadis itu sudah pindah? Atau karena apa? Apa sih? Duh! Langit jadi pusing.
"Sekarang lo pulang, gue duluan." Bintang kemudian berbalik badan dan melangkahkan kakinya memasuki gang itu tanpa menoleh ke belakang sedikitpun. Dan tanpa berterima kasih karena sudah diantar pulang oleh lelaki itu.
Langit memanggil nama Bintang, namun tak dihiraukan oleh gadis itu. Ia hanya bisa menatap punggung itu yang kian semakin kecil. Membuat ia semakin pusing dan bingung.
"Mungkin lo belum percaya sama gue sepenuhnya, Bin. Tapi gue nggak akan nyerah gitu aja. Gue bakal terus pantau lo, dan cari tau lebih banyak lagi tentang lo dengan cara gue sendiri."
"Laki-laki itu yang dipegang janjinya. Yang dipercaya adalah tindakannya, bukan omong kosongnya aja."
"Gue yakin, perlahan perasaan lo untuk gue, pasti ada."
•••
Paginya. Langit berangkat ke sekolah seperti biasanya. Hari ini adalah hari Kamis. Hari di mana jadwalnya pelajaran Olahraga. Sekitar pukul 07.30 pagi, pelajaran Olahraga di mulai. Semua murid kelas 11 IPA 6 berbaris di lapangan basket sekolah untuk melakukan pemanasan.
Hari ini juga, langit cerah sekali. Matahari menyengat kulit saat mereka berdiri di lapangan. Koridor sekolah nampak sepi karena KBM--Kegiatan Belajar Mengajar--sedang berlangsung. Langit berbaris di samping Malik--temannya, sedang melakukan pemanasan.
Langit belum melihat Bintang pagi ini. Entah karena ia tidak memperhatikan sekitarnya atau memang gadis itu yang tak memunculkan dirinya. Yang jelas Langit belum melihat gadis dengan kaca mata yang membungkus matanya.
"Ngelamun lo, Lang? Ahay! Ngelamunin siapa lo?"
Langit oleng ke samping saat Malik menyenggol lengannya. Ia melamun, benar kata Malik. Padahal Langit tidak merasa kalau ia sedang melamun, tetapi saat disenggol sedikit saja oleng. Benar-benar melamun ternyata.
"Berisik lo, Mal, ah! Enggak ngelamun gue," sahut Langit melakukan pemanasan kembali.
Malik tertawa pelan. Ia tahu kalau Langit sedang berbohong. "Pake ngelak segala lo," kata Malik.
Langit mendengus sebal. Ia ingin membalas ucapan Malik, tapi diurungkan karena suara Pak Wowo--guru mata pelajaran olahraga meniupkan pluitnya yang melengking.
"Stop pemanasan! Sekarang kalian kembali ke dalam kelas."
Anak-anak berteriak heboh. Tapi ada juga yang menggerutu dengan kelas karena sia-sia mengganti seragamnya dengan baju olahraga. Ya seharusnya kalau mau pemanasan doang ya sekalian gak usah olahraga kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Teen FictionSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...