part 27

228 42 9
                                    

"Mang, cilornya 1 porsi, yang pedes ya!"

Setelah memesan pada Mardani--Mamang cilor di kantin sekolahnya, Langit berdiri di depan etalase. Cowok itu menyapu pandangannya pada seluruh kantin, berharap menemukan apa yang ia cari. Menelusuri setiap sudut kantin dengan teliti. Namun nihil. Apa yang dicarinya tidak ada di sana.

Bintang. Ya, Langit mencari Bintang. Berharap kalau gadis itu ada di sini. Namun ternyata tidak. Langit belum berani bertemu gadis itu secara langsung. Ia hanya bisa melihatnya dengan jarak jauh.

Untuk masalah yang kemarin, ia tahu dirinya salah. Apalagi setelah meninggalkan gadis itu sendirian, meskipun tidak benar-benar meninggalkannya. Tapi tetap saja, ia merasa tidak ingin bertemu dengan Bintang untuk saat ini. Apalagi saat melihat respon gadis itu. Seolah-olah apa yang ia lakukan untuknya itu selalu salah. Dan Langit merasa sedikit tidak dihargai apa yang telah ia lakukan selama ini.

Bukannya Langit perhitungan atau tidak ikhlas. Tapi, siapa yang mau jika apa yang dilakukannya itu tidak dihargai? Apalagi oleh orang yang disayangnya. Jawabannya, tidak ada. Tidak ada satu orang pun yang mau.

Dan sampai saat ini pun, Langit tidak mengirimi Bintang pesan. Walaupun pesan singkat, Langit tidak mengirimnya. Ia benar-benar menjaga jarak dengan Bintang. Ia hanya ingin melihat gadis itu dari jauh. Hanya untuk sementara saja.

Panggilan dari Mang Mardani membuatnya menoleh. "Dek Langit, ini cilornya." Langit langsung memberikan uang pas. Kemudian bergeser ke penjual es jeruk yang kebetulan bersampingan dengan tempat cilor.

Di sana ada Ulya sedang berdiri mengantre, sepertinya. Langit menyapa gadis itu dengan ramah. "Ulya, ngantre juga?"

Ulya menoleh sedikit terkejut. Tapi saat tahu siapa yang menyapanya, ia tersenyum ramah. "Langit. Iya nih. Lo juga?"

Langit mengangguk dan mengangkat kantung plastik yang berisi cilornya itu. "Nih, abis beli cilor, geser ke es jeruk," katanya.

Ulya membulatkan bibirnya. Kemudian ia teringat sesuatu. "Oh iya, lo tau Bintang ke mana?"

Langit menekuk alisnya. Ia saja belum bertemu Bintang, tapi teman dekat dari gadis itu sudah menanyai keberadaannya saja. "Bintang?" beonya.

"Iya. Lo lagi deket kan sama dia? Pasti tau dia di mana. Soalnya tadi gue kelasnya, dia gak ada. Kata temen kelasnya sih gak berangkat. Tanpa keterangan pula," jelas Ulya.

Langit langsung menahan nafasnya sesaat. Kemudian ia langsung berbalik menjauhi Ulya. Keluar dari kantin sambil berlari. Ulya yang melihat itu hanya menatap punggung Langit dengan heran.

°°°

Entah sudah berapa lama Langit berdiri di depan kostan Bintang. Pemuda itu kadang berdiri, kadang juga duduk, lalu berdiri lagi dan duduk lagi. Seperti itu terus menerus. Menunggu ada seseorang yang lewat atau membukakan pintu.

Langit langsung datang ke kost gadis itu saat pulang sekolah. Tanpa berganti pakaian terlebih dahulu. Langit sudah mengetuk pintu itu berkali-kali. Dan tetap tidak ada jawaban. Hingga saat Langit ingin pergi dari sana, ia berpapasan dengan seseorang.

"Cari siapa, ya?" Dila, gadis itu bertanya pada Langit. Ia baru saja pulang sekolah dan langsung mendapati orang yang tak dikenalnya ada di depan teras.

"Gue nyari Bintang. Dia, ada?"

"Bintang? Dia kemaren udah pindah. Sekarang udah gak tinggal di sini lagi."

Pindah? Ke mana?

"Lo tau, Bintang pindah ke mana? Atau dia kemaren sama siapa gitu?"

"Kata Bintang, kemaren dia sama kakak sepupunya."

Bi(n)lang (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang