"Gue muak."
Malik yang sedang bermain game online bersama dengan teman sebangkunya itu menoleh sebentar pada sang empu yang berujar tiba-tiba tadi, Langit. Ya, pemuda itu agak berbeda hari ini. Sedikit lesu dan pendiam. Entah karena apa, Malik dan yang lainnya pun tak tahu. Yang jelas, pasti ada yang dipikirkan oleh pemuda itu.
Mata Malik kini fokus pada layar ponselnya kembali. "Muak yang minum obat, bego! Minum Tolak Mantan sana!"
Di bawah meja, kaki Langit langsung menginjak sepatu Malik dengan kencang. Membuat sang korban meringis. Tapi, kemudian terkekeh pelan.
"Itu mual, Malik! Bukan muak! Ini gue lagi muak. Mu-ak. Tolak mantan, pala lo!"
NAH KAN NGEGAS!
"Diem dulu ngapa sih! Kita lagi mabar juga, lo malah curhat gak jelas."
Langit memutar bola matanya dan berdecak. Ingin sekali mendorong Malik ke rawa-rawa karena ucapan pemuda itu. Ia kemudian langsung menekan tombol home agar keluar dari permainan. Mampus. Setelah ini Malik akan heboh.
"Anjir, woy! Sialan! Ini gue sendirian! Langitai! Tega lo sama gue, kudaaa!!!"
Langit tertawa. Suara Malik menggema di dalam kelas yang hanya ada ia, Malik dan beberapa siswi saja. Saat ini jam istirahat sedang berlangsung. Dan kelas masih sepi karena penghuninya sedang berada di luar kelas.
Malik mengacak rambutnya frustasi. Kesal. "Sialan emang lo, Lang! Males gue sama lo!" rutuknya sambil mematikan ponsel dan menaruh di atas meja.
Langit terkekeh kecil saat tawanya sudah mereda. Ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dan menarik nafasnya dalam. Membuangnya dengan kasar. Malik langsung menoleh. Menatap dirinya dengan heran.
"Kenapa lo?"
Langit melirik Malik sebentar. "Katanya lo males sama gue," ucapnya.
Memang benar-benar tidak tahu diuntung. Sudah beruntung Malik bertanya kenapa, ini malah menjawab seperti itu. Sumpah, Malik bisa gila kalau mempunyai teman yang seperti Langit semua. Untungnya hanya ada satu. Dan hanya Langitai saja.
"Lo ngajak baku hantam, ya!"
Langit suka membuat orang lain kesal. Dan Malik yang suka marah-marah pun sangat cocok untuk menjadi targetnya.
"Gue muak, Mal. Muak sama diri gue sendiri."
Ucapan dengan nada serius itu membuat Malik bungkam. Bahkan rasa kesalnya tiba-tiba saja menguar hilang. Digantikan dengan rasa kekhawatirannya sebagai teman Langit.
Apa yang membuat Langit muak dengan dirinya sendiri?
Pertanyaan itu berputar di otaknya.
•••
Waktu tlah tiba
Aku kan meninggalkan
Tinggalkan kamu, tuk sementaraKau dekap aku
Kau bilang jangan pergi
Tapi kuhanya dapat berkataAku hanya pergi tuk sementara
Bukan tuk meninggalkanmu selamanya
Aku pasti kan kembali, pada dirimu
Tapi kau jangan nekan
Aku pasti kembaliSaat jam istirahat, Bintang lebih memilih melipir ke ruang musik. Sendirian. Tanpa ada satu orang pun yang menemaninya. Ia hanya ingin sendiri. Dan hanya ingin ditemani oleh keheningan yang tak akan pernah mengecewakannya.
Hening. Saat kakinya menginjak lantai ruang musik, suasana sangat hening. Memberi ketenangan untuk hati yang sedang tidak baik-baik saja.
Keheningan memang tak selalu enak. Kadang, keheningan dibenci oleh orang-orang yang tidak suka sepi. Tapi, bagi sebagian orang lain pun, hening adalah teman yang paling tepat, kala rasa campur aduk yang ada di hati sedang menerjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Fiksi RemajaSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...