"Ibu, jangan gosip aja. Apalagi gosipnya sama Bintang, nanti dia jadi ketularan bawel kayak ibu."
Suara itu membuat Bintang dan Litta yang sedang mengobrol asyik menoleh pada sumber suara, Langit. Pemuda yang kini sudah berganti pakaian itu melangkahkan kakinya mendekati mereka berdua. Langit memakai celana selututnya dan juga kaus putih polos. Dan juga, ia membawa gitar di tangannya.
Litta, ibunya itu mendelik sebal pada anak laki-lakinya yang kini sudah beranjak dewasa. Ia terkadang tidak habis pikir dengan sikap dan juga sifat Langit yang sangat berbeda dengan dirinya ataupun ayahnya. Mungkin anaknya itu mirip dengan tukang sayur keliling yang selalu ceplas-ceplos tak bisa diam.
"Enak aja kamu kalo ngomong! Siapa yang gosip, sih? Ibu itu cuma ngobrol doang sama Bintang," ucap Litta.
"Iya, deh. Bin, latihan di halaman belakang aja gimana? Di sana adem soalnya. Sejuk macam di Kutub Selatan. Hangat seperti di Padang Mesir. Syalalalalala ..."
Jika saja saat ini tidak ada ibunya Langit, maka sudah dipastikan Bintang akan mengumpat dan menendang Langit karena bersenandung tidak jelas seperti tadi. Bahkan, ibunya pun malah memutar bola matanya.
"Jangan ladenin Langit, ya, Bin. Dia emang suka kumat gak jelas gitu. Ya udah, sekarang mending kamu latihan aja sana," kata Litta.
Bintang tersenyum sopan. Kemudian pamit, mengikuti langkah kaki Langit yang sudah mendahuluinya. Setelah sampai di halaman belakang rumah, mereka duduk di pojok dekat kolam renang. Di atas rumput yang bersih.
"Tadi ngobrolin apa sama nyokap gue?" tanya Langit. Jarinya mulai memetik senar gitar. Ia memang bisa memainkan alat musik itu, tapi terlalu malas menunjukkannya pada orang lain. Alasannya adalah; ia takut banyak fans, jika banyak fans maka akan ada haters, dan setelah itu ia akan menjadi populer di sekolah, dan sudah pasti akan banyak yang menyukainya. Langit tidak mau. Karena apa? Karena ia hanya menyukai Bintang. Ia tidak enak pada para gadis yang menyukainya jika ia menjadi populer.
Ya sudah, terserah orang ganteng aja.
Bintang yang duduk di hadapan Langit itu sedikit mendongak. "Obrolan cewek, gak usah tau," katanya.
"Pelit!" cibir Langit.
"Bodo!" ketus Bintang.
"Gue mau nyanyi, nih. Duet ya, Bin?" tawar Langit semangat.
Bintang memberikan tatapan remehnya. "Emang bisa?"
Langit menyentil hidung pesek milik gadis di depannya itu. "Ngeremehin gue, nih. Bisalah gue, gampil ini mah. Mau nyanyi apa, Bin?"
"Terserah lo."
Langit tersenyum cerah. "Lagunya Bintan Radhita feat Dandi Hendstyo - Sampai Akhir Waktu. Tau kan?"
Bintang tersenyum kecil. Dan mungkin hanya sosok Langit yang bisa menangkap senyuman kecil itu.
"Tau."
Langit mulai memetik senar gitar. Lagu itu ia tahu saat membuka YouTube dan muncul di beranda. Karena merasa dirinya itu sedikit bucin (budak cinta), akhirnya ia mengklik video itu. Dan menonton hingga lagunya selesai. Not bad, pikirnya saat itu. Dan entah kenapa, ia malah suka sampai sekarang.
Hm. Dasar budak cinta.
Langit terus memetik senar gitarnya, sementara Bintang menikmati. Dan Bintang lah yang menyanyi terlebih dahulu.
Kurasakan hatiku
Tersipu saat denganmu
Lama sudah tak kurasa
Hatiku begitu bergetarMatanya menatap Langit yang tersenyum sambil terus memainkan alat musik itu. Entah kenapa, pemuda itu memilih lagu ini. Dengan senyum kecilnya, ia terus bernyanyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Ficção AdolescenteSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...