Jam tujuh malam.Bintang sedang menonton televisi di rumahnya. Sendirian. Setengah jam yang lalu, Papa, Mama dan juga Cyra pergi kondangan. Tadinya, Bintang juga diajak, tapi gadis itu menolak. Ia teringat akan pesan Langit tadi sore untuk tidak ke mana-mana.
Bintang jadi berpikir, kenapa ia harus menuruti perkataan Langit? Memangnya Langit siapanya dirinya kan?
Oke, sepertinya Bintang memang sudah menyelip masuk ke dalam lubang kebudak cintaan. Dan yang jelas, tanpa diketahui oleh Langit kalau ia sudah menjelma menjadi budak cintanya pemuda itu.
Bintang jadi ingat percakapan hari Rabu waktu itu bersama Langit. Langit bilang kalau akan mengajaknya jalan setelah lomba yang ia ikuti selesai. Jadi ... Oh, what the?
Jadi Langit meminta dirinya untuk tidak ke mana-mana itu karena ingin mengajaknya jalan? Di malam minggu ini? Kenapa Bintang bisa sampai lupa? Terus, ia harus bagaimana?
Mendadak jantungnya berpacu cepat. Tangannya pun gemetar. Dan hanya karena akan diajak jalan oleh Langit. Tapi, kenapa akibatnya harus semenggetarkan ini untuk dirinya?
Bintang meraih ponsel yang tergeletak di atas sofa. Dengan tangan yang masih gemetaran, ia mencari kontak Langit.
Tapi, tunggu.
Untuk apa ia mencari kontak Langit? Untuk menghubungi pemuda itu?
Bintang jadi berpikir lagi. Jarinya terdiam di atas layar ponsel. Kemudian termangu.
Selang beberapa menit ia termangu menatap layar ponselnya, satu notifikasi masuk membuatnya mengerjapkan mata beberapa kali. Ia kemudian terfokus pada ponselnya kembali. Menatap satu chat masuk dari sosok yang tadi hampir saja ia hubungi.
Langit.
Langit memberinya satu chat. Bintang langsung membuka dan membacanya.
Langit
Gue ada di depan rumah lo nih"Hah?!" Bintang terpekik.
Jadi, Langit serius ingin mengajaknya jalan?
Bintang langsung melompat dari sofa dan melangkahkan kaki untuk keluar rumah. Menemui Langit. Masa bodo dengan pakaiannya. Ia hanya memakai baju tidur lengan pendek dan celana selutut. Rambutnya juga hanya dijepit asal.
Dengan tangan gemetar, Bintang meraih knop pintu dan membukanya perlahan. Matanya langsung disuguhi pemandangan, di mana Langit berdiri di sana. Di depan gerbang rumahnya sambil melambaikan tangan. Di dekat kaki Langit, ada satu lilin yang menyala. Bintang keheranan dalam hatinya. Apa yang akan dilakukan oleh Langit?
Bintang berjalan mendekat. Dengan perasaan tidak karuan, ia berusaha untuk biasa saja. Menutupi rasa gugupnya sendiri. Lagi pula, kenapa ia harus gugup coba?
"Hai!" sapa Langit.
Bintang membuka pintu gerbangnya. Lalu berdiri di samping Langit. Melirik lilin yang masih menyala--meskipun apinya terseok oleh angin yang berhembus.
"Ngapain?"
Bintang bertanya demikian karena merasa heran. Langit datang, dengan membawa gitar yang ternyata ada di dekat lilin yang menyala tadi. Maksudnya apa sih. Ia jadi bingung dengan Langit.
Langit nyengir dan menggaruk tengkuknya. Bingung juga ia akan seperti apa selanjutnya. "Emm, duduk dulu deh," katanya.
"Oh. Di teras aja," ucap Bintang pendek.
Plis, jangan bikin rencana gue gagal lagi, Bin, batin Langit.
Langit langsung mendudukkan dirinya di sana. Tanpa beralaskan apa pun. Pemuda itu menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya. Menyuruh Bintang untuk ikutan duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Teen FictionSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...