Pagi ini Bintang tengah mengemasi barang-barang dan pakaiannya ke dalam koper besar. Satu koper besar berisi pakaian. Dan satu koper kecil berisi benda-benda kesayangannya yang penting. Tidak lupa juga ia menyisakan pakaian di dalam lemari karena ia akan sering menginap di rumah Papa dan Mamanya.
Keputusan Bintang sudah bulat. Ia akan menuruti apa kemauan Ayah dan Ibunya. Ia akan menyetujui kesepakatan yang telah mereka buat. Itu semua demi Papa dan Mamanya. Demi keluarga angkatnya.
Jika saja Bintang tidak mau pindah ke rumah orangtua kandungnya, maka yang akan menerima risikonya adalah Papa dan Mamanya. Dan jika Bintang tidak menyetujui semua kesepakatan, maka Papa dan Mamanya lah yang akan mendapatkan imbasnya kembali. Bintang sebagai anak jelas tidak ingin suatu hal terjadi kepada orangtuanya. Sekalipun orangtua angkat.
Bintang sudah mengurus kepindahan sekolahnya juga dan itu dilakukan oleh Papa dan Mamanya. Ia akan bersekolah di SMA yang dimiliki oleh pamannya--kakak dari Ayah--yang ia ketahui adalah SMA Cakra Angkasa. Setelah ia tahu semuanya, Bintang nyaris tidak percaya.
Cakra, teman duetnya bernyanyi saat lomba waktu itu adalah sepupunya.
Dan Nizam, laki-laki itu adalah abangnya. Laki-laki yang dulu ia jadikan sebagai ojek dadakan. Kemudian mengamuk padanya karena ia adalah alasan Nizam telat masuk kuliah dan diberi tugas tambahan oleh Dosen.
Bintang meremas rambutnya setelah pulang dari rumah Ayah dan Ibunya. Malam itu adalah malam terakhir ia berada di rumah Papa dan Mamanya. Dan ia gunakan untuk diam termenung di dalam kamar. Tidak tidur. Bahkan hingga pagi menjelang, ia masih terjaga. Belum siap untuk menjalani semuanya setelah ini. Tapi, apakah bisa ia menolak? Tentu tidak.
Sekarang Bintang menutup kopernya. Ia sudah selesai. Kemudian yang gadis itu lakukan adalah mengamati isi kamar. Kamar yang sudah hampir 17 tahun ia tempati. Di sinilah sosok Bintang yang sebenarnya bisa terlihat. Dan sekarang ia harus bisa ikhlas untuk meninggalkan kamar ini.
"Aku harap semuanya akan baik-baik aja setelah ini. Aku berharap ayah dan ibu bisa maafin papa dan mama. Dan aku berharap kalau kebahagiaan akan terus mengalir di antara kami."
...
"Sudah, kan? Jadi, Pak Putra dan Bu Tiwi bisa pulang sekarang. Jangan khawatir, Mentari aman dengan kami. Dia adalah putri kami satu-satunya, kami akan menjaganya. Sesuai kesepakatan, Mentari akan menginap di rumah kalian saat akhir pekan."
Putra dan Tiwi langsung tersenyum. Berusaha terbiasa akan hal-hal yang bisa terjadi sekarang dan nanti. Karena mereka tahu, sekarang sudah berbeda. Sekarang sudah tidak sama lagi. Dan itu karena keegoisan mereka sendiri.
Bintang langsung berhambur memeluk Papa dan Mamanya. Matanya berkaca. Belum siap ditinggalkan dan meninggalkan. Belum siap akan kehidupan barunya. Namun, ia harus bisa menahan semuanya. Ia hanya perlu yakin kalau semua akan baik-baik saja.
"Jaga diri baik-baik. Selalu bahagia dan harus nurut apa kata ayah dan ibu. Kalo akhir pekan gak bisa nginap, gak papa. Pintu rumah akan selalu terbuka buat Bintang kapan pun."
"Pokoknya jangan lupa terus kabari Mama. Pasti papa, mama dan Cyra bakal kangen banget sama kamu."
Bintang melepas pelukan dengan berat hati. Ia tersenyum kepada papa dan mamanya. Berusaha meyakinkan kedua orang yang amat ia sayangi, juga diri sendiri.
Satu yang perlu ia ingat, semuanya akan baik-baik saja.
Putra dan Tiwi kemudian pamit. Memasuki mobil dan melambaikan tangan pada Bintang. Setelahnya mobil itu melaju. Meninggalkan area rumah orangtua kandung Bintang yang lebih besar daripada rumah orangtua angkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Teen FictionSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...