Berdiri di hadapan pintu rumah berwarna coklat ini membuatnya mulas. Ia meremas tali tas slempang yang dipakanya. Di sampingnya berdiri sosok pemuda yang menemaninya, Langit. Kini, ia dan Langit telah berada di depan pintu rumah orang tuanya.
Bintang menoleh pada Langit yang hanya diam. Ia menunjukkan raut wajah yang campur aduk antara cemas, gelisah, segalanya sampai tak karuan dirasakannya.
"Balik lagi aja ya, Lang?" pintanya sambil menarik ujung kemeja yang Langit pakai.
Langit menggelengkan kepalanya keras. Lalu tangannya segera menekan bel rumah yang ada di samping pintu. Hal itu membuat Bintang menghentakkan kakinya kesal.
"Mau lari terus lo? Selesaikan hari ini juga, gue gak mau tau, pokoknya semua harus kelar hari ini. Dan tugas lo cuma dengerin apa yang mereka jelasin. Pikirin semuanya, jangan egois dan keras kepala. Gue gak suka cewek yang kayak begitu."
What?
Bintang merapalkan do'a dalam hatinya agar ia siap mendegarkan semua penjelasan orang tuanya. Sebenarnya, ia kesal dengan ucapan terakhir yang keluar dari mulut Langit. Memangnya siapa juga yang mau menjadi ceweknya si bocah tengil itu?
Dalam sekejap, pintu itu terbuka. Bintang dan Langit kompak menoleh. Di sana, yang membukakan pintu adalah Tiwi--Mama Bintang. Wanita paruh baya itu membulatkan matanya melihat siapa yang ada di depan pintu rumahnya itu. Bibirnya bergetar, matanya berkaca-kaca.
"Bi-Bintang? Kamu ... " Tiwi langsung memeluk Bintang sebelum menyelesaikan ucapannya.
Orang tua Bintang tidak ada yang tahu kalau gadis itu akan datang. Yang tahu hanyalah, Langit dan tentu saja ... Wira. Ini semua rencana mereka berdua.
Bintang menoleh pada Langit, kala Mamanya memeluk dirinya dengan erat. Ia mengelus punggungnya sekilas dan menghela nafasnya. Ini awal yang sudah berat baginya sebelum mendengarkan semuanya yang kini telah terjadi.
Langit hanya diam saat Bintang menoleh padanya. Bintang kemudian menurunkan tangannya saat Mamanya melepas pelukan itu. Mamanya mengusap pipinya yang basah dan tersenyum cerah.
"Ayo masuk! Papa ada di dalem kok, sama Cyra juga."
Mereka kemudian memasuki rumah dengan dominan bercat putih itu. Bintang mengedarkan pandangannya. Menatap seisi rumah yang tak berbeda semenjak ia pergi dari sana kurang lebih hampir dua bulan lamanya.
Tiwi, mungkin paham dengan kedatangan Bintang yang mendadak ini. Di dalam hatinya ia sudah menebak maksud dari kedatangan anaknya itu ke rumah. Apalagi selain bukan untuk mendengarkan penjelasan? Dan mau tidak mau, ia harus bisa terima resiko saat setelah Bintang mengetahui semuanya.
Berjalan ke ruang tengah, ada Putra--Papa Bintang dan juga Cyra--adik Bintang sedang bermain. Putra menoleh saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia mengangkat kepalanya dan terkejut saat mendapati Bintang lah yang datang ke rumahnya.
Putra berdiri dari duduknya. Tiwi kemudian berdiri di sampingnya, sementara Bintang mencium tangannya. Langit hanya berdiri diam di dekat sofa setelah ikut mencium tangan.
"Kamu ... kembali kan, Bintang? Barang-barang kamu mana?"
Bintang berdiri di depan orang tuanya. Ia menatap Mama dan Papanya bergantian. "Pa, Ma, Bintang cuma mau dengerin penjelasan dari kalian. Kembali atau enggaknya, Bintang gak bisa janji," katanya.
Tiwi menatap wajah Bintang yang tidak berubah itu. Ia kemudian mengangguk dan mengelus lengan kiri Bintang. "Iya, Papa sama Mama bakal ngejelasin semuanya sama kamu." Matanya kini menatap Langit. "Langit, ya? Boleh Tante titip Cyra sebentar? Ajak dia main ke halaman belakang, bisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Teen FictionSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...