Langit menatap dua orang yang tengah berbicara itu dari jarak cukup jauh. Bukan tanpa alasan ia rela berdiri cukup lama demi memperhatikan keduanya. Tentu saja alasannya karena Bintang. Gadis itu sedang berbicara dengan satu orang lelaki yang usianya mungkin hanya terpaut satu atau dua tahun dengan dirinya.
Langit terus saja memperhatikan mereka dengan diam. Ia tak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Kerutan di dahinya nampak jelas ketika Bintang mulai menangis dan menunduk. Lelaki di hadapan gadis itu menghela napasnya dan terus berbicara pada Bintang.
Kemudian Langit melihat kalau Bintang berlari dan membuat lelaki yang berbicara dengannya itu terus memanggil-manggil namanya, tapi tak dihiraukan oleh gadis itu. Langit terpaku di tempatnya berdiri. Kabut pertanyaan memenuhi otaknya. Membuatnya semakin menerka-nerka.
Sementara lelaki itu berdecak dan mengacak rambutnya. Langit hanya menatapnya saja. Namun siapa sangka kalau lelaki itu mungkin merasa diperhatikan dan membalas tatapan Langit. Mereka bertatapan seolah sama-sama membutuhkan informasi dan pertolongan satu sama lain
...
Menjelang malam hari, Bintang keluar dari kamar kost-nya dengan pakaian santai. Rambutnya ia cepol jadi satu. Terlihat sangat berbeda saat ia tak lagi memakai seragam sekolah dan rambut yang digerai atau diikat satu. Ia kini terlihat manis dan imut.
"Kak Dila, mau ikut makan di depan gang?"
Bintang bertanya pada Dila--teman satu kost-nya--yang usianya satu tahun di atasnya. Ya tingkat 12 lah, sama seperti Kakak sepupunya itu, Wira. Ah, mengingat tentang Wira membuatnya menjadi teringat akan kejadian siang tadi.
Dila sedang duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel itu seketika mendongak. Menatap Bintang yang sudah berdiri di samping sofa yang ia duduki. "Makan nasi goreng?" tanyanya. Menaik-turunkan alisnya.
Bintang mengangguk cepat sambil tersenyum. Mungkin dirinya memang kaku pada orang lain. Tapi, ia masih tahu diri untuk bersikap seperti itu pada siapa. Dan Dila tidak termasuk ke dalamnya. Dila yang satu bulan belakangan ini menjadi teman kost-nya. Memang ia belum menceritakan apapun pada Dila, tapi ia sudah menerima Dila sebagai teman, atau bahkan Kakak untuknya.
Dila tak pernah bertanya tentang urusan pribadinya. Mungkin pernah bertanya kenapa ia ngekost. Dan dijawab oleh Bintang dengan seadanya, namun masuk akal. Dila hanya mengangguk saja, meskipun dalam hatinya tidak percaya sepenuhnya pada jawaban Bintang.
Melihat respon dari Bintang yang menganggukkan kepala, langsung saja Dila bangkit dari duduknya. "Uang gue ada di kantong nggak ya?" Sambil merogoh kantung celananya. Dan ternyata ada 20 ribu. Langsung saja Dila menggandeng tangan Bintang untuk keluar kost-an menuju warung depan gang.
"Oh iya, Bin. Lo di sekolah ikut ekskul apa?" tanya Dila saat mereka sudah dekat dengan arah keluar gang.
"Ekskul nyanyi vokal."
Ya, meskipun kenyataan yang Bintang terima sekarang itu bukan kenyataan yang meng-enakkan, tapi ia tak bisa jauh dari hobbynya--menyanyi. Bintang suka menyanyi, hanya saja tak banyak yang tahu. Saat ada perlombaan antar sekolah atau di sekolahnya pun, Bintang mengikuti dengan biasa. Tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya.
Bintang bukan orang yang antisosial, tapi ia tak ingin terlalu mempercayai orang lain dan dekat dengan banyak orang. Memang bagus jika banyak berteman dengan orang, tapi bagi Bintang itu adalah hal yang tak wajib ia lakukan.
Selama ini Bintang hanya mempunyai dua teman dekat. Ulya, teman saat ia tingkat 10. Dan satu lagi Alani, teman satu bangkunya sekarang ini. Mungkin Bintang belum sangat nyaman dengan Alani, tapi setidaknya ia sudah bisa menganggap Alani sebagai teman dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Teen FictionSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...