Gue minta maaf. Sayang lo :)
"WADUH, BINTANG! INI TULISAN SIAPA NIH! IHIRRR!"
Suara Caca menggema di dalam kelas yang tidak terlalu ramai itu. Setelah melaksanakan upacara, semua guru mengadakan rapat. Saat ini semua kelas masih free karena guru belum ada yang memasuki kelas sama sekali. Sama seperti kelas XI IPA 2, penghuninya masih sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Caca meminjam buku tulis Bintang. Niatnya ingin meminta jawaban--alias nyontek--dari tugas mata pelajaran Matematika minggu kemarin. Tetapi, saat ia membuka lembar terakhir di buku itu, terdapat tulisan yang membuatnya heboh seperti tadi.
Ia yakin, itu pasti bukan tulisan Bintang. Pasti tulisan orang lain. Dan sudah pasti tulisan cowok. Karena tulisannya jelek.
Bintang menatap Caca bingung dari tempat duduknya. Ia belum tahu apa penyebab teman kelasnya itu memekik heboh. Gadis itu berjalan mendekati Caca. Dan menarik bukunya dari tangan Caca.
Ia membaca kalimat yang tertulis di bukunya. Seketika ia terkejut. Jantungnya deg-degan dengan cepat. Ia berusaha mengingat siapa yang sudah menulis itu di bukunya.
Bintang bahkan tidak tahu kalau ada tulisan seperti itu di bukunya. Mengingat-ingat lagi siapa yang menjadi kemungkinan besar yang menulis itu di bukunya.
"Lo baca kalimat itu kalo ngerasa gue ada salah sama lo aja. Maksudnya, jangan dibaca sekarang."
Gotcha!
Bintang ingat sekarang. Itu tulisan Langit. Bintang lupa kalau pemuda itu pernah menulis seperti itu di bukunya. Bahkan lupa kalau Langit menyuruhnya untuk membaca tulisan itu saat pemuda itu melakukan kesalahan. Seharusnya, Bintang membaca itu sudah dari kemarin-kemarin kan? Saat ada pertengkaran kecil di antara mereka. Tapi, sudahlah! Bintang tidak ingat apa-apa.
Fatin, teman sebangku Caca itu ikut membaca tulisan yang ada di buku Bintang. Ia kemudian tersenyum meledek ke arah Bintang yang pipinya kini memanas.
"Ciee, dari gebetannya tuh pasti."
Bintang menoleh pada Fatin dan berdehem pelan. Raut wajahnya ia datarkan. Gengsi kalau sampai ada yang tahu dirinya saat ini sedang terbawa perasaan.
Jangan mengira jika Bintang tidak memiliki perasaan apa pun untuk Langit. Dalam lubuk hatinya, Bintang merasa aman dan nyaman saat berada di samping Langit. Tapi kenapa saat ditanya oleh Langit apakah ia memiliki perasaan untuk Langit atau tidak, ia pasti akan menjawab tidak tahu. Dan jika pemuda itu bertanya sekali lagi, Bintang berjanji, ia akan menjawab dengan jujur.
Jika ditanya apakah Bintang memiliki perasaan sayang dan suka untuk Langit, maka jawabannya masih tidak tahu. Bintang bukannya tidak merasakan kedua rasa itu. Hanya saja, ia hanya takut untuk memfonis rasanya sendiri. Ia takut jika perasaannya untuk Langit belum pasti, tetapi ia sudah mengucapkan sayang dan suka pada Langit. Tidak. Bintang hanya perlu waktu lagi untuk bisa memfonis perasaannya sendiri agar tepat untuk Langit.
Jangan mengira jika selama ini Bintang selalu ketus, judes, marah-marah pada Langit itu, jantungnya tidak berdebar. Salah jika kalian berpikiran seperti itu. Jantung Bintang berdebar saat berhadapan dengan Langit. Apalagi saat melihat pemuda itu tertawa lepas. Percayalah, itu pemandangan pertama yang membuat jantungnya serasa ingin lepas dari wadahnya.
Tapi, kembali lagi pada titik pertama. Kegengsiannya yang besar untuk menunjukkan itu. Menunjukkan jika ia sedang berdebar. Bintang terlalu menampik rasa senangnya saat bersama dengan Langit. Hanya karena satu kata yang membuatnya seperti tidak memiliki perasaan apa-apa untuk Langit.
Gengsi.
Oke, jika ada komunitas pemberantas rasa gengsi, mungkin Bintang akan ikut ke dalamnya. Oke, kembali ke topik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Teen FictionSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...