Bintang menengok ke kanan dan kiri, mencari angkutan umum yang akan lewat. Namun nihil. Tak ada satu pun yang kosong. Rupanya angkutan umum penuh penumpang. Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sementara bel masuk tepat berbunyi di jam tujuh.
Jika biasanya ia berangkat dengan Langit, tapi pagi ini tidak. Pemuda itu memberi tahunya kalau hari ini ia absen untuk menjemputnya. Bintang bangun kesiangan juga, dan oleh sebab itu ia jadi tidak mendapat angkutan umum yang masih kosong. Hm.
Bintang menoleh ke kanan. Ada satu kendaraan motor yang sang pengemudinya memakai jaket berwarna merah. Ia mengira kalau itu ojol, dan langsung saja ia merentangkan tangannya. Tak memperdulikan dirinya akan ditabrak atau disruduk. Karena ia yakin, kalau pengemudi itu pasti memberhentikan motornya.
Pengemudi yang berjenis kelamin laki-laki itu langsung menekkan remnya. Ia melongo tidak percaya dengan aksi gadis itu. Gadis dengan seragam SMA yang membalut tubuhnya. Plus dengan tas yang menggemblok di punggung.
Ia membuka kaca helmnya dan langsung melotot, "Heh, bocah SMA! Kalo mau mati jangan ke gue, dong! Ke orang lain sana! Awas, gue mau pergi!" rocosnya.
Bintang menggeleng dan langsung naik ke atas motornya. Ia menepuk pundak lelaki itu setelah naik di atas motor dan berucap, "Mas, tolong ke SMA Purnama, ya. Nanti saya bayar double, kok. Tapi tolong banget ya, Mas, anterin saya ke sana. Saya takut telat."
Lelaki itu ingin sekali menubruk tiang listrik yang ada di jalan saking kesalnya pada gadis itu. Dengan rasa dongkol dan gondok, ia melajukan motornya sekencang mungkin. Tidak peduli kalau gadis SMA di belakangnya itu akan menjerit histeris. Ia tak peduli sama sekali!
Bintang bernapas lega saat motor itu melesat cepat. Ia memegang tasnya sendiri. Menghilangkan rasa takut karena lelaki itu membawa motornya secepat kilat. Mungkin jika balapan dengan Valentino Rosi pasti kalah. Ya, karena membawanya tak sekencang yang kalian bayangkan. Tidak.
Dengan kecepatan 60km/jam, motor itu telah membawa Bintang di depan gerbang SMA Purnama. Banyak siswa-siswi yang berlalu lalang memasuki gerbang sekolah. Bintang turun dari motor dengan rasa lega. Ia memberikan uang berwarna biru pada lelaki itu.
Laki-laki itu menatapnya sebal. "Lo kira gue ojek? Heh, gue itu mahasiswa yang lagi buru-buru karena ngejar tugas yang deadline! Simpen uang lo itu, dan kalo gue ketemu lo lagi, gue bakal nyuruh lo buat ngerjain tugas kuliah gue!"
Bintang terkesiap. Lelaki yang telah mengendari motor dengan kesetanan itu sudah menjauh dari depan gerbang sekolahnya. Ia menatap uangnya yang masih utuh dan memasukkannya kembali ke saku bajunya.
"Alhamdulillah, gak telat."
Dan kemudian ia memasuki area sekolah.
•••
"Bin, Bin! BINTANG!"
Semua orang yang berada di dalam kelas XI IPA 2 itu melotot tak percaya akan kehadiran pemuda yang suaranya melengking dan menggema di dalam ruangan. Langit, pemuda itu memasuki kelas Bintang dengan membawa kantung plastik yang entah isinya apa. Ia berjalan menghampiri Bintang yang sedang menulis.
Di jam istirahat ini, hanya ada beberapa siswa yang ada di dalam kelas. Rupanya Bintang tak ke kantin bersama Alani. Gadis itu masih sibuk mencatat tugasnya yang belum selesai, meskipun bisa diselesaikan nanti di kost-annya.
Bintang menoleh sebentar pada Langit yang berjalan ke arahnya, lalu fokus menulis kembali. Sesaat kemudian, ia merasa kalau kursi di sampingnya itu ada yang mendudukinya. Dan sudah pasti kalau itu adalah Langit.
Langit menaruh kantung plastik yang ia bawa di atas meja dan menggesernya ke arah Bintang. "Gue beliin lo susu coklat, ada rotinya juga. Dimakan, Bin, nulis terus gak bikin perut lo kenyang kali," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Teen FictionSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...