Sebelum pelajaran di mulai, bel masuk berbunyi lima menit yang lalu.
Bintang mengobrol dengan Alani sambil menunggu guru mata pelajaran pertama masuk. Namun, panggilan dari seseorang yang muncul dari balik pintu kelas itu membuatnya menoleh.
"Bintang!" panggil Niken di ambang pintu kelas. Seketika kelas menjadi sepi, namun kemudian ramai kembali.
Bintang menghampiri Niken. "Kenapa?" tanyanya.
"Kita disuruh kumpul sama Pak Iwan, kumpul di ruang musik."
Setelah itu, Bintang dan Niken menuju ruang musik. Saat sudah tiba di sana, di dalam ruang musik sudah ada Pak Iwan--guru pembimbing ekskul vokal, Kak Mella--pelatih, dan 5 orang lainnya yang ikut di ekskul vokal itu.
Yang masuk ke ekskul vokal hanya sedikit. Beda dengan ekskul yang lainnya, yang dominan lebih banyak. Bintang dan Niken duduk dan mulai mendengarkan apa yang akan diucapkan Pak Iwan.
"Baiklah. Karena sudah kumpul semua, bapak akan langsung memberi tahu hal yang sangat penting. Kurang lebih dua bulan lagi akan diadakan lomba nyanyi vokal antar sekolah tingkat SMA. Untuk itu bapak dan Mella sudah sepakat untuk menunjuk siapa yang akan mewakilkan sekolah kita ikut lomba."
Bintang hanya mengangguk saja. Mengangguk kalau ia paham apa yang dijelaskan Pak Iwan. Tapi, tanpa Bintang sadari, Niken meremas jari-jari tangannya sendiri yang duduk di sampingnya.
"Jadi, yang akan mewakilkan sekolah kita untuk ikut lomba adalah Bintang."
"Hah?!" Niken memekik. Membuat mereka menoleh, heran. "Eh, maaf." Ia menangkup kedua tangannya.
Bintang terkejut. Padahal selama ia ikut ekskul ini, belum pernah sama sekali ia menunjukkan bakatnya di depan publik. Saat ada acara di sekolah pun ia tidak pernah tampil. Alasannya ya, malu. Namun, entah karena apa Pak Iwan malah memilih dirinya.
"Kenapa saya?" tanya Bintang.
"Karena potensi kamu jauh lebih baik dari yang lain, Bintang. Lagipula kamu belum pernah ikut acara seperti ini kan? Ini kesempatan kamu untuk menunjukkannya di depan semua orang kalau kamu itu berbakat. Bapak harap, kamu tidak akan menolaknya."
"Saya latihan tetap dengan Kak Mella?" Bintang bertanya kembali.
"Iya. Tapi, nanti ada satu orang pelatih baru yang akan mendampingi kamu."
Bintang hanya mengangguk patuh. Setelah diberi tahu lebih jelas lagi, mereka semua keluar dari ruangan itu. Bintang menatap punggung Niken yang berjalan mendahuluinya. Entah apa yang terjadi pada gadis itu, ia pun tak tahu. Bintang mengangkat bahunya acuh.
"Bintang!"
Lalu, mereka semua menoleh ke sumber suara. Termasuk Bintang yang terkejut atas kedatangan Langit yang menerobos kerumunan itu. Niken menatap sinis pada lelaki itu.
"Oh. Jadi ini pawang lo juga ya? Cewek yang pendiem itu banyak pawangnya? Nggak berani ngelawan sendiri?" Niken berdecih pelan setelah mengatakan itu. Ia menatap Bintang dan Langit bergantian. Lantas, memutar bola matanya dengan jengah.
"Stop, Niken! Gue muak denger cerocosan lo yang gak bermutu itu! Kalo lo mau gantiin posisi gue ya silahkan! Bilang sama Pak Iwan sana! Jangan ke gue!" seru Bintang karena sudah tidak bisa menahan emosinya lagi.
Hening. Mendengar pekikkan penuh penekanan dari mulut sosok Bintang itu tak ada yang membuka suaranya.
"Pergi lo semua." Langit mengibaskan tangannya. Menyuruh murid lain bubar dari kerumunan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Teen FictionSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...