part 39

311 42 11
                                    

"Jadi?"

"Jadi apa sih?"

"Prok, prok, prok!!"

"Garing, Lang."

Langit berdecak, "Ck, lagian siapa yang mau ngelawak? Gue tanya, jadi gimana semuanya? Udah kelar?"

Di sampingnya gadis itu mengangguk. Menatap Langit yang rambutnya tertiup angin. Hampir saja ia terpesona karena ketampanan lelaki itu. Ck, Bintang langsung menggerutu sebal dalam hati karena ia sudah terkena virus budak cinta anak milenial.

"Tapi, gue rasa gue gak bisa sebebas dulu."

"Kenapa? Bokap, nyokap kandung lo ngekang? Atau ... Gimana?"

Bintang menaikan bahunya tidak tahu. "Kurang paham. Yang jelas, Ayah lebih posessif daripada Ibu dan abang gue."

Langit melotot. "Lo punya abang? Serius? Gantengan siapa? Gue atau dia? Udah pasti gue kan? Iyalah, gue udah yakin pasti gantengan gue."

Iyilih, gii idih yikin pisti gintingin gii.

Alah, pret!

Bintang menoyor pipi Langit. "Narsis!" serunya.

Langit terkekeh. Mengambil tangan Bintang yang tadi menoyor pipinya. Ia menggenggamnya dengan kedua tangan. Lalu membungkukan badannya agar lebih dekat dengan gadis itu. Ia menepuk punggung tangan Bintang yang ada dalam genggamannya itu.

"Bin, lo tau kalo gue emang sayang sama lo. Gue ikut seneng kalo lo udah bisa kembali sama orangtua kandung lo, keluarga lo yang udah pasti nunggu lo sejak lama. Apa pun yang terjadi sekarang dan nanti, mau seneng atau pun susah, lo harus cerita sama gue."

Ketika senyum slengean milik Langit kini berubah menjadi senyum yang Bintang sukai, kenapa jantungnya berdebat tidak karuan? Jangan lupakan juga hatinya yang menghangat. Serta pipi yang sepertinya mulai memanas.

"Kalo emang sekarang kita udah gak satu sekolah, gak papa, sekali-kali perlu jarak biar ngerasain gimana kangen sama seseorang yang kita sayang. Ya, kan?"

"Lang?"

Langit menegakan kembali tubuhnya. Kemudian sebelahnya mengacak rambut Bintang. Ia melihat semburat merah di pipi gadis itu. Astaga, Bintang sedang ... Apa ya namanya? Blus ... Blushing?

"Pipi lo merah," ucap Langit.

Bintang langsung memukul lengan laki-laki itu dengan kesal. Ia menyingkirkan tangan Langit yang menggenggam tangannya tadi. "Kampret!" semburnya.

Langit tertawa lebar. "Yaelah, gitu doang baper. Udah bucin ke gue?" todongnya.

Bintang mendelik tidak terima meskipun apa yang Langit bilang itu kenyataannya. Aish! Sialan Langitai ini!

"Langitai! Lo minta gue pukul?"

Langit beranjak berdiri. "Kan gue udah dipukul sama lo. Dipukul pake rasa cinta." Kemudian berlari meninggalkan Bintang yang sudah menahan emosi.

***

"WOY, BANG! GUE BAWA APAAN NIH! KAGAK KEPO LO? OH IYA, MENTARI MANA DAH? TAR, SINI GECE!"

"BERISIK MONYET!"

"Astaghfirullah, Bang Zam, gitu amat lo ke gue. Ini gue udah baik ya bawain pizza, seenaknya aja lo ngatain gue monyet? Gue aduin ke emak tau rasa lo!" Cakra menaruh kotak pizza di atas karpet bulu sambil mengelus dadanya dramatis.

Masih dengan misuh-misuh, Cakra melipir ke dapur. Menggambil air minum. Setelahnya, ia kembali lagi ke ruang tengah. Duduk di karpet bulu warna ungu muda yang sudah terdapat dua kotak pizza di sana. Dan jangan lupakan abang sepupunya yang memegang stick PS.

Bi(n)lang (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang