3

1.3K 79 0
                                    

Setelah menghabiskan waktu untuk tertidur pulas sepulang sekolah, kini aku tidak bisa tidur dengan cepat. Rasanya, aku enggan untuk menerima bahwa besok pagi, aku harus ke sekolah itu lagi. Aku jadi malas sekali untuk bersekolah. Untungnya ada satu hal yang membuatku cukup yakin untuk memastikan bahwa besok aku akan tetap pergi ke sekolah. Perempuan yang membelaku tadi.

Aku belum sempat bicara dengan perempuan tadi untuk berkenalan. Hanya mengetahui namanya saat guru mengabsen siswa satu persatu. Ia mengangkat tangan saat nama Nabila Putri disebut oleh guruku tadi dan aku mengingat-ingat dengan jelas nama itu. Semakin mengingat-ingat Nabila, aku juga teringat dengan Thomi.

Aku membayangkan wajah Thomi yang sangat menjengkelkan itu. Ingin rasanya aku melawan saat ia usil ngumpetin tasku. Aku sangat kesal, namun tidak berani untuk melawannya. Sejak kecil, aku memang jarang sekali bertengkar dengan orang lain. Aku cinta kedamaian. Aku tidak mau memiliki lingkungan yang tidak nyaman hanya karena aku sering bertengkar.

Tiba-tiba terdengar. suara seseorang yang masuk ke dalam rumah. Aku segera ke luar kamar untuk memastikan itu adalah adik dan ibuku.

"Kok pulangnya malem banget, Bu?" Kataku saat mendapati Ibuku sedang mengunci pintu.

"Sstt." Ibu menempelkan jadi telunjuk di depan bibirnya. Aku mengerti maksudnya. Adik perempuanku, yang sedang digendongnya sedang terlelap. Aku segera mendekatinya dan menggendong Sarah untuk menidurkannya di kamarnya. Aku memandangi wajah Adikku yang cantik ini. Umurnya baru lima tahun, sebentar lagi ia akan sekolah, sama seperti apa yang sudah aku lalui. Aku selalu sedih saat menatapnya. Gadis cantik sekecil ini sudah harus merasakan hidup tanpa ayah. Aku saja, yang sudah sebesar ini merasa sepi. Apalagi Sarah?

"Tadi ada banyak pesenan di kantor." Kata ibu saat aku keluar dari kamar Sarah. Di ruang tengah, aku mendapati ibuku duduk di sofa sambil memegang gelas minumnya. "Kasian Sarah, karena kelamaan nungguin ibu, dia sampe ketiduran di ruangan ibu."

Setelah ayahku meninggal, bisnis percetakkan yang dibangun ayahku tidak berjalan dengan baik, sehingga terpaksa tutup dan Ibu terpaksa mencari pekerjaan untuk menghidupiku dan Sarah, Adikku. Kini, ibuku bekerja di salah satu restoran di Jakarta.

"Iyaa. Kasian." Jawabku. Biasanya aku yang menjaga Sarah sebelum aku melanjutkan sekolahku di sekolah yang menyebalkan ini. Tapi, hari ini, karena aku tidak bisa menjaganya, Sarah mau tidak mau dibawa ibuku ke kantornya. Karena tidak ada yang menjaganya di rumah.

"Kalau bayar suster untuk jaga Sarah. Kayaknya ibu enggak punya duit banyak."

"Iyaa, Bu. Jangan. Selagi Sarah masih mau diajak ke kantor, gapapa Bu."

"Apa kita titipin aja ke Tante Sindi?" Tanyanya. Tante sindi adalah adik dari ibuku.

"Jangan, Bu. Kasian Sarah kalo dititipin di sana. Anak tante Sindi kan banyak, nanti bisa-bisa Sarah terlantar karena ia sibuk mengurus anak-anaknya." Kataku. Kami terdiam setelahnya. Ibu memikirkan bagaimana caranya ia bisa bekerja tanpa membawa Sarah. Aku juga berpikir demikian.

"Gimana sekolahnya? Seru?" Ibuku memecah sunyi.

"Hah?" Aku sedikit terkejut. "Se- Seru kok, Bu." Kataku sedikit ragu. Aku terpaksa berbohong. Taku menambah pikiraan ibuku.

"Udah banyak temen baru?"

"Banyak, Bu. Temen udah banyak ngobrol juga sama temen sekelas."

"Alhamdulillah deh. Yang penting kamu bisa tamat sekolah. Ayah kamu, dulu. Pengen banget ngeliat anak-anaknya sekolah sampe punya gelar yang tinggi." Ibuku mengingat-ingat impian ayahku.

"Iyaa Bu. Insyaa Allah Rama tamatin pendidikan sampe kuliah." Aku menepuk-nepuk pelan pundak Ibuku. Tak lama setelah perbincangan itu, Ibu masuk ke kamarnya untuk istirahat. Aku pun demikian.

--

Support saya dengan vote, dan share cerita ini.Jangan lupa untuk Follow saya juga ya!

Doa Untukmu ✓ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang