16

431 25 0
                                    

Sore ini aku menemui guru olahragaku, katanya aku harus berlatih karena pertandingan hanya tinggal seminggu lagi. Setelah peregangan sebagai pemanasan, aku diperintahkan untuk berlari mengelilingi lapangan basket sekolah ini beberapa keliling. Katanya, setelah itu, aku harus berlatih lari kencang dari ujung lapangan dan kembali lagi ke ujung lapangan yang satunya. Aku terpaksa mengikuti latihan ini karena tidak dapat menolak tawarannya untuk mengikuti lomba.

Saat sedang mengelilingi lapangan, aku melihat Nabila sedang berjalan menuju gerbang. Aku terus berlari mengikuti arahan guruku. Saat aku menengoknya lagi, ternyata ia sedang melihat ke arahku.

"Semangat!" Katanya saat aku berlari di dekatnya. Aku hanya tertawa mendengarnya, dan terus berlari.

"Lu harus menang!" Katanya lagi saat aku sudah mengelilingi satu putaran dan berada di dekatnya. Aku sedikit bingung, dari mana ia tahu kalau aku akan mengikuti sebuah perlombaan?

"Iyaa, doain, ya." Teriakku, menjawab ucapannya.

"Pasti." Katanya singkat. Aku terus berlari mengelilingi lapangan ini.

"Gue pulang, ya." Katanya saat aku sudah berada di dekatnya lagi.

"Iyaa, hati-hati." Balasku. Latihan ku kini lebih semangat karena disemangati olehnya. Aku yang awalnya merasa terpaksa untuk latihan, kini bersungguh-sungguh untuk memenangkan perlombaan bulu tangkis yang diadakan oleh SMA Bangau.

Aku harus terlihat membanggakan di matanya. Aku harus membanggakan sekolah ini agar orang-orang tidak lagi mentertawakanku karena ulah Thomi. Aku terus berlari, keringatku sudah bercucuran membasahi baju olahragaku. Tapi aku tidak berhenti.

--

"Assalamu'alaikum." Salamku saat membuka pintu rumah. Hari ini aku pulang sangat sore karena tadi menghabiskan waktu untuk latihan bulu tangkis di sekolah. Terdengar suara wa'alaikumussalam dari dapur. Aku melihat ibuku di dapur sedang memasak makan malam untuknya, untukku, dan untuk Sarah.

"Kok tumben lama pulangnya?" Katanya saat menyadari aku sudah sampai di rumah.

Aku mendekatinya untuk bersalaman. "Tadi habis latihan bulu tangkis." Kataku sambil mencium punggung tangannya.

"Hah?" Bulu tangkis? Sejak kapan kamu suka main bulu tangkis?" Ibuku mengernyitkan dahinya.

"Sejak tadi pagi."

"Kok bisa tiba-tiba suka main bulu tangkis?"

"Tadi pas pelajaran olahraga, kita disuruh main bulu tangkis. Terus aku main, ternyata seru."

"Kan cuma pelajaran olahraga? Kok sampe latihan-latihan segala sorenya?"

"Pak guru nyuruh aku ikut lomba bulu tangkis."

"Hah? Disuruh ikut lomba? Emangnya kamu bisa?"

"Enggak bisa, Bu. Tapi katanya cara mainku bagus. Jadi dipaksa untuk ikut lomba wakilin sekolah."

"Hahahaha. Ibu aja yang udah kenal lama enggak pernah liat kamu main bulu tangkis." Ia tertawa.

"Ibu sibuk kerja, sih." Aku meledeknya. Ia hanya terdiam. Sepertinya aku salah ngomong. Semenjak ayahku tidak ada, Ibu memang sangat sibuk bekerja untuk membiayai kehidupan keluarga kami. Enggak seharusnya aku ngomong kayak gitu. Ibu pasti tersinggung.

"Kalo enggak kerja, nanti kamu enggak bisa sekolah, Ram." Katanya pelan. Aku hanya terdiam mendengarnya. Tidak tahu harus berkata apa. Ini sudah bukan pembahasan yang seru. Ibu bicara dari hati. Ibuku benar, ia terpaksa melakukan ini supaya aku tetap bisa sekolah. Ia sibuk kerja bukan karena keinginannya untuk bekerja, tapi karena ia bertanggung jawab untuk membesarkanku. Selama ini, aku terlalu cuek dengan kehidupan keluargaku. Sebelumnya, bahkan aku pernah marah saat harus pindah sekolah ke sekolah yang kualitasnya tidak sebaik sekolahku yang sebelumnya.

"Iyaa, makasih, ya, Bu." Aku hanya bisa berkata seperti itu. Tidak ada kata-kata lain yang bisa kuucapkan selain berterima kasih karena sudah susah payah banting tulang menjadi figur seorang ayah untuk anak-anaknya. Untuk kehidupan anak-anaknya yang lebih baik.

"Yaudah, kamu semangat latihannya. Siapa tau menang, kan?" Ibu mengganti topik pembicaraan. Sepertinya ia juga merasakan canggungnya situasi saat aku salah bicara membahas kesibukannya.

"Doain aja, Bu." Aku meninggalkannya karena ingin mandi. Tubuhku seharian ini sudah berlumuran keringat, aku harus mandi sebelum sholat maghrib.

"Iyaa, ibu doain semoga kamu menang." Katanya dari dapur, namun aku sudah masuk ke kamarku mengambil baju untuk nanti kupakai sehabis mandi.

--

Support saya dengan vote, dan share cerita ini. Jangan lupa untuk Follow saya juga ya!

Ig: Rizardila

Doa Untukmu ✓ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang