Siang ini, Setelah tadi menghabisi waktu bersama Icha di perpustakaan, aku belajar pelajaran matematika di kelas. Bu Siti menerangkan dengan contoh-contoh soal yang ia buat. Setelahnya kami diperintahkan untuk mengerjakan soal yang ia berikan.
"Sekarang, kerjakan ya." Kata Bu Siti.
"Yah bu, PR aja bu! PR!" Kata beberapa siswa yang menolak untuk diberikan tugas.
"Iyaa, ini dulu aja kerjakan, nanti dikasih PR juga. Tenang aja." Balas Bu Siti.
"Yaaaahhh."
Bu siti menulis satu soal di papan tulis, dan aku mulai mengerjakan saat pertanyaan itu selesai ditulisnya. Ini tidak sulit bagiku, aku sudah baca-baca mengenai materi ini. Aku mengerjakannya dengan cepat.
Setelah menulsi soal nomor satu dan dua, Bu Siti mulai menulis soal nomor tiga.
"Udah Bu, tiga nomor aja bu."
"Iyaa, ini nomor tiga." Katanya sambil menulis. Lalu ia melanjutkan menulis lagi. "Nah kalo ini nomor empatnya."
"Yahhh, yaudah Bu, Empat aja."
"Ah nanggung." Katanya sambil melanjutkan menulis soal nomor lima.
"Kerjain, jangan nyontek, jangan ribut!" Bu Siti keluar kelas, meninggalkan kelas dengan kondisi siswa dan siswi sedang sibuk mengerjakan soal yang ia berikan. Tak lama Thomi mendekatiku, melirik-lirik buku yang kupakai untuk mengerjakan soal matematika itu.
Ia menarik bukuku dengan cepat, sehingga aku tidak sempat menahannya.
"Gue salin dulu!" Katanya sambil berjalan menuju kursinya di paling belakang.
"Gue belum selesa!" Jawabku. Saat itu aku baru mengerjakan sampai nomor empat. Tinggal satu nomor lagi yang belum kukerjakan. Sebenarnya, jika sudah selesai semua, aku mau saja memberikan padanya, daripada urusan jadi panjang jika aku menolaknya.
"Udahlah, nanti juga bisa lu kerjain." Katanya masih dengan terus berjalan menuju kursinya. Ia duduk, dan mulai menulis.
Aku beranjak dari dudukku, berjalan ke kursi bagian belakang. "Nanti dulu, gue selesaiin dulu, Thom." Kataku sambil memegang bukuku, tapi tidak menariknya."
"Yaelah, ribet banget sih lu! Gue nyalin sebentar doang, enggak sampe setahun!" Ia meletakkan tangannya di atas bukuku, menekannya sehingga terapit diantara tangannya dan meja.
Aku baru ingat, ini adalah bentuk perbuatan zalim yang ia lakukan. Ia mengambil hakku. Buku itu milikku. Seharusnya aku berhak untuk melanjutkan mengerjakan soal yang diberikan Bu Siti. Tapi Thomi merebutnya.
Aku kembali ke kursiku, memejamkan mata. Dan berdoa berharap kehidupanku di sekolah berubah jadi baik-baik saja. Semoga tidak ada teman-temanku di sekolah ini yang mengerjaiku lagi, tidak ada yang menghinaku lagi, tidak ada yang mentertawakanku lagi, tidak ada yang jahat padaku.
Aku membuka mata. Tidak terjadi apa-apa. Entahlah, aku tidak tahu apakah doaku dikabulkan atau tidak. Tapi aku berharap doaku dikabulkan.
Bu Siti tiba di kelas. "Udah selesai?" Tanyanya. "Kalo udah, kumpulin. Yang paling duluan, nilainya lebih besar."
Thomi dengan cepat memberikan bukuku kembali padaku, dan aku segera menyelesaikan tugas itu. Aku mengumpulkannya paling pertama. Selain mendapat nilai lebih, jawaban-jawabanku pun tidak ada yang salah. Aku mendapaat nilai seratus saat itu.
Bukuku langsung dikembalikan oleh Bu Siti. Aku menengok ke arah Nabila. Ia sepertinya sedang kesulitan menjawab pertanyaan itu. Ia menengok kiri dan kanan, mungkin untuk mencontek. Lalu ia tidak sengaja melihat ke arahku. Ia mendapati aku sedang memandangnya.
Saat aku dipergokinya sedang menatapnya, aku segera menghadap ke depan, berhadap-hadapan dengan Bu Siti yang sedang memerika hasil kerjaan murid lain yang sudah selesai mengerjakan tugas itu.
--
Support saya dengan vote, dan share cerita ini. Jangan lupa untuk Follow saya juga ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Untukmu ✓ END
Teen FictionIni adalah kisahku, Rama. Bocah yang selalu saja dijahili di sekolah. Bocah yang mencintai gadis cantik, namun tidak mampu mendekatinya karena merasa tidak layak. Namun, setelah berkali-kali menjadi korban keisengan anak-anak di sekolah, Tuhan membe...