11

646 34 0
                                    

Pagi ini, pelajaran olahraga. Berangkat sekolah sudah dengan memakai seragam olahraga, sedangkan seragam sekolahku kumasukkan kedalam tas. Ini pertama kalinya aku mengikuti pelajaran olahraga di sekolah ini.

Materi olahraga hari ini adalah badminton. Karena aku murid baru, aku tidak tahu kalau pertemuan sebelumnya diinformasikan bahwa murid disuruh membawa raket sendiri. Tapi aku tidak panik saat menyadari aku tidak bawa raket, karena aku murid baru. Guru pasti memaklumi itu.

Sebelumnya seluruh siswa diwajibkan melakukan pemanasan. Dimulai dari peregangan hingga berlari-lari jarak pendek. Aku selalu mengambil kesempatan untuk melirik-lirik Nabila. Mengenakan pakaian olahraga seperti itu, dia terlihat manis. Kebetulan ia mengikat rambutnya, dan aku senang melihat rambutnya di ikat seperti itu.

Selanjutnya guru olahragaku mencontohkan bagaimana cara memegang raket, diikuti oleh seluruh siswa. Guru olahragaku juga mengajari bagaimana teknik-teknik bermain bulu tangkis. Dimulai dari servis, smash, sampai backhand. Aku tidak terlalu mengerti, dan aku juga tidak bisa bermain bulu tangkis. Tapi aku memperhatikan saja, siapa tahu suatu saat nanti aku akan bermain badminton.

Semua siswa dibebaskan bermain bulu tangkis berpasang-pasangan untuk sementara, dan nanti akan dibuat dua tim yang akan berlawanan yang diambil dari siswa yang bermainnya paling hebat. Lalu diambil lagi dua tim perempuan yang dinilai bermainnya paling hebat juga. Pemilihan bukan ditentukan oleh guru olahraga, melainkan ditentukan oleh muridnya sendiri.

Awalnya aku tidak bermain karena tidak memiliki raket, tapi tiba-tiba guruku datang dari gudang penyimpanan alat-alat olahraga, dan memberikan sebuah raket untukku. Aku langsung bergabung dengan murid laki-laki yang lain untuk bermain.

Kok yang mengarah padaku sering sekali tidak mengenai raketku. Padahal aku sudah mengarahkannya dengan benar. Entahlah, bermain bulu tangkis ternyata tidak semudah yang kulihat. Tak lama guru memanggil seluruh murid untuk berkumpul di sudut lapangan untuk memulai pertandingan antara laki-laki melawan laki-laki, dan perempuan melawan perempuan.

Tapi kenyataannya siswa laki-laki tidak berunding. Thomi dan teman-temannya langsung mengajukan nama-namanya sendiri. Thomi mengatakan hanya ada dua orang yang bisa bermain bulu tangkis dengan benar.

"Yang bisa main cuma dua orang, Pak."

"Cuma dua? Sisanya enggak bisa?"

"Iya, Pak. Enggak terlalu bisa."

"Yaudah, untuk laki-laki. Satu lawan satu aja." Kata guru olahragaku. "Siapa namanya dua orang itu?" Katanya sambil melihat lembar absen.

"Saya, Pak. Thomi. Sama Rama." Katanya. Aku terkejut mendengarnya. Apa-apaan ini? Sejak kapan aku bilang aku bisa bermain bulu tangkis? Aku baru memahami teori-teorinya beberapa menit lalu saat guruku menerangi. Dan aku pun hanya mencoba bermain selama beberapa detik. Mana mungkin tiba-tiba aku bisa bermain bulu tangkis melawan Thomi?

"Jangan saya, Pak." Protesku.

"Udah, gapapa. Kamu aja. Enggak ada lagi yang bisa main, selain kamu." Kata guruku.

"Iya, Ram. Kenapa? Takut lu lawan gue?" Thomi menambahkan. Aku tidak menjawabnya. Aku pasrah.

"Terus yang perempuan siapa aja?" Guruku nanya.

"Yang perempuan saya, Pak. Nisa sama Mutia, lawannya Anggun sama Nabila." Nisa jawab.

Tak lama, pertandingan dimulai. Aku memegang raket yang tadi diberikan guruku. Sedang Thomi sedang memilih-milih raket mana yang terbaik. Ia membandingkan raketnya dengan raket teman-temannya.

Permainan dimulai. Sudah pasti dan sudah jelas, aku kelabakan melawan Thomi. Entah aku yang bodoh bermain bulu tangkis, atau memang Thomi yang sangat hebat. Aku benar-benar tidak bisa mengimbanginya. Jangankan menang melawannya, membuat kok bertahan lama di udara tanpa menyentuh tanah saja sangat sulit.

Teman-teman sekelasku yang lain mentertawakanku. Ini benar-benar memalukan. Aku menengok Nabila. Ia tertawa-tawa karena abangnya membuatku benar-benar kesusahan. Aku sudah berusaha berlari mengejar kok itu, namun saat memukul, raketku tidak menyentuh kok itu.

Kami bermain dengan peraturan satu babak lima belas poin. Di babak pertama, aku kalah dengan poin lima belas- satu. Satu poin yang kudapat bukan karena aku yang melakukannya, melainkan karena Thomi memukul kok dan menjatuhkannya di luar garis lapangan. Sehingga aku mendapatkan satu poin.

Saat babak pertama selesai, saatnya bertukar lapangan. Di situ teman-teman menyorakiku dan tertawa-taawa. Ada yang menimpuk kok ke arahku. Aku merasa dipecundangi oleh Thomi pagi ini. Aku baru ingat, bahwa aku memiliki kekuatan doa. Aku segera memejamkan mataku dan berdoa agar aku diberikan kemampuan dalam bermain bulu tangkis, sehingga membuat orang-orang yang mentertawakanku terkejut karena ternyata aku hebat dalam bermain bulu tangkis ini. Kubuka mataku, dan melihat Thomi segera melakukan servis.

Aku langsung memukul keras ketika kok itu sampai di areaku. Dan Thomi tidak sanggup menahannya. Kok itu jatuh di lapangan areanya. Aku mendapat satu poin. Kini aku melawannya, mengembalikan keadaannya, membuat ia kelabakan berlari-lari kesana kemari mengejar kok. Dia benar-benar terlihat lelah saat itu.

Aku memandangi orang-orang yang tadi mentertawaiku, mereka seperti terkejut melihat cara bermainku. Dan perlahan-lahan mulai mentertawakan Thomi. Aku benar-benar merasa hebat. Ini bukan karena kemampuanku, ini karena doaku. Keajaiban sebuah doa. Aku memandangi Nabila, wajahnya sedikit murung saat mendapati kakaknya kini dikalahkan olehku.

Sampai di ronde ke tiga, aku juga tetap membuat Thomi kesusahan sampai aku memenangkan pertandingan. Thomi dan teman-temannya langsung pergi ke kelas. Mereka pergi dengan ekspresi kesal.

Beberapa orang menyambutku dengan wajah yang riang. Aku senang. mereka sepertinya kagum dengan kemampuanku. Siswi-siswi pun demikian, mereka memujiku. Tetapi tidak dengan Nabila. Kupikir dia akan memujiku seperi yang lainnya.

"Hebat, deh Rama." Kupikir ia akan mengatakan itu sambil tersenyum lebar hingga menampakkan giginya. Tapi sayangnya apa yang kupikirkan tidak sesuai dengan apa yang kurasakan. Nabila hanya bangkit dari duduknya dan bersiap-siap untuk bermain.

--

Support saya dengan vote, dan share cerita ini. Jangan lupa untuk Follow saya juga ya!

Ig: Rizardila

Doa Untukmu ✓ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang