Sepulang sekolah, saat hendak berjalan menuju halte bus, aku mendapati Nabila sedang dibonceng oleh Raka. Entah kemana tujuannya, sekali lagi, aku melihat pemandangan yang tidak menyenangkan. Pemandangan yang cukup menyakiti perasaanku, pemandangan yang merusak pikiranku.
Aku berjalan menuju halte bus dengan perasaan yang buruk.
Di halte, aku melihat Anggun sedang menunggu bus. Ini kesempatan untukku menanyakan ada apa dengan Raka dan Nabila. Aku segera mendekatinya.
"Hei, Nggun." Aku menyapanya.
"Eh, Rama." Balasnya singkat. Ia tersenyum.
"Tadi gue liat Nabila naik motor sama Raka."
"Oh iya, tadi Nabila bilang diajak pergi sama Raka."
"Ke mana?"
"Katanya, sih, jalan-jalan aja. Enggak tau deh ke mana." Katanya. "Emang kenapa? Lu cemburu ya? Hahaha." Ia tertawa.
"Eh? Enggak, kok. Gue cuma nanya." Aku terkejyt mendengar pertanyaanya.
"Lu enggak usah takut, Ram. Dari dulu gue udah sering denger orang-orang ngeledekin Raka karena suka sama Nabila. Cuma kayaknya Nabila enggak suka, deh, sama Raka."
Aku lebih terkejut lagi mendengar ucapannya barusan.Bodoh sekali aku ini, selama ini aku tidak mengerti bahwa Raka menyukai Nabila. Selama ini, aku berada di kelas yang sama dengannya, namun tidak menyadari hal itu. Benar-benar bodoh.
Pantas saja Raka seolah tidak senang dengan kedekatanku dengan Nabila. Ternyata selama ini ia cemburu denganku.
Aku kira mereka tidak senang denganku karena sejak awal Thomi bicara denganku, aku menjawabnya dengan agak tidak sopan.Ternyata selain itu ada hal-hal lain yang membuat mengapa mereka senang sekali menjahiliku.
Ini bahaya, bisa jadi Raka mencuri kesempatan untuk kembali mendekati Nabila. Bisa jadi, saat Nabila sedang ribut denganku, Raka berupaya masuk dan mencuri hati Nabila. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus berdoa agar hubunganku dengan Nabila kembali membaik.
"Ram, gue duluan ya?" Katanya saat bus yang ia tunggu sudah berada tepat di depan kami berdua.
"Oh iya, Nggun, Hati-hati."
--
Hari berlalu, aku belum juga mendapat kesempatan yang tepat untuk berdoa. Aku sudah merindukan Nabila. Aku sudah tidak sabar ingin bicara dengannya lagi, pergi bersama, berdua. Aku sudah benar-benar merindukan waktu-waktu seperti itu.
Di kantin, aku makan bersama Icha, Imam, dan Dita. Aku memesan soto ayam, dan Icha lagi-lagi memesan bakso.
"Kan kemaren baru makan bakso?" Kataku.
"Biarin, abisan bakso di sini enak banget."
"Pantesan pipi lu makin lama jadi kayak bakso."
"Maksud lu?!" Ia melotot. Dan aku hanya tertawa melihatnya.
Icha menyendok sambal, namun baru dua sendok, aku menghentikannya.
"Kan kemaren lu udah ngerasain kepedesan sampe sakit perut, mau kayak gitu lagi?" Tanyaku tegas.
"Engga kok, ini kan baru dua sendok, kemaren lima sendok."
"Enggak usah nambah lagi. Udah dua aja cukup."
"Iyaa-iyaa." Katanya sedikit sebal. Ia mengaduk baksonya dan mencicipinya.
"Pedes enggak?" Tanyaku.
"Enggak, kok." Jawabnya. "Nih cobain." Ia menyodorkan sendok yang berisi bakso beserta kuahnya ke mulutku. Aku segera membuka mulut dan memasukkan bakso itu ke dalam mulutku.
Aku mengunyahnya, merasakan bakso dan kuahnya. Dan terkejut saat melihat Nabila sedang berada di kantin. Ia memandangku dari pintu kantin, matanya sedikit berkaca. Aku benar-benar terkejut. Biasanya ia tidak pernah ke kantin, tapi tumben sekali hari ini ia berada di sini.
Ia berlari pergi, seperti menangis.
Teman-temanku tidak menyadari kehadiran Nabila. Aku ragu untuk mengejarnya. Sebab ada banyak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika aku mengejarnya. Bisa saja ia justru marah, bisa saja ia tidak ingin mendengarkan ucapanku.
"Sebentar, ya." Aku izin pergi pada teman-temanku. Hatiku lebih memilih untuk mengejar Nabila.
Aku berlari mengejarnya yang sedang berjalan cepat di lorong sekolah.
"Bil." Teriakku memanggilnya.
Hingga saat dekat, aku menarik tangannya.
"Bil. Kenapa?" Tanyaku memandang wajahnya. Ia menangis, sepertinya ia benar cemburu melihat kedekatanku dengan Icha."
Ia yang awalnya tidak ingin melihatku, kini menatapku. "Udah jadian? Sampe suap-suapan gitu?" Tanyanya lirih.
"Enggak, Bil." Terangku menenangkannya.
"Haha, Enggak usah bohong!" Celanya.
"Ada apaan nih?!" Bentak Raka yang saat ini sudah berada di antara aku dan Nabila. "Lu apain nih?!" Raka menunjuk Nabila.
Aku hanya terdiam.
"Kamu kenapa?" Tanyanya pada Nabila. Yang ditanya hanya menggeleng, lalu pergi meninggalkan aku dan Raka.
"Lu apain? anjing!" Makinya. Aku tetap tidak menjawab. Lagi-lagi pikiranku kacau memikirkan masalah ini. Entah kenapa Nabila sulit sekali diajak bicara. Semua kesalah-pahaman ini terjadi karena kita tidak pernah bicara.
"Jawab!" Ia menarik kerah bajuku.
Brugg.
Aku terjatuh sebab ia menghantam wajahku. Aku tidak membalas. Badan ini terasa lemah.
"Sekali lagi gangguin Nabila, gue abisin lu!" Katanya sebelum akhirnya ia meninggalkanku.
Waktu seperti ini adalah kesempatanku untuk berdoa. Aku baru saja dizolimi. Aku segera memejamkan mata dan berdoa agar hubunganku dengan Nabila segera membaik seperti sedia kala. Raka dan Thomi tidak menggangguku lagi. Jadikan ia orang yang baik, tidak seperti biasanya. Jadikan Raka, Thomi, dan teman-temannya menjadi orang yang tidak suka menjahili orang lagi, dan jauhkan dia dengan Nabila. Setelahnya aku membuka mata, lalu kembali ke kantin menemui teman-temanku. Aku senang sekali akhirnya bisa mendapatkan kesempatan untuk berdoa.
Di kelas, aku melihat Raka sedang duduk bersampingan dengan Nabila. Entah apa yang sedang ia bicarakan. Mungkin memang doaku tidak dikabulkan secepat biasanya, mungkin nanti.
Nyatanya doaku belum juga dikabulkan.
Waktu berlalu, hari demi hari. Justru aku semakin sering melihat Nabila sedang berdua dengan Raka. Kadang aku bertanya-tanya, apakah mereka sudah berpacaran? Atau mungkin belum, namun sudah sangat dekat.
Anggun bilang, Nabila tidak pernah suka dengan Raka. Tapi mengapa justru kini sangat dekat? Entahlah. Aku heran, mengapa doaku tidak juga dikabulkan. Sepertinya ada yang salah.
--
Untuk sementara, beberapa bab sengaja saya unpublish karena ada beberapa part yang direvisi. Ditunggu ya, bab selanjutnya, terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Untukmu ✓ END
Teen FictionIni adalah kisahku, Rama. Bocah yang selalu saja dijahili di sekolah. Bocah yang mencintai gadis cantik, namun tidak mampu mendekatinya karena merasa tidak layak. Namun, setelah berkali-kali menjadi korban keisengan anak-anak di sekolah, Tuhan membe...