Bu Fenny, guru seni budayaku memasuki ruang kelas. Saat itu, beberapa siswa masih sibuk mengganti seragam sekolahnya sebab baru saja menyelesaikan pelajaran olahraga. Siswi perempuan sudah siap, namun ada beberapa yang sedang berdandan, ada juga yang masih menyemprotkan minyak wangi ke tubuhnya.
"Jam segini masih pada ganti baju. Dari tadi ngapain aja?" Bu Fenny menegur teman-teman sekelasku yang masih sibuk memakai ikat pinggangnya.
"Pada makan dulu, Bu. Laper." Jawab Thomi sambil melipat baju kotornya.
"Makan ya di jam istirahat lah. Bukan di jam pelajaran. Gimana sih, kamu?!" Bu Fenny sedikit memaki.
"Iyaa, Bu. Tadi enggak sempet sarapan, soalnya." Kata salah satu teman Thomi.
"Yaudah buruan dua menit pokoknya harus rapi." Kata Bu Fenny tegas.Orang-orang di kelasku langsung buru-buru merapikan bajunya. Menyemprotkan minyak wangi, memasukkan baju kotornya ke dalam tas.
Sedangkan aku hanya duduk saja. Aku sudah merapikan bajuku di kamar mandi mushola tepat setelah selesai bicara dengan Nabila. Aku juga sempat melakukan sholat dhuha. Aku tidak menghabiskan waktu di kantin. Selain karena tidak ingin makan di jam pelajaran, saat itu aku juga belum merasa lapar.
Siang ini, kami belajar mengenai pengolahan sampah bekas yang dijadikan seni rupa. Bu Fenny membawa beberapa contoh tas, tikar, dan beberapa karya lainnya yang dibuat menggunakan sampah pelastik bekas. Lalu masing-masing dari kami diberikan beberapa bungku kopi, dan diarahkan bagaimana cara melipat-lipatnya sehingga bisa digabungkan tiap-tiap bungkus kopi itu menjadi sebuah tas kecil yang lucu.
Setelahnya, kelas kami dibagi menjadi beberapa kelompok untuk tugas pembuatan karya menggunakan sampah bekas. Kami dibebaskan membuat apapun yang diinginkan. Dimulai dari tas, miniatur, dan barang-barang lain yang bisa dibuat menggunakan sampah plastik bekas yang bisa dimanfaatkan.
Bu Fenny membagikan kelompoknya sendiri. Aku mendapat kelompok yang sama dengan Nabila dan Anggun. Anggun ini teman sekelasku, aku tidak terlalu akrab dengannya, tapi aku tahu, mereka berdua sering main bareng. Aku sangat senang saat mengetahui Nabila adalah teman kelompokku dalam pembuatan karya seni ini. Sepertinya seru jika aku mengerjakan itu bersamanya.
"Yah, Bu. Saya sekelompok sama Nabila, dong." Protes Thomi saat pembagian kelompok selesai diumumkan.
"Kamu mau pindah ke kelompok Nabila?"
"Iya, Bu."
"Yaudah, kamu pindah ke kelompok Nabila, terus Nabila pindah kekelompok kamu ya?" Kata Bu Fenny. Aku terkejut mendengarnya, hatiku menolak saat itu. Aku tidak mau sekelompok dengan Thomi. Bukannya mengerjakan tugas, justru nanti aku yang akan dikerjakannya. Aku ingin menolak, tapi tidak berani bicara dengan Bu Fenny.
"Yahhhh. Sama aja bohong, Bu. Enggak usah deh." Balas Thomi.
"Yaudah enggak usah pindah-pindah makanya." Kata Bu Fenny Datar. Aku lega mendengarnya. Aku tetap sekelompok dengan Nabila. Dan tidak jadi sekelompok dengan Thomi. Aku benar-benar tidak ingin sekelompok dengannya. Aku malas mengerjakan tugas kelompok, tapi teman sekelompokku ada yang tidak mengerjakan. Itu tidak adil. Aku tidak mau mendapat kelompok yang tidak mau bekerja. Thomi sudah pasti tidak akan bekerja mengerjakan tugas itu. Thomi akan menjadi pengerecok jika ia sekelompok denganku.
Dalam hati, aku berterima kasih pada Allah, berterima kasih pada Bu Fenny yang sudah membagikan kelompok dengan baik. Aku berterima kasih ditakdirkan sekelompok dengan Nabila. Walaupun belum tentu aku akan menjadi dekat dengan Nabila, setidaknya aku memiliki kesempatan untuk semakin akrab dengannya.
Nabila melihat ke arahku. "Kerjain di rumah gue aja ya!" Katanya. Sebenarnya aku tidak terlalu mendengarnya, tapi dilihat dari gerak bibirnya. Kira-kira itulah yang ia katakan. Aku hanya mengangguk mengiyakan perkataannya. Lalu ia mengacungkan jempol padaku.
"Tugasnya dikumpulin dua minggu lagi, ya!" Kata Bu Fenny sebelum meninggalkan kelas.
--
Support saya dengan vote, dan share cerita ini. Jangan lupa untuk Follow saya juga ya!
Ig: Rizardila
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Untukmu ✓ END
Teen FictionIni adalah kisahku, Rama. Bocah yang selalu saja dijahili di sekolah. Bocah yang mencintai gadis cantik, namun tidak mampu mendekatinya karena merasa tidak layak. Namun, setelah berkali-kali menjadi korban keisengan anak-anak di sekolah, Tuhan membe...