Aku tiba di sekolah agak telat hari ini. Bukan karena telat bangun, bukan juga karena malas beranjak dari tempat tidur. Ini karena aku menyadari bahwa beberapa saat lagi aku bertemu lagi dengan Thomi dan teman-temannya yang kerjanya berisik di kursi paling belakang. Gerombolan siswa yang sepertinya tidak pernah mau memperhatikan guru yang sedang menerangkan. Yang kerjanya hanya tertawa-tawa, dan tertidur saat guru mulai mengajar.
Di sekolah, aku mendapati banyak siswa yang berkumpul di depan mading sekolah. Mereka seperti sedang melihat pengumuman besar. Aku penasaran, pengumuman apa yang sedang di tempel di mading itu?
Aku pikir akan diadakan perlombaan. Karena, di sekolahku yang dulu, sering diadakan beberapa lomba antar kelas, yang nantinya juaranya akan diikut sertakan dalam lomba nasional. Di sekolahku dulu, aku tidak pernah mengikuti satupun lomba yang diadakan. Tapi, mungkin di sekolah ini adalah giliranku. Jangan-jangan aku bisa mengikuti salah satu perlombaan di sekolah ini. Aku bisa ikut lomba debat, aku juga bisa ikut lomba fotografi. Jika lomba itu ada, aku akan mendaftarkan diriku cepat-cepat.
Aku mendekati papan mading, beberapa siswa yang berada di sekitar sana memandangiku. Aku tidak terlalu menghiraukan mereka, aku memang anak baru, mungkin mereka melihatku karena tidak mengenalku dan penasaran siapa aku sebenarnya.
Aku menerobos masuk diantara mereka yang mengerubungi mading. Di belakang beberapa siswa yang sedang melihat-lihat mading. Aku mulai bisa melihatnya. Bukan pengumuman yang berhubungan dengan perlombaan, bukan juga pengumuman yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Melainkan beberapa lembar foto di pajang di sana. Bukan fotoku.
Foto yang ditempel di sana adalah foto seorang pria yang menggunakan baju perempuan, foto seorang pria yang sedang digigit oleh seekor anjing, foto seorang pria yang sedang dikencingi seekor anjing, foto seorang pria yang sedang menunggangi seekor babi, foto seorang pria yang bermain di kubangan saat hujan, foto seorang pria yang selangkangannya sedang ditendang.
Foto itu bukan fotoku, melainkan, di setiap foto itu, wajahnya diganti dengan wajahku.
Aku kesal. Benar-benar kesal. Aku menebak-nebak siapa orang yang dengan teganya melakukan ini. Apa tujuannya menempel foto ini dan mengganti semua yang di foto ini menjadi wajahku? Untuk apa? Apa manfaat yang orang itu dapat dengan menempelkan foto ini?
Aku sangat malu saat itu. Siswa-siswi yang sedang berada di sekitar papan mading memandangiku, tidak sedikit yang sedang tertawa menunjukku, tidak sedikit pula yang menutup mulut menahan tawa. Ini memalukan. Perasaan malu, marah, kesal bercampur menjadi satu.
Ini benar-benar jahat. Aku berpikir, mengapa orang-orang di sekolah ini benar-benar jahat. Apakah tidak ada murid yang memiliki hati yang baik Aku berharap ada orang-orang baik di sekolah ini. orang-orang yang mau membantuku. Orang-orang yang tidak senang melihatku dipermalukan seperti ini.
Thomi dan teman-temannya tiba-tiba muncul. Mereka tertawa terbahak-bahak. Kini aku tahu siapa pelakunya. Tidak lama, datang juga beberapa orang dari belakang Thomi. Satu laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka berjalan ke arahku, mendekatiku. Mereka tidak bicara denganku, melainkan mencopot semua foto yang ada di mading. Mengumpulkannya menjadi satu, dan merobeknya.
"Kalian tertawa-tawa di sini?" Kata salah satu perempuan yang mencopot foto-foto itu." Memangnya apanya yang lucu?!" Bentaknya pada seluruh siswa yang sedari tadi mentertawaiku. Suasana menghening dalam beberapa detik.
Thomi dan teman-temannya tidak berkata apapun, ia hanya melototi orang-orang yang mencopot fotoku. Dan bergegas pergi dari sana. Teman-temannya mengikutinya. Orang-orang yang ramai mentertawaiku tadi juga pergi meninggalkan kami sambil menyoraki aku dan orang-orang yang membantuku. Aku heran, mengapa mereka bisa dengan mudahnya pergi setelah perempuan ini memaki-maki mereka.
"Punya otak tuh dipake. Apa lucunya majang foto kaya gini?!" Katanya lagi saat orang-orang sudah mulai berjalan pergi. Aku terheran, mengapa orang ini mau membantuku. Siapa orang-orang ini?
"Gue, Icha." Ia menyodorkan tangannya untuk kusalami.
"Gue Rama." Jawabku. Setelahnya aku berkenalan juga dengan dua orang lagi. Imam dan Dita.
"Lu anak baru, ya?" Icha nanya.
"Iya, baru dua hari." Balasku pelan.
"Sekolah di sini, harus banyakin sabar." Sahut Imam.
"Iya, bukan cuma anak baru, kok, yang suka diisengin. Dulu, kita juga sering dikerjain." Dita menambahkan.
"Kalo mereka ada yang gangguin lu lagi, cuekin aja, Ram." Icha Menepuk-nepuk pundakku. "Yaudah, udah bel tuh. Gue cabut ya." Katanya sebelum mereka bertiga meninggalkanku. Aku juga bergegas bejalan menuju kelasku.
Ternyata banyak yang sama sepertiku. Banyak yang merasa tidak nyaman di sekolah karena harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak asyik seperti Thomi dan teman-temannya. Mereka juga sangat baik karena mau membantuku menghadapi kelakuan orang-orang kurang ajar di sekolah ini.
Ternyata tidak semua siswa di sekolah ini tingkahnya tidak baik, ada juga yang baik. Ada juga yang membuatku merasa lebih dapat menerima untuk tetap sekolah di sini.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Untukmu ✓ END
Teen FictionIni adalah kisahku, Rama. Bocah yang selalu saja dijahili di sekolah. Bocah yang mencintai gadis cantik, namun tidak mampu mendekatinya karena merasa tidak layak. Namun, setelah berkali-kali menjadi korban keisengan anak-anak di sekolah, Tuhan membe...