Aku merebahkan lagi tubuhku. Menyesali sudah meneleponnya malam-malam seperti ini. Namun sepertinya aku harus membersihkan tubuhku.
Aku segera mandi, dan berwudhu untuk nanti menjalankan sholat isya. Sesaat setelah mengenakan pakaian, aku mendengar suara pintu terbuka di luar, itu Ibu dan Sarah.
"Dari kafe, Bu?" Tanyaku
"Iyaa, Ram." Balasnya singkat.
"Bang. Tadi aku dikasih ini." Sarah menunjukkan boneka beruang yang ukurannya cukup besar. Kira-kira sebesar kepala orang dewasa.
"Waah. Lucu banget!" Kataku riang. "Siapa yang beliin?" Tanyaku.
Sarah hanya terdiam, mengingat-ingat siapa yang memberikannya boneka itu.
"Om Iwan, temen Ibu." Sanggah Ibuku.
"Siapa?" Aku nanya lagi.
"Dia temen kerja ibu di restoran." Jawabnya.
"Lucu banget, udah bilang makasih ke Om Iwan?" Tanyaku pada Sarah. Ia mengangguk dengan imutnya.
"Oh iya, waktu itu, kamu inget, enggak? Ada yang ngasih Sarah coklat?"
"Iya inget. Waktu di restoran, kan?"
"Ternyata Om Iwan juga yang ngasih."
"Kok dia ngasih-ngasih Sarah mulu? Baik banget, Bu."
"Iyaa, dia kayanya sayang banget sama Sarah. Ibu udah enggak kerja di sana aja, dia malah ke kafe, buat ketemu Sarah."
"Hahaha, niat banget." Aku tertawa. Ibu juga tertawa kecil. Lalu kami terdiam beberapa detik. "Yaudah, Bu, aku sholat isya dulu." Kataku sebelum akhirnya meninggalkan Ibuku dan Sarah yang masih duduk di sofa.
Aku kembali ke kamar, menggelar sejadah, dan bersiap menjalankan ibadah. Enggak sengaja, aku melihat tasku di atas meja. Aku ingat aku mencatat sesuatu tadi. Aku buka tas itu, dan mengambil buku yang tadi aku gunakan untuk mencatat. Kubaca perlahan.
"Doakan agar Thomi tidak lagi bertingkah buruk, doakan agar Thomi menjadi laki-laki yang baik, hingga Nabila senang memiliki kakak sepertinya."
Aku memandangi tulisan itu. Sampai sekarang, aku ragu untuk berdoa seperti itu. Memang, kenyataannya kini hidupku sudah cukup baik, kondisi sekolah juga cukup baik, kondisi keluargaku juga sudah sangat baik. Tapi, aku sadar, yang membuat kondisi sekitarku membaik bukan hanya karena doaku, tapi karena tingkah Thomi dan teman-temannya yang sering menggangguku, sehingga aku bisa berdoa pada waktu itu.
Jika Thomi tidak bertingkah seperti itu lagi, mungkin aku kehilangan kesempatan utuk berdoa lagi. Tapi, ini bukan hanya untuk hidupku, ini demi Nabila. Berubahnya Thomi menjadi lebih baik adalah harapan dan doa Nabila. Dan kurasa, aku harus membantu Nabila untuk mewujudkan harapannya meski aku sangat kesal terhadapnya.
Aku meletakkan kembali bukuku, dan menjalankan sholat Isya. Setelahnya, aku merebahkan tubuhku, lalu terlelap tidur.
--
Hari ini, perasaanku tidak terlalu baik. sudah capek-capek berlari dari rumah menuju halte bus, namun aku tetap ketinggalan bus. Lama sekali menunggu bus selanjutnya. Aku tidak tenang, takut telat sampai sekolah.
Perasaanku tidak enak karenanya. Meskipun akhirnya aku sampai di sekolah tepat pada waktunya, tetap saja aku bad mood karenanya. Setelah sampai kelas, aku langsung meletakkan tasku di kursi, mengeluarkan buku dan pulpen, melipat kedua tanganku di atas meja, dan menyandarkan kepalaku di atasnya.
Akhir-akhir ini, berhubung sudah jarang kulihat keisengan Thomi dan teman-temannya di sekolah, aku biasanya mendoakan guru-guruku jika aku sedang diganggu oleh Thomi. Seperti hari ini. Pagi ini Thomi tiba-tiba menghampiriku dan mengambil pulpenku.
"Buat gue, ya. Gue enggak punya pulpen." Katanya sambil mengambil pulpen yang ada di atas mejaku.
Aku hanya terdiam melihatanya. Aku kesal melihatnya. Kali ini, perasaanku sedang tidak enak, Thomi menambah perasaan itu. Pulpen ini milikku, dan hakku ingin kuapakan. Jika tiba-tiba ia mengambil tanpa izinku, itu berarti dia mengambil hakku. Aku agak kesal dengannya, tapi aku ingat ini adalah kesempatanku untuk berdoa. Aku belum mau mendoakan Thomi, aku doakan guru-guruku saja. Semoga guru-guru di sekolah ini diberikan kebahagiaan, diberikan kesehatan. Karena, meskipun kadang ada yang menyebalkan, tapi mereka adalah pahlawan untuk kami, siswa-siswi yang menuntut ilmu di sekolah ini. Jasanya terlalu besar, rasanya, sangat menyedihkan jika mereka tidak mendapatkan kesehatan yang baik dan kebahagiaan dalam hidupnya.
Di jam istirahat, aku pergi ke kantin untuk makan siang. Aku memesan nasi goreng dan es teh manis, lalu duduk di kursi kantin setelah pesananku siap.
Aku makan seorang diri, hingga Thomi dan Raka menghampiriku. Thomi duduk di kursi sebelah kiriku, dan Raka di sebelah kanan. Entahlah, mau apalagi orang-orang ini. Aku sedang kesal, tidak ingin diganggu.
"Lu pacaran sama ade gue?" Tanyanya Thomi. Wajahnya sangat serius. Aku yang sedang memakan makananku, menengok ke arahnya, sambil mengunyah makananku.
Tolong, jangan ganggu gue, gue bener-bener enggak pengen diganggu. Kataku dalam hati.
"Kalo ditanya, jawab!" Bentak Raka. Aku langsung menegok Raka. Masih sambil mengunyah makananku. Raka terlihat emosi.
Setelah tidak ada lagi makanan di mulutku, aku menjawabnya. "Lu enggak ngeliat, gue lagi ngunyah makanan?" Aku menjawab pertanyaan Raka.
"Udah jawab aja, enggak usah banyak bacot!" Bentak Thomi yang membuatku segera melihat ke arahnya. Aku emosi. Setelah sekain lama tidak pernah melawan mereka, kini aku merasa sangat kesal. Aku benar-benar tidak mau bertengkar dengan Thomi. Bukan karena aku takut dengannya, tapi lebih karena tidak ingin menyakiti perasaan adiknya.
Nabila pernah bilang, mau bagaimanapun sifatnya, Thomi tetap abangnya, ia tetap menyayanginya. Kurasa, menyakiti Thomi sama saja menyakiti perasaan Nabila.
"Kenapa enggak lu tanya ade lu aja?" Tanyaku lirih.
Aku seperti kehilangan kesabaran.
"Anjing, lu, ya!" Raka berdiri, ia menarik kerah bajuku. Aku seolah terkulai. Tubuhku mendekat Raka sebab ditariknya.
"Harus berapa kali gue bilang jangan ganggu ade gue?!" Bentak Thomi sesaat setelah Thomi menghantam wajahku. Kini tubuhku bertumpu pada meja kantin. Aku sangat kesal, aku marah. Hampir semua siswa yang sedang berada di kantin memandang ke arahku. Aku dipermalukan di depan banyak orang. Kurasa ini adalah waktu yang tepat untukku berdoa.
Persetan soal Thomi yang menjadi lebih baik, ia sudah kelewatan. Ia melarangku untuk dekat-dekat dengan perempuan yang aku sayang, ia sudah menggangguku dan banyak orang di sekolah ini, ia juga yang baru saja menonjok wajahku.
Aku memejamkan mataku, berharap aku memiliki kekuatan untuk membalas hantamannya tadi. Aku berharap bisa dengan hebatnya melawan Thomi saat ini juga, dan mempermalukannya di depan orang-orang yang kini sedang memandangiku. Ini tidak bisa kubiarkan, aku harus melawannya.
"Bangsat!" Thomi lanjut memaki. Ia menarik kerah bajuku lagi.
"Apaan sih lu?!" Aku sudah tidak tahan, aku mendorongnya kencang, membuatnya ia mundur beberapa langkah.
Belum selesai, Thomi mendekatiku lagi, ia hendak menonjokku. Aku menendang perutnya lebih dulu, ia terdorong lagi, lalu aku menonjok wajahnya.
Brug
Ia terjatuh. Tidak seorang diri. Nabila terjatuhbersamaan dengan Thomi. Aku tidak melihatnya. Aku tidak tahu kalau sebelumnyaNabila sudah berada di belakang Thomi. Tonjokkanku mengakibatkan dua orang didepanku terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Untukmu ✓ END
Teen FictionIni adalah kisahku, Rama. Bocah yang selalu saja dijahili di sekolah. Bocah yang mencintai gadis cantik, namun tidak mampu mendekatinya karena merasa tidak layak. Namun, setelah berkali-kali menjadi korban keisengan anak-anak di sekolah, Tuhan membe...