Di kantin, saat aku baru menerima soto ayam yang kupesan. Aku membayarnya lalu segera mencari bangku kosong untuk menyantap makananku. Aku melihat kursi kosong di ujung kantin, maka segera kuputuskan untuk berjalan ke sana.
Saat sedang berjalan aku didorong oleh seseorang, soto ayamku tumpah, mangkoknya pun pecah, untungnya aku sempat menahan tubuhku, sehingga tubuhku tidak kotor dan basah karena beceknya kuah soto itu. Kini posisiku seperti hendak bersujud, kedua tanganku barada di lantai menahan tubuhku. Beberapa orang tertawa, namun ada juga orang-orang yang melihatku dengan tatapan iba.
Aku tengok ke belakang, mendapati Raka, dan teman-temannya. Ada Thomi di sana, ia ikut tertawa bersama teman-temannya. Bapak-bapak penjual soto membantuku bangkit, aku segera duduk di kursi yang kosong. Bapak penjual soto itu merapikan yang kotor karena tumpahnya soto itu.
Aku kesal, aku juga kasihan melihat bapak penjual soto yang harus susah payah membersihkan itu. Aku bangkit dari dudukku, lalu jongkok hendak membantu, tapi ia mencegahku.
"Udah, gapapa, Mas. Biar saya aja." Katanya sambil memungut pecahan kaca mangkok yang pecah.
Aku kembali ke kursiku, melihat ke arah mereka yang sekarang sudah berhenti tertawa. Mereka keterlaluan, mereka tidak hanya mencelakakanku, tapi juga menyusahkan banyak orang. pedagang di kantin mengalami kerugan satu mangkuk yang pecah. Aku juga rugi karena makananku tidak masuk ke dalam mulutku, melainkan berserakan di lantai.
Aku memang pernah berdoa agar aku diberikan banyak kesempatan untuk berdoa. Aku mengabaikan hal-hal yang terjadi padaku demi aku bisa banyak berdoa membantu orang-orang yang kondisinya sulit, yang hidupnya tidak nyaman, yang banyak diambil haknya, yang sering dipermalukan, yang hidupnya dipersulit orang lain. Aku memang meminta kesempatan berdoa walaupun itu harus membuatku lebih sering dizalimi. Tapi bukan seperti ini yang kumau. Mungkin aku rela jika hanya aku yang dizalimi, tapi aku tidak rela jika orang lain ikut merasakan akibatnya karena bentuk kezaliman orang terhadapku.
Aku menunduk, dan berdoa. Semoga bapak pedagang soto di kantin ini diberikan kesabaran berlebih menghadapi orang-orang yang beretika buruk di sekolah ini. Semoga ia dilimpahkan rezekinya dipermudah urusannya, dilancarkan pekerjaannya. Mendoakan pedagang kantin membuatku teringat pada Ibuku yang mungkin sedang lelah juga karena sedang bekerja siang ini.
Aku mendoakannya juga. Semoga pekerjaannya dipermudah, semoga rezekinya dilimpahkan, semoga Sarah bisa hidup dengan tenang dan menyenangkan. Semoga Ibu diberikan solusi atas kesusahan-kesusahan yang sekarang sedang dialaminya. Semoga permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi ibu, bisa diselesaikan dengan baik, dan ibu bisa hidup lebih tenang, menyenangkan, dan berbahagia.
Aku membuka mataku, pedagang soto meletakkan semangkuk soto ayam di meja dekat dengan posisiku duduk.
"Ini, Mas." Katanya sambil meletakkan mangkok itu.
"Buat saya, Pak?" Aku bertanya dengan polosnya.
"Iyaa, Mas. Gantiin yang tadi." Balasnya, sambil tersenyum. Tidak kusangka, ia justru memberikan semangkuk soto ayam lagi padaku. padahal aku sudah memecahkan mangkuknya, aku sudah membuatnya harus bersusah payah membersihkan lantai kantin yang kotor karena kuah soto.
"Makasih, Pak. Maaf ngerepotin, Pak." Aku memberikan uang lagi untuknya.
"Enggak usah, Mas. Ini buat gantiin yang tumpah tadi." Tolaknya. Aku benar-benar tidak menyangka.
Tak lama aku melihat Icha sedang berjalan di lorong sekolah, sepertinya ia menuju ke sini. Setelah tiba, ia duduk di sampingku. "Lu enggak apa-apa?" Tanyanya.
"Emangnya gue kenapa?" Aku justru berbalik tanya. Karena tidak mengerti maksud pertanyaannya.
"Katanya lu jatoh? Terus soto lu tumpah berantakan?"
"Oohh... Enggak apa-apa, ini buktinya gue baik-baik aja."
"Syukur deh, gue kira lu bakalan ribut sama geng mereka." Icha menengok ke arah Raka, Thomi dan teman-temannya yang lain.
"Enggak lah, ngapain gue ributin mereka. Gue sendirian, mereka rame-rame. Yang ada gue babak belur dikeroyok." Aku ikut melihat ke arah sana juga.
"Iya, sih. Alhamdulillah deh kalo lu enggak apa-apa, enggak ribut juga." Balasnya.
"Eh, tapi, bapak-bapak yang jual soto baik banget, ini gue digantiin sotonya gara-gara tadi jatoh."
"Emang iya? Hahaha. Rezeki lu itu." Iya tertawa kecil.
"Iyaa. Dia baik banget, semoga dibales deh kebaikannya." Aku mendoakannya sekali lagi.
"Aamiin." Icha beranjak dari duduknya membeli segelas jus buah mangga. Lalu duduk lagi di kursiku. Aku memikirkannya, informasi cepat sekali sampai pada Icha. Mungkin kali ini ia dikabari oleh Dita lagi.
--
Support saya dengan vote, dan share cerita ini. Jangan lupa untuk Follow saya juga ya!
Ig: Rizardila
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Untukmu ✓ END
Teen FictionIni adalah kisahku, Rama. Bocah yang selalu saja dijahili di sekolah. Bocah yang mencintai gadis cantik, namun tidak mampu mendekatinya karena merasa tidak layak. Namun, setelah berkali-kali menjadi korban keisengan anak-anak di sekolah, Tuhan membe...