Setelah jam kuliah terakhirku usai aku memilih untuk menepikan mobilku di salah satu cafe di pinggir kota.
San Industrial Cafe.
Sebuah cafe 3 lantai dengan tema American industrial yang ku pastikan akan membuat betah siapapun yang berkunjung. terbukti, dengan aku yang menjadikannya tempat favorite ku semenjak highschool atau disaat-saat tertentu jika aku ingin menyendiri.
Setelah memesan secangkir Vanilla latte dan beberapa camilan ringan aku membawa makananku menuju lantai teratas. Tempat sesungguhnya yang menjadi favorite ku. Ya, rooftop. tempat yang sejujurnya di fungsikan sebagai smoking area.
Aku mengedarkan pandanganku dan tak menemukan siapapun disana selain jejeran meja dan kursi kosong, dan itu justru membuatku senang. Setidaknya aku memiliki banyak waktu untuk menghabiskan waktuku sendiri tanpa siapapun. Karna itu adalah satu-satunya hal yang aku butuhkan saat ini.
Aku memilih mendudukan diriku ditepian, menyilangkan kakiku, menyesap latte hangat dengan pemandangan sore perkotaan yang tersaji di depan mata.
Menatap langit jingga juga menghirup semilir angin sejuk yang entah mengapa selalu membawa bau khas yang kurindukan."Vanilla?" Sebuah suara dari arah punggungku berhasil membuatku terkejut dan seketika memutar tubuh dengan cepat.
Hell! Kenapa dia disini?!
"Apa yang kau lakukan disini, Ellard?" Dengusku saat menatap batang hidung nya, lagi.
Ia menaikan satu alisnya sebelum ikut mendudukan dirinya disampingku dan menatapku dengan pandangan tak berdosanya.
"Aku tak menemukan larangan yang menyatakan jika aku tak diperbolehkan masuk ke cafe ini sebelumnya" ucapnya santai. Sassy, I see...
Aku berdecak sebal.
"Whatever" gumamku seraya kembali menyesap latte hangatku dengan nikmat.
Pria itu menatap ku lekat.
"Kau baru saja patah hati?" Ucapnya dengan tiba-tiba membuat ku refleks menyemburkan kembali latte di mulutku dan terbatuk parah.
What...
Lagi, dari mana pria menyeramkan ini tahu?!
"Kau kecewa, benar?" Lanjutnya.
Aku menatapnya sangat amat horror.
Sial! Perkataannya begitu menohok hatiku.
"Jangan mengada-ngada" ucapku. berusaha menghilangkan beban di dadaku yang tiba-tiba saja kembali hadir dan terasa menyasakkan.
Ellard terkekeh di atas duduknya sebelum mulai menyesap perlahan hot mochacinno nya.
"Sebaiknya kau segera move on karna pria yang kau sesali itu sama sekali tak memperdulikan mu" gumamnya yang masih mampu ku dengar.
Fuck!
Aku menelan salivaku sebelum kembali menyesap latte ku dan menerawang jauh, berusaha mengabaikan semua ocehannya.
Tapi aku harus mengakui. Dia benar, aku baru saja patah hati.
karna lelaki yang kusukai selama highschool justru kini pergi meninggalkan ku demi melanjutkan kuliahnya di New york.Kenapa aku tak menyusulnya dan ikut kuliah disana? Tentu saja, Dad melarangku. Apalagi?
Aku mendesah panjang.
"Apa pria itu tahu kau menyukainya?" Suara Ellard kembali menginterupsi dan menarik seluruh kesadaranku untuk kembali ke bumi.
Aku menatapnya sekilas sebelum mengangguk. Dan ia kembali mendengus.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTER EGO
Romance"kau mengencani Al, Vanilla. bukan El" ucap Jasmine yang juga seorang psikolog berhasil membuat ku tersedak ludah ku sendiri. "Al?" suara ku mengulang dengan gemetar. "Ya, dia Allord. kaus, jeans, boots, rambut yang ia biarkan tergerai, konyol, mel...