Aku mengunci jiwa Allord hari ini.
Entahlah, aku hanya ingin sendiri. Menikmati suasana langit yang sedikit mendung di sebuah taman yang tak jauh dari pusat kota.Ku dudukan diriku di sebuah kursi kayu, dibawah pohon rindang yang masih saja menjadi tempat favoriteku. mataku menerawang jauh, menatap setiap anak yang bermain dan berlarian dengan anak-anak lain yang baru saja mereka temui.
Sungguh, suasana seperti ini lah yang selama ini aku rindukan. dengan dirinya yang duduk disampingku, memakan eskrim favorit, membicarakan apa saja yang kami lihat, dan saling berjanji untuk tak pernah meninggalkan.
tapi kini? Ia melanggar janjinya sendiri hanya karna hal yang tidak pernah aku lakukan.dia mencampakanku, dia menghina ku, dan menganggapku gila.
Aku tertawa miris.
Aku memang mulai mencintai Vanilla, sungguh. Tapi jauh di dasar hatiku namanya tetap ada dan tak tersentuh. entah ini karna aku yang masih mencintainya, atau karna ia yang terlalu dalam menggores luka.
Cinta atau kebencian?
Entahlah...“Xavier...” sebuah suara manis tiba-tiba saja terdengar dan membuat ku seketika meremang.
Tidak mungkin!
Aku menggelengkan kepalaku pelan mencoba mengusir segala kemungkinan yang kini terbayang dalam otakku.
hanya satu orang yang selalu memanggilku dengan nama tengah ku. dan dia kini terasa begitu mustahil!
Apa aku hanya terlalu merindukannya?
“aku kembali...” suara itu kembali kudengar di barengi dengan seseorang yang merengkuhku kedalam pelukannya.
Tenggorokanku tercekat.
“aku tahu kau akan selalu ke taman ini, aku merindukan mu” ucapnya pelan
Sial!
“kumohon, tidak lagi” ucapku seraya mencoba bangkit dan mendorong tubuhnya menjauh.
Ia menatapku tidak percaya dengan satu air mata yang lolos begitu saja dari sudut matanya.
Mata itu masih sama, manik hitam yang terlihat sangat indah untuk wajah putihnya. rambut hitam panjangnya kini hanya sepanjang bahu namun tak sedikitpun menghilangkan kesan cantiknya.
“kau mendorongku?” lirihnya pelan
Aku menelan saliva ku dengan susah payah sebelum mendengus.
“jangan panggil aku dengan nama itu lagi, Kean” gumamku padanya.
Ia segera mengusap kasar airmata di pipinya lalu mengikutiku bangkit hingga berdiri di hadapanku.
“kau tak merindukan ku?” tanyanya pelan seraya menatap manik mataku dengan sangat intens.
“setelah kau mencampakanku? tidak terimakasih” jawabku sangat dingin.
Ia tertawa getir.
“kau bohong. Dapat ku pastikan kau juga merindukanku, El” ucapnya dengan lirih.
Aku kembali mendengus lalu memalingkan wajahku ke arah lain.
“tatap mataku lalu katakan kau tak lagi mencintaiku. Apa kau bisa?” lanjutnya.
Aku menatapnya cepat.
Sial!“kau tak bisa, bukan? Aku juga mencintaimu, Ellard” tambahnya lagi seraya kembali menarikku dalam pelukannya.
Kali ini, aku tak menolak.
Karna jujur, aku juga merindukan ini.“kenapa?” ucapku pelan
“aku ingin kembali bersama mu” jawabnya seraya terus mengeratkan pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTER EGO
Romance"kau mengencani Al, Vanilla. bukan El" ucap Jasmine yang juga seorang psikolog berhasil membuat ku tersedak ludah ku sendiri. "Al?" suara ku mengulang dengan gemetar. "Ya, dia Allord. kaus, jeans, boots, rambut yang ia biarkan tergerai, konyol, mel...