“jadi?” tanyaku pada Dr.Reiza yang sedari tadi sibuk membolak-balik berkas pemeriksaan Keanna di tangannya setelah aku menanyakan langsung tentang keganjilan perihal kondisi gadis itu belakangan ini.
“aku rasa ia tak meminum obatnya rutin, El” jawab Dr. Reiza tanpa menolehkan wajahnya sedikitpun padaku.
Aku menaikan satu alisku
“apa? Bukannya ia harus tetap bergantung pada obat-obatan itu seumur hidupnya?” kataku memastikan.
“ya, itu benar dan mutlak. tapi disini aku mendapatkan virus di dalam tubuhnya semakin berkembang, bukan pasif saat Keanna rutin meminum obatnya“ jelasnya.
Ia mengangkat wajahnya lalu menatapku sendu“tanyakan padanya, aku yakin ada sesuatu yang mendasari nya hingga ia tidak meminum obatnya sendiri” tambahnya.
aku mengerutkan dahiku bingung.
ada apa dengan Keanna hingga ia begitu ceroboh dengan hidupnya seperti ini?
“baiklah, aku akan menemui Keanna di ruangannya, aku permisi” pamitku seraya bangkit dari kursiku. Dr. Reiza tersenyum lalu menganggukan kepalanya dua kali.
***
“El...” sebuah suara lemah menyambutku saat baru saja aku memasuki ruangan inap Keanna.
Ia tengah berbaring lemah disana dengan kantung infus di kedua pergelangan tangannya. Sudah satu minggu ia disini dan sama sekali tak memperbaiki kondisinya. matanya menatapku dengan sayu, pipinya semakin tirus setiap harinya.
Aku teringat perkataan Dr. Reiza yang menyatakan jika Virus di dalam tubuh Keanna lah yang menyebabkan sistem daya tahan tubuhnya hancur, sehingga menyebabkan beberapa bakteri menyerangnya. pemeriksaan terakhir menemukan ada bakteri opurtunis yang sudah sampai di paru-parunya dan lama kelamaan akan menimbulkan infeksi atau dalam bidang kedokteran menyebutnya pneumonia. ya infeksi paru-paru. Dan bukankah itu mengerikan?
“kenapa kau hanya berdiam diri disana?” suara Keanna kembali membuatku tersadar dari lamunan ku.
aku segera menggeleng pelan dan berusaha menyingkirkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi padanya. memaksakan sebuah senyum aku berjalan pelan mendekati ranjangnya.
“bagaimana kabarmu?” tanyaku seraya menggenggam jemari ringkihnya.
“aku baik-baik saja” jawabnya dengan seutas senyum tipis di bibir pucatnya.
Aku tersenyum getir.
Kau jelas tidak baik-baik saja Keanna.
“aku membawakanmu cotton candy favorite mu” ucapku seraya memberikannya sebuah plastik putih berisikan permen kapas yang sedari dulu menjadi makanan manis kegemarannya. setelah es krim strawberry tentu saja.
Ia segera menatap ku dan kantung di tanganku dengan mata berbinar.
“kau masih mengingat nya?” lirihnya dengan mata berkaca.
“hey, kenapa kau menangis? tentu saja aku mengingatnya” ucapku seraya mengusap rambut nya pelan.
Oh lihat lah, rambut tebalnya pun sekarang terlihat tipis dan sedikit kusam tak terawat.
“terima kasih..” lirihnya kembali membuatku menatapnya dengan sebuah senyum tipis nan tulus.
“tak perlu sungkan, sekarang makanlah” ucapku seraya membukakan plastik pembungkusnya lalu menyerahkan gumpalan pink menggiurkan itu di tangannya.
“aku senang dapat kembali merasakan ini sebelum aku pergi” ucapnya disela suapan lahapnya.
Aku memandangnya tajam karna kalimat ambigunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTER EGO
Romance"kau mengencani Al, Vanilla. bukan El" ucap Jasmine yang juga seorang psikolog berhasil membuat ku tersedak ludah ku sendiri. "Al?" suara ku mengulang dengan gemetar. "Ya, dia Allord. kaus, jeans, boots, rambut yang ia biarkan tergerai, konyol, mel...