Han Sua tersenyum bahagia. Bahagia bukan main.
Merasa baru saja bermimpi begitu indah ketika melihat Taehyung duduk lebih lama di sisinya. Mereka memiliki malam yang cukup baik beberapa hari ini ketika Taehyung tidak pergi kemana pun untuk alasan apapun selain bekerja. Ia hanya pergi meninggalkan Sua saat fajar, ketika Sua selesai memasak untuk sarapan pagi, menghabiskan sarapan bersama Sooji dengan banyak hal yang dapat mereka bicarakan, meledakkan tawa bahagia ke penjuru apartemen, memasangkan dasi untuk Taehyung, kemudian mengantar pria itu berangkat sampai di pintu depan, tak lupa sebuah kecupan manis untuknya juga Sooji sebelum Taehyung benar-benar pergi, lalu di sore yang manis, tatkala senja berangsur turun dari atas langit, Taehyung akan kembali lagi untuknya di sana.
Seolah-olah mereka sudah melakukannya dengan cara yang benar.
Sua bahkan merasakan kebahagiaan itu merangsek masuk ke dalam setiap pembuluh darahnya. Apa ini yang dinamakan dengan keluarga kecil yang sesungguhnya? Jika memang seperti itu, Sua hanya berharap bahwa kebahagiaan ini tidak berakhir dengan cepat.
Jadi dengan sisi egoisnya yang mulai mendominasi saat Taehyung tinggal di sisinya lebih lama membuat Sua menjadi sedikit was-was juga berpikir cukup licik untuk segera menuntaskan hal ini sehingga ia bisa menyimpan Taehyung untuk dirinya sendiri.
Malam itu Taehyung terlihat jauh bersemangat dari malam sebelumnya. Sua sendiri tidak mengerti karena apa, hanya saja saat Taehyung bergerak cukup intens di atasnya dengan bahu yang naik turun secara cepat, menggerakkan tubuhnya degan cukup menggila, menutup mata di sela-sela desahannya yang memenuhi penjuru kamar, Sua tahu bahwa Taehyung hanya menginginkan dirinya lebih dari apapun. Rambut hitamnya yang sedikit panjang terlihat lapek terkena keringat, sudah sekitar dua jam mereka melakukannya tanpa henti, tetapi Taehyung sepertinya masih betah berlama-lama di sana.
Taehyung menggigit bibirnya tatkala merasakan gelombang itu hampir datang padanya. Tubuhnya yang berkilauan akibat keringat terlihat semakin gusar memompa, kemudian ia melenguh hebat seraya melebarkan kedua matanya berusaha menahan seluruh kesadarannya di sana. Tetapi Taehyung gagal. Lagi-lagi ia gagal mengunci wajah Sua di dalam ingatannya sehingga yang ia lakukan demi menebus kemarahan di dalam dirinya, ia beringsut semakin sinting, mendekap erat hingga wanita itu nyaris kehilangan napas, tangan kekar pria itu meraih dagu Sua, sekali lagi berpagutan, begitu panas, saling mendominasi, seolah-olah tengah mencoba untuk melepaskan seluruh kekacauan di dalam dirinya.
Hanya saja, diantara pagutan panas itu, diantara decap yang perlahan menghilang di udara, Taehyung ambruk di sisi Sua dengan rasa frustrasi hebat. Mendadak terkesiap kemudian meraskan nyeri menyerang dadanya. Sudah selesai. Semuanya sudah terlambat.
"Aku mencintaimu, Tae." Dia bergumam sangat lirih. Menatap prianya yang tengah berbaring menatap langit-langit kamar dengan wajah datar membuatnya menjadi sedikit takut, kemudian menarik wajah Taehyung ke arahnya, mengunci tatapan pria itu rapat. "Aku bahagia saat kau di sini bersamaku. Biar kutebak, kau juga merasakannya, 'kan?"
Alih-alih tersenyum, Taehyung hanya mengangguk singkat, mengecup wajah Sua lembut seraya meyakinkan perasaannya bahwa yang sejak tadi ada di atas kendalinya adalah Han Sua bukan Naeul. "Terima kasih karena sudah bertahan selama ini untukku."
Wanita itu tersenyum di dalam dekapan Taehyung, merasakan kulit basah mereka saling bersinggungan di bawah selimut, merangsek lebih dalam kemudian mengangguk pelan. "Aku melakukannya untukmu."
Taehyung berhenti sejenak. Ia bahkan tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Pria itu menatap lekat wajah Sua─harus mengakui diam-diam bahwa ia mencintai wanita itu dan menginginkannya untuk diri sendiri.
"Apa kau masih memikirkannya?"
Pria itu berpikir sejenak. Mencoba meraih pertanyaan itu untuk ditelan. "Siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hellebore
Fanfiction[SUDAH DIBUKUKAN] [COMPLETED] Kim Taehyung selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa dia telah melakukan semua hal dengan amat baik. Ketika senja di penghujung musim panas yang menyengat, dia berubah menjadi lelaki hipokrit, kemudian mulai berpikir...