Isi kepala Taehyung saat ini mungkin menjadi sedikit lebih tenang, tetapi tetap saja, pikirannya masih tertuju pada kejadian beberapa jam yang lalu saat ia menemukan ponsel Naeul dengan sebuah pesan aneh yang dikirimkan oleh seseorang bernama Park Jimin yang mengatakan bahwa ia ingin menemui istriya.
Percakapan konyol macam apa yang mereka lakukan, Taehyung bahkan nyaris meledakkan seisi rumah saat menemukan pesan tersebut tergulir lebih jauh dan menemukan bahwa Naeul bahkan menghabiskan banyak waktu menyenangkan bersama seseorang yang bernama Jimin itu saat ia tidak ada di sana.
Lucu sekali. Taehyung bahkan tidak pernah semarah ini pada Naeul sekalipun wanita itu kerap kali mengabaikan perasaannya. Tidak sama sekali. Tetapi hari ini, Taehyung benar-benar meledak, seperti ada sesuatu yang berhasil menarik pelatuk di dalam dadanya sehingga bom di dalam dirinya meledak kemudian membakar seisi kepalanya.
Taehyung mengetukkan pena ke atas meja kerjanya dua kali, keringat dingin terasa bercockol di pelipis saat ia menggigiti bibirnya, menahan gejolak aneh yang mulai menggulung badai di dalam kepalanya.
Sial. Padahal Taehyung hendak melarikan seluruh pikiran buruknya dengan bekerja, tetapi justru terjebak diantara perasaan jengkel juga tidak nyaman di waktu yang bersamaan. Jadi, sebelum hal ini bertambah buruk, Taehyung beranjak dari kursinya, melepaskan beberapa kancing teratasnya, meninggalkan paper yang jatuh berserakan di atas lantai ketika tak sengaja disenggol oleh tubuhnya yang mendadak terasa ngilu. Dia kemudian berjalan menuju lemari kecil di sudut ruangan, mengeluarkan beberapa botol obat, kemudian menenggak beberapa yang berwarna putih dengan sedikit terburu-buru, tanpa menggunakan air.
Jelas terlihat bagaimana Taehyung berusaha dengan baik menahan semuanya seorang diri, menerima seluruh rasa sakit yang menyerang setiap bagian dari sendinya kemudian memblokade laju pernapasannya sehingga yang tersisa saat ini hanyalah separuh dari napasnya yang tercekal di dalam kerongkongan, bernapas seperti orang bodoh hingga membuat matanya memerah, nyaris memuntahkan kembali obat yang baru saja ia telan. Tetapi ketika dia memejamkan matanya, menarik satu hela napas panjang saat merasakan nyeri itu berangsur menghilang tergantikan dengan hela napas pendek, Taehyung tahu bahwa ia baru saja berhasil menyelamatkan dirinya hari ini. Kendati merasakan seluruh sendinya melemah hingga membuatnya merosot menemui dinginnya marmer, kabar baiknya adalah obat itu cepat bekerja.
Ah, ini tidak bagus.
Tepat saat dia mendapatkan kesadarannya kembali, mendadak pintu ruangannya terbuka, menampilkan sosok wanita menatapnya yang baru saja melewati satu fase kritis dengan wajah sendu juga gurat khawatir yang mendadak timbul ke permukaan.
Sua berlari cepat menghampiri Taehyung yang duduk bersandar di sudut ruangan, menjatuhkan tas tangannya secara asal kemudian meraih tubuh setengah menggigil itu dengan kepayahan. "Sayang, kau dengar aku?"
Pria itu terkesiap. Kedua netranya mendadak terbuka dengan setengah sekarat namun apa yang dilihatnya bukan lagi hal yang sama dari mimpi manis yang sempat menerbangkan seluruh kegelisahan di dalam dirinya. Kemana? Pikirnya. Pria itu kemudian baru saja menyadari bahwa dia sudah duduk di atas lantai cukup lama hingga merasakan permukaan bokongnya terasa sedingin es.
Tidak, itu semua sudah berlalu.
Rasa takut kemudian membuncah luar biasa, apalagi ketika ia menemukan netra yang diselimuti oleh kabut kekhawatiran tengah menatap penuh ke arahnya, memeluk tubuhnya erat kemudian yang Taehyung rasakan selanjutnya hanyalah jantungnya yang nyaris melompat keluar kemudian jatuh berserakan di dekat kakinya saat menyadari bahwa semuanya baru saja berakhir. Tidak. Tidak ada lagi kehangatan yang pernah ia rasakan dulu. Jadi sekarang, dia hanya perlu melupakannya seperti cara kerja obat yang baru saja selesai menetralisir seluruh nyeri yang menyerang tulang-tulangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hellebore
Fanfiction[SUDAH DIBUKUKAN] [COMPLETED] Kim Taehyung selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa dia telah melakukan semua hal dengan amat baik. Ketika senja di penghujung musim panas yang menyengat, dia berubah menjadi lelaki hipokrit, kemudian mulai berpikir...