Hi, hellb's!
Seneng banget chapter kemarin rame sama pendapat kalian secara pribadi. Makasih banyak udah ikut berpartisipasi, aku jadi bisa tau banyak sudut pandang melalui jawaban kalian. Borahae 💜
Ps. tapi tenang aja, alur cerita yang sudah aku susun mateng-mateng sampai tamat gabakal berubah kok karena jawaban salah satu kalian, jadi intinya tidak ada hal yang bisa mempengaruhi isi cerita, jangan khawatir yah teman-teman ✨
#
Taehyung mungkin bisa tersipu malu dengan kedua bongkah pipi merona ketika merasakan dadanya berdesir. Hal yang jarang sekali terjadi, tetapi dia melakukannya dengan sangat kentara, apalagi ketika diam-diam tersenyum sembari curi satu tatapan dari lawannya yang tengah berjalan tenang di sisinya. Rasanya sudah lama sekali sejak hari itu.
"Aku tidak berpikir bahwa kau akan mengajakku ke tempat ini Tuan Kim." Dia berkata nyaris sangat tenang. Naeul sejujurnya merasakan jantungnya memompa lebih keras ketika tahu Taehyung membawanya ke sebuah tempat yang pernah menjadi bagian terbaik di dalam hidupnya. Dia memiliki sebuah kenangan yang hidup di sana, jadi, ketika harus kembali ke tempat itu bersama orang yang pernah menorehkan manis juga sakit bersamaan di dalam hidupnya, Naeul menjadi sedikit limbung, tetapi dia berhasil menyesuaikan semua keadaan dengan amat baik.
"Aku ingin menunjukkan sebuah tempat yang bagus padamu." Lagi dia tersenyum. Sangat lebar. Sampai-sampai Naeul merasa begitu muak untuk menatapnya dalam detik yang berlalu.
Bagaimana? Bagaimana bisa dia tersenyum seperti itu di tempat seperti ini?
"Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan. Aku pikir kita datang ke tempat ini hanya buang-buang waktu saja." Naeul hendak ambil satu langkah untuk berbalik dari sana, dia tidak ingin tinggal lebih lama, semuanya terasa sangat menyakitkan, tetapi Taehyung justru menarik tangannya. Genggamannya erat, Naeul sampai harus berbalik demi menatapnya dengan sangat bingung.
"Aku hanya ingin mengatakan sesuatu."
Naeul membalas, "Kita bisa bicarakan nanti."
Suhu diantara mereka menjadi sangat tinggi. Musim panas mungkin penyebabnya, tetapi bagi Naeul, setiap sudut di dalam sana rasanya sangat pengap. Menatap pada gundukan tinggi dengan nisan bertuliskan namanya. Ini seperti mengorek lebih banyak luka yang hampir sembuh darinya.
Si wanita masih berusaha melarikan diri saat si pria membuka mulut, "Seseorang yang sangat berarti bagiku terbaring di sini. Aku melihatnya dilalap oleh jilatan api, mati dengan cara yang menyedihkan, sementara aku hidup lebih baik darinya." Taehyung mengalihkan tatapan, menatap pada gundukan yang mulai berlumut dengan air muka yang sulit untuk dikatakan. "Aku kehilangan dirinya, juga diriku secara bersamaan."
"Apa maksudmu?"
Tangannya terlepas, merogoh saku kemudian memberikan selembar foto pada Naeul. Si wanita menerimanya, merasa perlu untuk berpura-pura terkejut saat mengatakan dengan gugup, "S-siapa wanita ini?"
Barangkali sejak awal Taehyung sudah menjadi gila ketika datang ke pemakaman dengan senyum menggantung manis pada bibirnya, tetapi dia tidak bercanda, apalagi saat menatap pada kedua netra Jooha yang menuntut sebuah penjelasan yang sudah ia ketahui. "Dia adalah alasan mengapa aku menatapmu seperti itu sejak awal." Taehyung berusaha untuk tetap tenang ketika melanjutkan, "wajahmu sangat mirip dengannya. Aku pikir, dia hidup kembali dan datang padaku."
Sayangnya, wanita yang kini bersamanya, berdiri tepat di hadapannya adalah sosok yang sama, hanya saja Taehyung tidak tahu. Dia benar-benar percaya bahwa Naeul benar-benar mati, tubuhnya dibakar, dan abunya ditanam di sana. Ya, dia percaya sebab dia melihatnya sendiri. Dia melihat bagaimana tubuh kaku itu bergerak masuk ke dalam lubang pembakaran, perlahan api melalap pakaiannya, rambutnya juga kulitnya, hingga yang tersisa hanyalah serpihan debu yang nyaris diterbangkan angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hellebore
Fanfiction[SUDAH DIBUKUKAN] [COMPLETED] Kim Taehyung selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa dia telah melakukan semua hal dengan amat baik. Ketika senja di penghujung musim panas yang menyengat, dia berubah menjadi lelaki hipokrit, kemudian mulai berpikir...