[akan double update malam ini. jadi, yuk, ramein chapter ini dulu sebelum chapter selanjutnya update.]
***
Hal terakhir yang Naeul ingat sebelum mendadak merasa begitu sesak sampai-sampai kesulitan untuk bernapas adalah wajah serius Seokjin juga fakta-fakta yang berhasil dilemparkan. Kali ini dia mencoba mengingat semua fakta itu satu persatu, mencoba mencocokkan dalam tiap bagian, menuliskan semua hal yang dia ingat ke atas kertas, hingga seluruh meja mendadak menjadi sangat kotor. Ada banyak sampah kertas, juga pena yang tintanya sudah kosong─fakta baiknya adalah Naeul yang mungkin menghabiskan dua jam waktunya pagi itu dengan duduk mencari cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Kau tidak sedang membuat strategi menjebak seorang penjahat kelas kakap, bukan?" Jungkook masuk dengan kaus putih berlengan panjang yang lengannya kebesaran juga celana training hitam. Berjalan mendekati meja Naeul seraya memukul pelan dahi wanita itu karena tidak menanggapi ocehannya. "Hei, kau tidak mati 'kan?"
Tetapi syukurlah dia tidak benar-benar mati, pikirnya. Jungkook sendiri masuk tanpa mengetuk lebih dulu bukan karena ingin menerobos seenaknya, tetapi dia hanya sedikit terburu-buru memastikan bahwa Naeul masih bernapas ketika dia meletakkan jari telunjuk di depan hidung wanita itu. "Oh, masih hidup."
"Berhenti bercanda, Jung." Masih tidak begitu peduli tentang kehadiran Jungkook, wanita itu masih terus meletakkan fokus pada lembaran kertas di hadapannya, setengah mengerutkan kening karena merasa sedikit pusing. "Jangan menggangguku, aku tidak punya permen lolipop atau balon untukmu."
"Noona pikir aku seorang balita?"
"Hm." Mengangguk cepat seraya sibuk menuliskan sesuatu. "Kau terlihat seperti seorang bicah di bawah lima tahun yang minta diajak bermain. Daripada menggangguku, sebaiknya pergi pakai minyak telon lalu tidur siang."
Naeul mendengar Jungkook mendecih sebal. Rasanya menyenangkan bisa mengganggu Jungkook yang nampak sangat serius. Yah, salahkan wajah bayinya yang selalu membuat Naeul merasa tengah membesarkan seorang bayi.
"Tsk. Jangan mengejekku, Noona."
Mungkin beberapa waktu yang lalu Naeul masih mengejek Jungkook dengan wajah dipalingkan, tetapi mendengar suara lucunya yang terdengar setengah merajuk lucu membuat wanita itu mendadak menghentikan aktivitasnya, berbalik menatap Jungkook yang masih berdiri di belakangnya seraya mengangkat kedua alis menyentuh dahi. "Bukankah faktanya seperti itu?"
"Aku bukan bayi. Justru aku yang bisa membuat bayi." Jungkook mungkin sedikit serius ketika mengatakan hal tersebut, tetapi nyatanya Naeul justru semakin terkikik geli mendengar penuturan menggemaskan Jungkook yang sulit untuk ia tinggalkan. "Lagipula aku tidak datang untuk mengganggu. Di ruang tengah sudah ada Nyonya Kim dan Hoseok Hyung."
Barangkali beberapa detik yang lalu Naeul masih dapat bercanda bersama Jungkook, tetapi ketika mendengar dua orang penting yang sudah dia tunggu sejak pagi membuat isi kepalanya mendadak kembali menjadi lebih serius. "Oh, benarkah? Baiklah, terima kasih, Jung."
Naeul bangkit seraya menarik napas cukup dalam saat melangkah keluar dari ruang kerja Jimin yang dia pinjam untuk dibuat sangat berantakan. Saat tiba di ruang tengah, dia mendadak tersenyum saat melihat Nyonya Kim duduk di atas sofa panjang berwarna hitam ditemani Hoseok juga Jimin yang sudah tenggelam diantara tumpukan kertas yang lumayan tinggi. Si wanita berjalan ke arah Nyonya Kim, memeluk mantan ibu mertuanya singkat sebelum ikut duduk di atas sofa yang sama.
"Aku dengar kau mendapat banyak informasi dari Seokjin kemarin. Apa semuanya sudah berhasil kau temukan titik terangnya?" Hoseok yang saat itu sudah menanggalkan jas, menyisakan kemeja biru langit dengan sebagian kancing atas yang terbuka, kedua lengan yang digelung mencapai siku dan kacamata bertengger manis di atas batang hidung terlihat benar-benar serius─nyaris terlihat seperti saat ia duduk di ruang persidangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hellebore
Fanfiction[SUDAH DIBUKUKAN] [COMPLETED] Kim Taehyung selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa dia telah melakukan semua hal dengan amat baik. Ketika senja di penghujung musim panas yang menyengat, dia berubah menjadi lelaki hipokrit, kemudian mulai berpikir...