Dan pada akhirnya, semua harus berakhir.
***
Ada banyak hal yang sulit untuk dimengerti. Hal itu pula yang selalu menjadi pertanyaan di dalam kepalanya. Rasanya hidup ini benar-benar membingungkan. Padahal dia hanya perlu bernapas untuk tetap bertahan hidup, tetapi rupanya Tuhan tidak ingin membuat semuanya menjadi semudah itu untuk dijalani. Mengingat hal itu sukses membuat Naeul merasa sangat bangga pada diri sendiri atas pencapaiannya. Dia melakukannya dengan sangat baik untuk bisa berada di tempat ini.
Benar bukan?
Jadi coba katakan bahwa kau setuju tentang hal itu?
Bumi menggantung langit kelabu saat ia sampai. Padahal Naeul sempat duduk cukup lama di stasiun saat kereta yang ia tumpangi kembali menyisir rel meninggalkan dirinya yang terduduk di sisi peron seraya memandangi langit, lantas berpikir setengah ragu apakah dia harus melakukan hal ini? Tetapi jawaban yang ia dapatkan melalui laci hatinya tentu saja menjawab ya untuk pertanyaan tersebut.
Dia sudah sampai di Seoul, jadi, mari temui Taehyung.
Nyonya Kim menelepon saat ia hampir sampai di pintu keluar stasiun, mengatakan bahwa wanita paruh baya itu sudah menyewa seorang supir untuk menjemput dan mengantarnya. Padahal Naeul ingin melakukannya sendiri, tetapi mengingat bahwa Nyonya Kim mungkin akan melalukan aksi protes jika dia menolak hal tersebut, Naeul hanya bisa pasrah saat mobil yang dimaksud sudah membelah jalanan Seoul yang sedikit licin ditutupi salju.
Agaknya hari ini salju tidak akan turun sebanyak kemarin, untuk itu Naeul memilih membuka sarung tangan yang ia kenakan, meletakkan benda itu di sisinya dan sialnya, benda itu tertinggal sesaat setelah Naeul masuk ke dalam lobi rumah sakit lalu menyadari bahwa mobil tersebut sudah menjauh dari sana.
Sial sekali, bukan?
Tetapi rasanya Naeul terlalu cepat merasa kesal saat itu, mengingat bahwa dia sendiri justru telah sukses membuat seseorang di luar sana terjaga bersama isi kepala yang berceceran, mencari panik, kemudian merasa kesal setengah mati.
Ahn Naeul seharusnya tidak membiarkan Jimin tahu bahwa pagi ini ia kembali ke Seoul─tidak tanpa persetujuan juga pamit darinya. Wanita itu menatap ponselnya yang bergetar, lampu led terus berkedip saat panggilan-panggilan beruntun itu masuk. Rasanya Naeul sudah tidak dapat menghitung lagi seberapa banyak panggilan Jimin yang tidak terjawab juga pesan yang masuk secara bertubi-tubi. Hal ini sukses membuat Naeul diam-diam tersenyum geli. Dasar pria bar-bar.
Ini adalah panggilan ke seratus dua puluh lima sejak tiga jam terakhir, juga pesan ke tiga ratus satu sejak terakhir kali Naeul membuka dan menutupnya tanpa membalas satu pun. Tetapi faktanya, Naeul memang harus melakukan hal tersebut jika ingin menyelesaikan semuanya dengan amat baik. Jadi, demi meredam kegelisahan Jimin (meski tidak menutup kemungkinan bahwa pria itu mungkin akan segera menyusulnya detik itu juga) Naeul benar-benar menonaktifkan ponselnya lalu kembali memasukkannya ke dalam saku saat mendengar gemuruh yang sukses menghancurkan seluruh suasana dengan amat baik.
Hal ini membuat Naeul diam-diam jadi kembali memikirkan Jimin dan mendadak membayangkan bagaimana ekspresi Jimin saat ini. Bibir yang digigit sebal, juga mata kecilnya yang menyipit. Ketimbang membuat Naeul takut, ekspresi Jimin justru terkesan sangat menggemaskan. Dia jadi teringat bagaimana eskpresi gugup pria itu malam tadi selepas menciumnya, rasanya meninggalkannya sebentar sudah sukses membuat perasaan rindu menyebar ke dalam setiap lapisan peredaran darahnya. Menggemaskan sekali.
Mendadak menghentikan langkah, Naeul terdiam selama hampir sepuluh detik. Dia memandangi sosok tinggi yang berdiri di sisi danau buatan, di bagian timur institut kesehatan tersebut. Memandangi seorang pria yang sudah lama tidak ia temui secara personal sebagai diri sendiri. Mungkin ini akan terasa sedikit canggung nantinya, Naeul hanya berharap cuaca di luar sana tidak akan membuat suasana diantara mereka menjadi beku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hellebore
Fanfiction[SUDAH DIBUKUKAN] [COMPLETED] Kim Taehyung selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa dia telah melakukan semua hal dengan amat baik. Ketika senja di penghujung musim panas yang menyengat, dia berubah menjadi lelaki hipokrit, kemudian mulai berpikir...