Chapter 19

10.1K 1.6K 1.3K
                                    

"Apa kau benar-benar yakin bahwa dia adalah anakku?" Naeul mendadak berhenti melangkah tatkala Taehyung mengatakan hal tersebut dengan begitu mudahnya. "Bukankah kau pergi menemui pria bernama Park Jimin itu selama aku tidak ada. Bisa saja kau juga melakukan hal itu dengannya, bukan? Ingat, selama kita bersama, memangnya hal seperti itu bisa terjadi? Jangan konyol! Aku yakin dia bukan anakku."

Taehyung berbalik, menatap punggung Naeul yang terlihat jauh lebih ringkih dari bayangannya, tertawa sarkastik ketika wanita itu ikut berbalik kemudian menatapnya sengit dengan gumpalan kekecewaan merangsek melalui tatapan matanya. "Ah, apa? Dia hanya sahabatku, Kim. Kau pikir aku akan melakukan tindakan rendahan seperti apa yang kau lakukan sampai menghasilkan seorang anak? Jangan bercanda."

Ah, dia benar-benar mengatakan hal itu melalui mulutnya.

"Apa yang baru saja kau katakan Ahn Naeul?" Taehyung menatap marah, gulungan awan hitam mulai datang di atas kepalanya sementara dia meminta Sua untuk membawa Sooji pergi dari sana.

Melihat bagaimana Taehyung berkata lembut pada putri kecilnya, juga pada Sua ntuk pergi menunggu di dalam mobil, sedang dia tengah mencoba menyelesaikan masalah di sana membuat Naeul tersenyum getir. Terlalu banyak rasa sakit yang menggumpal di dalam dadanya, seolah-olah ada sesuatu hal yang sangat besar tengah menghimpit dadanya begitu kuat. Wanita itu hanya memalingkan wajah saat melihat Taehyung menyentuh wajah wanita lain di hadapannya, tertawa pelan bersama airmata yang nyaris membobol keluar dari kedua pelupuk matanya yang panas.

Menyedihkan. Rasanya seperti Naeul adalah orang ketiga di sana yang tengah mencoba mengganggu keluarga kecil Taehyung, nyaris membuatnya terpingkal hingga mengeluarkan air mata.

"Jangan pernah merendahkan Han Sua seperti itu." Taehyung menatap Naeul dengan tatapan yang tak pernah Naeul lihat sebelumnya. Seolah-olah tidak ada lagi tempat berarti untuknya di dalam tatapan itu.

"Oh, manis sekali mendengar kau mengatakan hal tersebut, Kim."

"Jangan memancing emosiku."

"Memang aku melakukan apa? Jangan bersikap seperti orang yang tak pernah melakukan apapun, oke?"

"AHN NAEUL!"

"Oh, apa yang dia lakukan sampai membuat Taehyungku yang dulu selalu bersuara rendah mendadak menjadi seperti ini? Apa dia sudah meracuni otakmu?" Naeul tersenyum merendahkan. "Ah, aku lupa. Dia sudah melakukan banyak hal bersamamu, bukan? Anak itu bahkan hasilnya. Lucu sekali!"

Sepanjang hidupnya mengenal Taehyung, Naeul tidak pernah melihat pria tersebut semarah ini, terlebih menyebut namanya dengan cara yang semenyakitkan itu.

Tetapi hal menyakitkan selanjutnya yang ia terima adalah Taehyung yang melangkah dengan cepat ke arahnya kemudian menampar wajahnya keras, keras sekali hingga membuat sudut bibirnya mengeluarkan cairan kental yang rasanya seperti besi berkarat saat tak sengaja tertelan. Benar. Semuanya sudah selesai. Diantara mereka sudah selesai, nyaris tidak ada lagi sisa cinta yang akan menyelamatkan. Jadi, di tengah-tengah kemarahan Taehyung yang memuncak, diantara rasa sakit yang menyerangnya, Naeul justru meluruhkan seluruh kekuatannya detik itu juga, menatap Taehyung dengan wajah sendu, sementara air mata mulai bergerak turun di sisi wajahnya yang pasi.

"Selesai sudah, Kim. Aku menyerah padamu." Dia mengatakan hal tersebut dengan senyum manis sekaligus terluka, dan mendadak Taehyung membeku, menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan besar.

Taehyung merasakan jantungnya nyaris berhenti berdetak. Pria itu melebarkan kedua mata, begitu terkejut dengan sebuah insiden yang baru saja ia lakukan dengan wajah menegang.

Naeul sontak memacu langkah, setengah berlari dengan pandangan buram yang dipenuhi air mata. Pada malam yang merangsek naik, diantara nyeri yang menyerang setiap sendi, juga wajahnya yang lebam dan bibir yang terluka, diantara rasa sakit yang menghancurkan seluruh perasaannya, Naeul meloloskan air matanya tak terkendali. Sementara dia mencoba melarikan diri dari sana, Taehyung berhasil menyusul, mencengkeram tangannya dan menghadap wajah itu dengan perasaan terluka.

HelleboreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang