Bagian 6

1.7K 98 3
                                    

Sesuatu yang berharga tidak harus dimiliki. Tetapi, harus dijaga.

Tak...takk...takk...
Huh...

Rubi berlari menuruni tangga, menelusuri tiap-tiap koridor guna mencari Aray. Tanpa sadar dia menjadi sangat khawatir.

"Kamu kemana Ray?" hanya bisa mengucap dalam hati.

Buuuggg...brakkk...

"Aw," pekik Rubi. Karena sibuk dengan rasa sakitnya, Rubi tak peduli pada seseorang berperawakan besar yang dia tabrak tadi. Hingga sebuah uluran tangan mengarah padanya.

Rubi menengadah, menatap aneh laki-laki dengan alis tebal di hadapannya. Tanpa ragu dia pun meraih tangan itu dan berdiri.

"Hati-hati makanya, emang gue gak kelihatan?" protes laki-laki itu.

"Maaf," ucap Rubi lalu pergi tanpa menghiraukan lebih lanjut laki-laki tadi. Dia hanya fokus pada satu yang dia cari, Aray.

Rubi kembali berkeliling, di koridor yang ramai dia berlari dengan wajah cemas. Sampai akhirnya...

Tatapannya jatuh di ujung, pada seseorang yang juga tengah bingung mencari. Rubi tersenyum lega, dia menemukannya. Di antara keramaian, dia hanya fokus pada satu, Aray.

Mata mereka bertemu, dengan senyum yang semringah Aray berlari menghampiri Rubi, tapi...

"Hey Rubi, ngapain di sini?"

Senyum Rubi hilang, beralih dengan wajah datar bercampur bingung.

Aray terhenti, seseorang tiba-tiba menghalangi jalannya.

"Siapa?" tanya Rubi.

"Lupa ya, aku Raga yang tadi ketemu di depan toilet."

"Oh." Rubi mengabaikan Raga dan hendak menemui Aray yang sedang berkacak pinggang di belakang Raga.

"Eh mau kemana?" ucap Raga sambil menahan tangan Rubi.

Aray menggertakkan giginya, rasa ingin nampol tapi gak bisa kena.

"Misi kak, ada urusan." ucap Rubi lalu pergi, sebelum itu dia mengedipkan matanya sebagai isyarat agar Aray ikut.

"Pulang nanti kutunggu di gerbang ya!" teriak Raga, namun tak mendapat respon dari Rubi.
.
.
.
"Kamu kemana sih, pake ngilang segala. Kamu kira gak susah apa nyari hantu ilang!" omel Rubi.

Aray malah tersenyum mendengar ucapan Rubi, sedangkan Rubi telah memasang wajah cemberut sedari tadi.

"Jadi kamu nyariin aku?" tanya Aray sambil senyum kegirangan.

Rubi sedikit kaget, mengalihkan tatapannya ke bawah lalu berkata, "Iya lah," dengan malu.

"Ciye khawatir," goda Aray sambil menjawil-jawil lengan Rubi.

"Ih apa-an sih, serem banget tau gak."

"Suka ya sama ku, ngaku deh. Ciye Rubi."

"Ih, enggak ya. Aku masih waras, gak mungkin suka sama hantu."

"Serius?" tanya Aray sambil mendekatkan wajahnya.

"I-iya."

"Kalo gitu, aku bakal bikin kamu gak waras."
.
.
.

"Dari mana Bi?" tanya Meta.

"Toilet."

"Bohong, Aray tu siapa? lo punya pacar tapi gak ngasih tau gue!"

"Hah?" pipi Rubi memerah, wajanya terasa panas.

"Tuh kan pipi lo merah."

Rubi memegangi wajahnya dan menoleh kebelakang. Untung saja, dia tadi menyuruh Aray pergi. Terserah pergi kemana dia, yang jelas Rubi tidak ingin Aray menyaksikan wajahnya memerah seperti ini.
.
.
.
Kringggg...
Bel telah berbunyi, setelah hari yang panjang akhirnya waktu pulang tiba.

"Mau nebeng gue gak?" ajak Meta.

"Bo-"

"Dia pulang sama gue!" ucap Raga yang tiba-tiba menggandeng tangan Rubi.

Rubi dan Meta sama-sama kaget.

Meta menyenggol tangan Rubi dan berbisik.
"Lo pacaran sama Kak Raga?"

"Eng-"

"Doain aja Met," sahut Raga.

"Gila, denger aja ni bocah."

"Heran ya karena gue denger?" tanya Raga.

Rubi tak paham situasi ini, jadi dia hanya diam. Sedangkan Meta gelagapan karena Raga dapat membaca pikirannya.

"Kakak cenayang ya!" tuduh Meta  sambil mengacungkan telunjuknya.

"Enggak, aku dokter."

"Dokter?" ucap Rubi dan Meta berbarengan.

"Iya, dokter cintanya Rubi." Ucapnya sambil menjawil dagu Rubi dengan telunjuknya.

Rubi melongo, sedangkan meta tertawa lepas mendengar gombalan Raga.

"Kak, kakak kan sama Rubi, bolehlah jodohin aku sama temen kakak." Pinta Meta sambil mengedipkan matanya. Sontak Rubi geram dan mencubit kawan genitnya ini.

"Ih sakit tau," protes Meta pada Rubi.

"Boleh ya kak?"

"Temen yang mana emang?"

"Itu, yang ganteng terus alisnya tebel. Huh manis banget," ucap Meta kegirangan.

"Ooohhh, Jiwa?"

"Hehehehe."

"Bisa diatur, sahabatmu kubawa pulang dulu ya, dahhh." Raga melambaikan satu tangannya dan tangan yang lain masih menggandeng Rubi. Rubi hanya menatap bingung laki-laki yang membawanya ini. Baru beberapa jam setelah mereka bertemu?

"Berani sekali laki-laki ini membawaku," pikir Rubi.

"Bawa aja kak, kresekin juga gak papa."

"Janganlah, kan sayang."

"Cinta pandangan pertama," gumam Meta melihat sahabatnya dibawa pergi oleh Raga.
.
.
.
"Kak, lepasin." Ucap Rubi sambil melepas genggaman Raga.

"Kenapa?"

"Tangan aku keringatan," ucapnya sambil mengelapkan tangannya ke rok.

"Jangan," ucap Raga sambil meraih tangan Rubi.

"Nanti rok kamu kotor," ucapnya sambil mengambil sapu tangan dari sakunya dan mengelap tangan Rubi.

"Aku antar pulang ya."

"Gak usah kak. Aku bisa sendiri."

"Aku maksa."
.
.
.
"Jadi ini alasan dia nyuruh aku pergi?"


Bersambung...


49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang