Bagian 31

1.1K 60 3
                                    

Rumah sakit Sokarat...

Semua tentang harapan. Kini kedua orang tua Aray tengah menunggu kabar dari dokter. Beberapa hari ini keadaan Aray semakin memburuk, ini terjadi sejak terakhir kali Rubi mengunjungi Aray.

Sanjaya tengah menggenggam tangan sang istri yang tengah menangis, digenggamnya kuat-kuat dan dirangkulnya bahu sang istri. Satu tangannya berkali-kali menghapus air mata sang istri.

"Aku gak akan maafin diriku sendiri kalo sampai Aray gak bangun!" ucapnya.

"Ini bukan salah kamu Ma, semua sudah kehendak tuhan."

"Enggak! semua salahku, harusnya aku lebih merhatiin dia."

Sanjaya kembali menghapus air mata sang istri.

"Sudah,  kita harus yakin. Putra kita pasti selamat.'
.
.
.

Sebelum acaranya nanti malam,  Raga menyempatkan diri untuk pergi ke rumah sakit.  Dia ingin menemui Aray,  entah dengan alasan apa. Di tangannya ada sebuah surat.

Sesampainya di sana, Raga melihat kedua orang tua Aray sedang menangis.

"Emmm permisi Om,  Tante." Sapa Raga.

"Kamu siapa?" tanya Sanjaya menanggapi.

"S-saya temannya Aray, Om."

"Teman? siapa namamu,  sepertinya kamu bukan dari sekolah Kirin."

"Iya, Om. Saya dari sekolah seberang,  nama saya Raga."

"Saya belum pernah melihat kamu dengan anak saya sebelumnya."

"E-emm..."

"Kamu ada perlu apa?"

"Gimana keadaan Aray?"

"Dia masih kritis,  kami juga masih menunggu kabar. Kami tidak tau apa Aray akan sadar atau..."

"Dia pasti sadar, Om. Saya ke sini ingin menitipkan ini untuk Aray," Raga memberikan surat yang dia bawa tadi.

"Apa ini?"

"Jangan dibuka, Om.  Saya yakin Aray akan bangun,  biar Aray yang membukanya nanti. Tolong ya,  Om."

"Baiklah."

"Kalau begitu saya permisi." Raga pun langsung pergi setelah memberikan surat itu.
.
.
.

Malam acara...

Tamu undangan sudah mulai berdatangan.

"Hehhh..." Jiwa berkali-kali menghela napasnya sebelum hendak keluar kamar. Ada kekhawatiran dalam dirinya.

"Hehh," Helaan napas terakhir kali, kemudian dia keluar.

"Ehh," kejut Raga karena mereka keluar berbarengan.

"Gue kira lu udah nerima tamu di depan," ucap Raga.

Jiwa tak menjawab,  dia masih memperhatikan Raga dari atas sampe bawah.

"Kenapa lu? eh gue ganteng kan ya?"

Jiwa masih tak menjawab.

"Woy!" ucap Raga sambil memukul pundak Jiwa.

"Eh apa?" ucapnya sadar.

"Hmmm, gak jadi deh."

Raga pun pergi ke aula acara untuk menyambut para tamu.

"Syukurlah." Ucap Jiwa kemudian kembali menghela napas,  kali ini napas lega. Kenapa?  karena setelan jas yang dipakai Raga saat ini tidak sama dengan setelan jas yang dipakai dalam mimpi Jiwa,  jadi logikanya berpikir kalau mimpinya gak mungkin terjadi.
.
.
.

"Eh itu Raga!!"

"Aaaaa Happy birthday Raga."

"Hbd Kak."

"Happy milad bebeb."

"Wihh Hbd sob."

"Hbd cuy."

Intinya yang Raga dengar dari saat dia menampakkan diri adalah ucapan selamat ulang tahun.

Raga hanya tersenyum dan menjawab "Iya" untuk semua ucapan itu. Fokusnya teralih, dia masih terus melihat kearah pintu masuk.  Kenapa?  karena princess yang dia tunggu belum datang.
.
.
.

"Mau ke mana lu,  tamu banyak di sini,  ladenin kek." Ucap Jiwa menahan lengan Raga yang hendak pergi.

"Rubi belum dateng Ji,  gue khawatir. Dia pasti datang kan ya?"

"Mang Ujang, Sini!!!"

.
.
.

Di sisi lain,  Rubi masih berdiri di depan cermin menatap bayangannya.

"Cantik, Andai dia melihatnya."

Entah mengapa Rubi menjadi sedih saat memakai gaun cantik ini. Dia teringat pada Aray, yaa... lagi-lagi Aray.

Tin.. Tiin...

Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar dari depan rumah Rubi.  Rubi pun keluar untuk melihatnya.

Ternyata... seorang lelaki paruh baya.

"Ada apa ya pak?"

"Benar Neng Rubi?"

"Iya Pak."

"Ooo,  saya diutus Den Raga untuk menjemput Eneng."

"Eh,  gak usah repot-repot Pak. Saya bisa berangkat sendiri kok."

"Eh jangan, nanti saya yang dimarahin.
.
.
.

Di Rumah Raga...

Raga terlihat mondar-mandir dan terus melihat ke arah pintu gerbang...

"Lo ngapain sih maju mundur kek setrikaan?" tanya Jiwa.

"Gue..."

Tiba terdengar suara klakson mobil.

Tin tin...

"Ah, princess gue dateng!"

Cepat-cepat  Raga berlari ke arah gerbang untuk menyambut Rubi.

Jiwa hanya bisa bergeleng kepala. Diam-diam Jiwa memperhatikan Raga dan Rubi yang berjalan ke arahnya.

Jiwa nampak terkejut...

"Baju itu!!" batinnya.

"Enggak!  gak mungkin!"

.
.
.

Bersambung...

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang