Bagian 22

1.2K 68 4
                                    

Jiwa, Raga, dan Rubi tengah berbincang di kamar Jiwa sembari menyantap camilan dan minuman yang dibawa Raga.

Glekk...

"Emmmhhh kok anyep gini sih Ga minuman gue?" protes Jiwa.

Melihat hal itu, Rubi pun ikut mencoba.

Glekk...

"Punya Rubi manis kok," ucap Rubi.

Jiwa dan Rubi pun langsung melirik Raga karena tingkah tak adilnya.

"Curang lo ya Ga, awas lu."

"Eh santuy bro, orang sakit tuh gak boleh minum yang manis-manis," ucap Raga.

"Eleh alesan."

"Hmmn Kak Raga gak boleh gitu dong, kasian kan Kak Jiwa." Ucap Rubi.

"Tuh, Rubi aja pengertian."

"Heh, iya-iya nanti gue bikinin lagi yang paling manis biar lo diabetes."

"Yeuuhhh gak gtu juga kali."

Saat mereka berbincang, tak terasa waktu sudah menunjuk pukul 6 sore.

"Kak, udah sore nih. Aku harus pulang," ucap Rubi.

"Eh ayo dah," ucap Raga dan bergegas mengantar Rubi.

"Hati-hati kalian. Ga, jagain Rubi." Ucap Jiwa.

"Udah pasti, dia kan cewek gue."

"Hah sejak kapan?" tanya Jiwa.

"Sejak kini wkwkwkw. Udah ah, ayo, Bi."
.
.
.
Skip perjalanan.

"Aku langsung masuk ya," ucap Rubi.

"Eh."

Rubi menoleh.

"Gak ada yang mau kamu omongin ke aku kah?" tanya Raga.

"Emmm gak ada kak."

"Oh oke, aku balik."

"Emm," Rubi mengangguk.

Setelah Raga pergi, Rubi langsung masuk rumah. Dia kemudian mencari keberadaan Aray.

"Ray," panggil Rubi sambil mencari-cari.

"Apa?" ucap Aray yang ternyata duduk di atas lemari.

"Eh ngapain di atas situ, turun sini!" ucap Rubi.

"Enggak, aku ngambek."

"Cih, masa ngambek lapor. Turun cepet."

"Kalo aku turun, cium ya."

"Hah?"
.
.
.

Setelah mengantar Rubi, Raga ternyata tidak langsung pulang. Ada sesuatu yang dia pikirkan. Hal itu tentang Rubi. Dia berhenti di pinggir jalan dan melamun di sana, padahal hari sudah mulai petang.

"Apa benar Rubi itu indigo?... tapi dia keliatan normal... dan Aray? siapa dia? kenapa Jiwa dan Rubi bahas dia tadi?... aneh," gumam Raga. Rasa ingin tahunya mulai memuncak, tapi dia enggan bertanya pada Jiwa ataupun Rubi.

"Butuh bantuanku?" tanya seseorang pada Raga, entah dari mana suara itu berasal. Raga menoleh sekelilingnya, namun tak ada orang.

"Siapa yang ngomong tadi?" tanyanya.

"Aku."

Raga menoleh-noleh dan...

"Hhhhhhhh," ternyata orang itu duduk di sampingnya, Raga terkejut kemudian menjauh.

"Kamu siapa?"

"Aku?" seorang gadis, dan dia mendekati Raga.

"Temannya Aray," ucap gadis itu.

"Aray? siapa dia?"

"Kamu tidak tau?" Raga menggeleng.

"Sainganmu untuk mendapatkan Rubi."

"Maksudmu apa?" teriak Raga.

"Ikut aku, akan kuberitahu nanti." Ucap gadis itu.

"Gak!!!" tolak Raga.

"Ahhh, atau begini. Kubantu kamu mendapatkan Rubi, tapi... sebagai gantinya bantu aku mencelakai Aray."

"Apa? kamu gila!!!" ucap Raga.

"Ya, aku gila. Jika kamu tidak bisa mencelakai Aray, kamu yang akan celaka."

"Hhhh wanita gila, kamu siapa berani mengancamku."

Tiba-tiba gadis itu menghilang tepat di hadapan Raga. Dia pun sangat terkejut karena itu.

"Ha-hantu?" ucap Raga gelagapan.

"Bagaimana Raga? setuju dengan tawaranku?"

Suara itu menggema dan membuat Raga takut, dia langsung menyalakan motornya dan kabur.
.
.
.

Beberapa saat kemudian, Jiwa tiba-tiba terbangun dari tidurnya.

"Ragaaaa!!!" teriakknya.

Sepertinya dia mimpi buruk.

Teriakkan itu membuat Mamanya terbangun dan menghampirinya.

"Jiwa, kamu kenapa?" tanyanya sambil mengelus kepala Jiwa, namun Jiwa menangkis tangan Mama.

"Raga mana?" tanya Jiwa.

"Emmm ada di kamarnya, kanapa, Nak?"

"Hhhmmmhhh," Jiwa pun menghela napas lega.
"Gak, aku mau lanjut tidur!" ucapnya.

"Oh... kalo gitu mama balik ke kamar ya."

.
.
.
Pagi pun tiba, waktunya beraktivitas seperti biasa. Jiwa belum sepenuhnya pulih, tapi dia ngeyel ingin pergi ke sekolah.

"Lu di rumah aja Ji, masih lemes gini." Ucap Raga.

"Gue kuat! udah gak usah bawel."

"Gue gak bawel, gue khawatir nih."

"Kalo lo khawatir, jagain gue pas di sekolah."

"Yaelah Ji."

"Udah jangan protes, yok berangkat!"
.
.
.
Skip perjalanan.

Sekolah.

"Gue mau ke kelas Rubi bentar ya," ucap Raga.

"Gue ikut."

"Idih, ngapain si. Sono ke kelas!"

"Gak, gue ikut!"

Tanpa sadar, mereka tengah berbincang di bawah atap sekolah yang sedang diperbaiki.

"Pergi sono ah jangan ngikutin gue," ucap Raga mendorong Jiwa pergi.

"Hem yaudah, jangan lama-lama."

"Nah gitu kek," Raga pun berbalik dan hendak pergi.

Tanpa sadar sebuah palu akan terjatuh ke arahnya.

Ssrrkkkk...

"Raga awas!!!!!!"

Sssttttt...

Bruukkkk...

Klonntanggg...

Bersambung...


Kepada pembaca. Mohon maaf karena upnya lama. Author sempat kehilangan akun ini, jadi proses up kepending. Alhamdulillah udah bisa balik dan up lagi, sekali lagi maaf karena menunggu lama.

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang