Bagian 38

1.3K 68 23
                                    

Pukul 8 malam,  Rubi baru sampai dirumah.  Dia membersihkan diri lalu bersantai di sofa kecil sambil menonton tv.

Rumah kecil sederhana yang dia beli dengan hasil kerjanya adalah tempat ternyaman baginya. Di rumah ini dia tidak sendiri, ada kawan setia yang selalu menemaninya yaitu,  Mona.

Yah,  tugas Mona akan menjaga rumah saat Rubi bekerja,  selepasnya dia akan keluyuran seperti hantu pada umumnya.

Selagi bersantai,  Rubi kembali menatap bunga yang dia letakkan dalam vas. Dia kembali teringat oleh lelaki misterius itu.

"Kira-kira, seperti apa dia?" batinnya. Rubi jadi benar-benar penasaran pada laki-laki itu.
.
.
.

Keesokan paginya adalah hari seperti biasa. Selama bertahun-tahun Rubi tak pernah menjalani hubungan dengan siapapun.

Sebenarnya, dia masih menunggu Aray. Beberapa tahun lalu,  saat Rubi memberanikan diri kerumah sakit, ternyata Aray sudah tidak disana. Jejak Aray juga telah dirahasiakan,  dari saat itulah Rubi mencari Aray. Namun sampai sekarang, dia tak menemukannya. Yang Rubi yakin adalah,  Aray masih hidup.

Hari ini,  Rubi pulang bekerja lebih cepat. Alasannya adalah karena dia akan pergi ke makam Raga.
.
.
.

Rubi pergi dengan membawa bunga dari pernikahan Jiwa dan Meta beberapa hari yang lalu. Dia meletakkan bunga itu di dekat foto Raga.  Dia mengusap foto di hadapannya itu.

"Hai Kak,  apa kabar?" ucap Rubi. Setiap ke tempat ini, Rubi selalu menangis.  Luka yang sudah sembuh seperti terbuka kembali. Namun Rubi tak pernah bosan, karena rasa sakit itu harus dihadapi, bukan dihindari.

"Aku baik-baik aja sampai sekarang,  dan itu berkat Kakak. Oh iya,  Kak Jiwa sama Meta sudah menikah loh. Gak nyangka ya. Pasti seru banget kalo Kakak masih ada." Kini Rubi mulai terisak.

"Aku dapat bunga ini Kak. Katanya kalau dapat bunga yang dilemparkan pengantin,  kita bakalan nyusul gk lama lagi. Tapi aku merasa lucu, dan gak percaya kata-kata itu,  karena Kakak gak ada.  Aku pikir,  walaupun Aray menghilang,  aku masih punya Kakak yang jagain aku, tapi kenapa Kakak pergi juga?"

"Maafin aku Kak, maafin aku karena gak bisa membalas perasaan Kakak. Walaupun Kakak tau aku mencintai Aray,  Kakak tetap mencintai aku. Makasih,  dan maafin aku."

Rubi mengusap air matanya.
"Aku bakal balik lagi nanti,  Kakak baik-baik  ya di sana."

Criing... Ckkk

Mendengar  suara itu,  Rubi langsung keluar. Rasanya seperti ada orang yang mengawasinya. Tak lama, Rubi melihat sebuah gelang di lantai dan memungutnya.

Rubi terkejut,  karena gelang itu persis seperti yang dia berikan pada Aray. Menyadari itu,  Rubi langsung berlari mencarinya.

"Aray!"

"Aray!"

Ya,  karena mungkin itu Aray.  Mungkin benar-benar masih hidup, dan dia di sini.

Rubi berteriak sambil mencari Aray,  namun tak ada seseorang yang dia temukan.

Dia menangis menggenggam gelang itu.

Tak lama ada seseorang menegurnya.

"Permisi."

Rubi mengusap air matanya. Yang menegurnya adalah seorang laki-laki berpakaian  serba hitam.

"Siapa?"

"Maaf, liat gelang jatuh disekitar sini gak?" tanyanya.

Rubi menatap gelang ditangannya dan memperlihatkannya.

"Ini?"

"Iya," laki-laki  itu langsung mengambil gelang itu, mengucap terimakasih dan pergi.

"Eh tunggu!"

"Iya?"

"Kamu pemilik gelang itu?"

"Iya,  kenapa ya?"

Rubi mendekat dan menyentuh wajah laki-laki itu dengan jari telunjuknya.

"Kamu manusia ternyata."

"Hah?"

"Eh gak papa."

"Kalo gitu,  saya permisi."

.
.
.

"Apa mungkin kebetulan ada gelang yang sama?" batin Rubi.

.
.
.

Telpon  berbunyi...

"Halo bos?"

"Gimana?"

"Sepertinya  benar dia orang yang bos cari."

Bersambung...






49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang