Bagian 9

1.5K 94 9
                                    

Hari ke-7, Aku kembali untukmu. ~ Aray Sanjaya.




"Rubi, jangan... jangan ke sana, berbahaya. Rubi dengarkan aku, Rubi!!!"
.
.
.
Tiitt... tiittt... tiittt...

"Dokter! jantung pasien kembali melemah dok."

"Cepat, bawa pemacu jantung ke sini!"
.
.
.
"Rubi, jangan ke sana! gadis itu berbahaya! Rubi!" teriak Aray.

"Kenapa aku gak bisa bergerak? aku harus menyelamatkan Rubi. Arrrrggghhhh!"

Tubuh Aray mengkaku, dia tak bisa bergerak dan hanya bisa berteriak. Dia melihat Rubi di suatu tempat. Rubi berdiri di sana, di depan beringin tua, dan gadis bergaun hitam itu tengah mengawasinya dari jauh.
.
.
.
Dguppp... Dguppp... Dgupp... Dgupp ..

"Detak jantungnya kembali normal."

"Syukurlah dok. Tapi kapan pasien ini akan sadar dok?"

"Saya juga tidak tau sus, kita doakan yang terbaik saja."
.
.
.

Hehhh... Hehhh... Hehh...
Aray tersadar, dia kembali...

"Apa yang terjadi? loh tempat ini?"

Dia kembali muncul di tangga itu, tempatnya menghilang beberapa hari yang lalu.
.
.
.
"Rubi, aku rindu Aray." Ucap Mona tiba-tiba.

Rubi menoleh sekilas dan kembali menatap buku catatannya.

"Dia pasti kembali, aku bisa merasakannya." Ucap Rubi.

"Tapi Bi, jangan-jangan dia udah kembali ke alam baqa."

"Ada-ada aja kamu, dia itu sama kaya kamu, matinya nyasar."

"Enak aja, kematianku adalah misteri Bi, harus dipecahkan baru aku bisa tenang." jeda, "Eh Bi, jangan-jangan Aray udah mecahin misteri kematiannya?"

Rubi menoleh kilat, berkata,
"Mungkin." Lalu fokus pada bukunya lagi.

Perlahan dia mulai mengantuk, dia menutup buku catatannya itu dan bergegas untuk tidur.
.
.
.

"Ahahahha kamu kalah, gajah lawan semut menang kancil."

"Mana ada, kelingking sama jempol, lah kancilnya yang mana?"

"Emmm... pokonya aku menang, kalo gak aku nangis."

"Yaudah deh, main yang lain aja."

"Sepagi ini, Mona main dengan siapa?" pikir Rubi dengan mata yang masih terpejam. Suaranya sangat berisik hingga mengganggu kenyamanan tidur Rubi.

"Aray curang! Mona gak mau main lagi ah."

"Hah?" dengan nyawa yang masih diambang dan tiba-tiba langsung terlonjak. Mendengar nama itu, Rubi langsung terbangun. Dia menoleh ke arah Mona, dan di samping Mona...

"Kamu kembali." Rubi tersenyum.

"Pagi Rubi," sapa Aray dengan senyum cerianya.

Mereka berdua saling menatap, bak ada kerinduan mendalam di dua pasang mata itu.

"Huh, giliran Rubi aja, aku dilupain. Pergi aja ah." (Sriiiinggggg... Hilang)
.
.
.
"Kamu... pergi gak pamit aku."

"Hmmm, Gimana mau pamit kalo kamu sama si Raga terus."

"Hah?" Rubi menatap Aray dengan komuk tak paham.

"Kok Kak Raga dibawa-bawa?"

"Iya, hari itu aku jengkel gara-gara kamu diantar pulang dia. Terus aku pergi, eh malah-"

"Malah apa?" tanya Rubi.

"Bi, kayanya aku ini belum mati deh."

Mereka bertatapan serius...
"Mmmbbbhahhahhahaha, ahahhahahah."

"Kok malah ketawa si Bi?" tanya Aray kesal.

"Kamu aneh ngomongnya, kalo kamu belum mati ngapain gentayangan di sini?"

"Dengerin dulu makanya... Jadi, pas aku menghilang hari itu, aku sempat sadar. Aku merasa kaya di suatu tempat, dan mungkin itu rumah sakit. Kamu pernah dengar gak ada orang mati suri?"

"Enggak." Jawab Rubi spontan.

"Hedeh. Aku pikir, mungkin sekarang aku lagi dalam keadaan koma."

"Serius? Kalo gitu kita harus cari tau," ucap Rubi sambil menarik tangan Aray.

"Eh, mau ke mana?"

"Cari tau, Siapa Aray Sanjaya dan di mana dia!"
.
.
.

Bersambung...

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang