Bagian 5

1.9K 105 7
                                    

Cerita akan terus berlanjut, bahkan setelah kita mati.



Pagi itu, suasana terasa dingin. Embun pagi menghampar begitu tebal. Pukul 6 pagi, matahari pun belum terbit sepenuhnya.

"A-akuu," Aray berkali-kali hanya menyebut kata aku, dan Rubi masih terus menunggu jawabannya.

Aray membuka mulutnya seperti hendak berbicara, namun dia mengatupkannya lagi. Begitu seterusnya, hingga tanpa sadar matahari mulai meninggi. Berapa lama Rubi menunggu? kini dia mulai kesal.

"Aku... Em..."

"Usah stop! kamu buang waktu aku tau gak," ucap Rubi yang kemudian bergegas untuk mulai bersiap-siap.

Mulai dari mandi, menyiapkan baju, menyiapkan buku, hingga persiapan yang lainnya, Aray terus mengikuti Rubi. Eh, terkecuali mandi. Hantu tampan itu tau batasan, dia hanya berani menunggu Rubi di depan pintu sambil melamun.

Selesai bersiap, Rubi langsung berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki.

Klekkk... ( Membuka pintu )

"Eh, ngapain kamu!" ucap Rubi ketika Aray berjalan mengikutinya.

"Mau ikut ka-"

"Ngak!"

"Kenapa?" wajah Aray mulai memelas.

"Ya karena kamu-" Rubi berhenti,  dia enggan melanjutkan ucapannya karena mungkin itu menyakiti Aray. Hantu juga punya perasaan, pikirnya.

"Ya udah terserah, tapi jangan bikin masalah!" ucap Rubi lalu melanjutkan langkahnya.

"Siap!" seru Aray dengan gaya hormat.
.
.
.
Di sekolah

"Rubiiii, unchhh sayangku." ucap Meta yang tiba-tiba berlari dan memeluk Rubi. Seperti biasa, Rubi hanya pasrah, dia malas merespon kelakuan gila kawannya ini.

"Duduk dulu deh, akoh mau cerita."

"Paan sih?" jawab Rubi malas.

"Sekolah sebelah ditutup sementara!" ucap Meta sambil mendelikkan matanya. Tapi respon Rubi hanya...

"Trus?" dengan wajah datar.

"Kok lo gak heboh?" tanyanya dengan kecewa.

"Buat apa?" jawab Rubi sambil menyusun beberapa buku di mejanya.

"Yau udah deh terserah." Meta berhenti sejenak.

"Eh, kepala sekolahnya ngundang cenayang loh ke sana," sambungnya.

"Cenayang?"

"Iya, kaya dukun gitu buat ngusir hantu."

"Oh."

Plakkk...

"Kok ngegas sih," ucap Rubi kesal.

"Abis lo nyebelin."

Rubi mengendus kesal, kemudian membaringkan kepalanya di atas  buku yang telah disusunnya tadi.

"Eh gimana, udah ketemu sama hantu gantengnya?" bisik Meta.

Rubi melotot, mengangkat kepalanya dengan cepat dan memutar matanya mengelilingi ruang kelasnya.

Dia tersenyum tipis melihat Aray tengah duduk di pojok kelas sambil memainkan dasinya.

"Ngapain senyum, ngeliatin Bowo ya." Ucap Meta sambil menyengol lengan Rubi. Rubi hanya melengos dan kembali membaringkan kepalanya.
.
.
.
"Rubi, temenin aku dong." Ucap Meta sambil menghurak-urak tubuh Rubi.

"Emmm, berisik ah." Ucap Rubi sambil menepis tangan Meta.

"Cepet!! kebelet nih."

Tanpa persetujuannya, Meta menyeret Rubi dan membawanya menuju toilet.

"Aku ngantuk, lepasin!" ronta Rubi yang masih setengah sadar.

"Rubi mau kemana?" ucap Aray ketika melihat Rubi pergi. Dia pun mengikutinya.
.
.
.
"Elapin dulu tuh iler," ucap Meta sebelum masuk toilet. Ya, dengan mata yang masih merem, Rubi menyandar di tembok dekat pintu toilet.

...

"Pokoknya konsep kita kali ini harus bagus, inget jangan sampe ada-"

"Ada apa Ga?" ucap Jiwa sambil memperhatikan Raga, menunggu ketua osis ini melanjutkan kata-katanya.

"Duluan aja, ntar gue nyusul."

"Tapi ini belum seles- (Raga mendelik) oke gue duluan," ucap Jiwa, kemudian berjalan duluan menuju ruang osis.
.
.
.
Perhatian Raga tadi teralihkan karena melihat sesosok gadis setengah tidur menyender di tembok.

Entah, tapi dia memperhatikannya.

"Rubi ud- eh Kak Raga." Ucapan Meta yang cukup keras tadi sontak membuat Raga terkejut dan Rubi terbangun.

"Kakak ngapain di sini? bukannya sibuk nyiapin festival ya?"

Rubi masih tampak kikuk di sana. Jelas, mereka dengan posisi saling menghadap, dan... sejak kapan laki-laki ini di sini?

"Emm, tadi cuma lewat kok. Kebetulan liat temen kamu tidur, takutnya dia ambruk kalo gak dibangunin."

"Oh, kirain."

"Ya udah, duluan ya." Ucap Raga kemudian pergi.
.
.
.
"Wah, Kak Raga kayanya ngeliatin kamu deh tadi," ucap Meta. Rubi langsung menoleh kilat dengan wajah datarnya.

"Trus?"

"Nabrak."
.
.
.
Di sisi lain, Aray tengah berjuang.

"Aku dimana?" ucapnya sambil menggaruk-garus kepala.

Dia tersesat saat mengikuti Rubi tadi. Bodoh, padahal hantu kan bisa cling langsung hilang. Eh, tapi Aray beda, kayanya dia hantu berIQ rendah makanya gak bisa ngilang.
.
.
.
"Makasih Rubiku," ucap Meta dengan nada sok imut.

"Emm."

"Eh btw, Kak Raga itu ganteng loh Bi."

"Trus?"

"Pacarin lah, kalo aku sih kebagian Kak Jiwa juga gak papa, hehehhehe."

"Jiwa? Raga? mereka siapa?"

"Ih, Kak Raga itu yang tadi. Kalo Kak Jiwa lo gak usah tau, nanti naksir."

"Eh," Rubi menoleh ke belakang. Matanya berkeliling, namun yang dia cari tak ada dalam pengawasannya.

"Cari apa?" tanya Meta.

"Aray ilang."

"Aray???"

Bersambung....

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang