Bagian 34

1.2K 62 10
                                    

Nitt... Nit... Nit...

Tiba-tiba saja keadaan Aray memburuk lagi,  tekanan dan detak jantungnya melemah.

"Dok-dok, jantung pasien melemah."

Dokter dan perawat langsung berlarian menuju kamar Aray.  Dokter langsung memeriksanya.

"Siapkan alat pacu jantung!"

"Baik, Dok."

Setelah alat disiapkan, dokter mulai bertindak.

"200 joule!"

Jdakkkk...

Tidak berhasil.

"Tambah kekuatan!"

"300 joule!"

Jdakkkk...
.
.
.
Di sisis lain...

Raga tiba-tiba mendorong Rubi.

Wuuushhh Prakk... Pyarrrr...

Mendengar suara itu,  Jiwa langsung berlari ke lantai bawah.

"Raga!!"
.
.
.

Lampu itu jatuh menimpa Raga.

Semua terkejut dan teriak histeris.

"Raga!"

Cepat-cepat Randi dan Mirna bertindak. Randi berusaha memindahkan lampu itu tanpa bantuan siapapun.

Tak ada tamu berani mendekat karena serpihan kaca berserakan dimana-mana.

Melihat Raga bersimpah darah Mirna langsung jatuh pingsan.

Randi pun juga ikut shock dan lemas.

Rubi pun sama, dia gemetar menyaksikan Raga terbaring kesakitan penuh darah. Dia merangkak perlahan ke arah Raga,  melewati serpihan kaca yang ikut melukainya.

"Hiks-hiks-hiks," Rubi menangis sesegukan sambil membawa Raga kepangkuannya.

Sebuah kaca menusuk dada Raga hingga darah terus bercucuran.

Dalam keadaan seperti itu, bahkan Raga masih bisa tersenyum. Dia meraba wajah Rubi dengan tangannya yang penuh darah, dia mengusap air mata Rubi.

"Jangan nang-ngis,  Bi." Ucapnya menahan sakit.

Rubi menggeleng, dia menggenggam tangan Raga dan terus menangis.

"Ini gara-gara aku."  😭

"Ja-ngan pernah nya-l-lahin diri sendiri,  Bi. Ak-ku gak mau kamu sedih."

Darah yang keluar makin banyak dan Raga semakin kesakitan.

"Panggil ambulan,  tolong!!!"

"Sudah,  mereka diperjalanan."

Raga menoleh kearah Mama dan Papanya. Dia melihat Randi yang berwajah pucat sedang memangku Mirna yang telah pingsan.

"Pa," panggil Raga.

"Raga sa-yang kalian, maafin Raga ka-lo ada salah."

Diapun beralih mencari Jiwa,  namun tak ditemukannya.

Raga sadar,  waktunya tak banyak lagi. Sebenarnya ini bukan kecelakaan, Raga tau ini akan terjadi.

"Bi, peluk aku." Pinta Raga.

Rubipun memeluk Raga sambil menangis.

"Bi, ingat gak ciuman kita yang di rumah sakit?"

Rubi mengangguk.

"Itu ci-uman pertama aku, Bi."

Rubi makin menangis. Raga mengusap air mata Rubi dengan tangannya,  tapi hal itu malah membuat air mata Rubi merah bercampur darah.

"Bi, aku boleh minta sesuatu?" tanya Raga.

"Apa aja,  yang penting Kakak bertahan ya,  sebentar lagi ambulan datang."

"Bi, kamu cinta Per-ta-maku dan kamu juga pemilik ciuman pertamaku.  Ja-di miliki ciuman ter-akhirku juga ya."

Mendengar kalimat itu, tangisan Rubi makin keras.  Bukan hanya dia,  semua orang juga ikut menangis haru.

Dengan tangan setengah lemas,  Raga memegang wajah Rubi.

Chuuu...

The last kiss...

Rubi merasakan bibir Raga menyentuh bibirnya. Namun,  lama kelamaan Raga tak merespon lagi.  Tangannya terjatuh,  dan saat itu Rubi sadar... bahwa Raga telah pergi.

"Enggak!!!  Jangan pergi," 😭😭😭😭😭

.
.
.

Saat semuanya menangis histeris, Jiwa baru sampai,  dia terlambat. Dia berjalan menembus kerumunan.

Deg...

Deg...

Deg...

Dia langsung lemas melihat Raga bersimpah darah.

"Ga,  bangun Ga!" Ucapnya mengurak tubuh Raga.

"Gue mohon, bangun!"

Dia menunduk dan menangis,  dia memeluk Raga dengan penuh penyesalan. Selama ini,  Jiwa tak pernah menganggap Raga sebagai saudaranya. Namun detik ini dia sadar, Raga bukan sekedar teman baiknya.

Jiwa terus menangis sambil memeluk Raga, hingga dia sadar kalau baju Raga berubah. Raga mengenakan baju yang sama seperti di mimpinya.

Flashback...

Setelah Jiwa berlari mengejar Putri, ternyata ada sebuah kejadian dimana Raga menabrak seorang pelayan.

Bug... Prakk...

"Yaampun,  maaf tuan. Saya tidak sengaja."

"Eh gak papa kok,  saya yang salah karena gak liat-liat."

"Sekali lagi maaf tuan."
.
.

"Makanya liat-liat kak,  kan jadi basah bajunya," ucap Rubi.

"Hehe,  habis kamu cantik jadi aku fokus ke kamu terus."

"Kan gombal lagi."

"Hehe,  aku ganti baju dulu ya.  Jangan kemana-mana. Eh satu lagi,  jangan lirik cowok lain ya."

"Ih, posesif."

"Biarin hehe."

Flashback  off.
.
.
.

Di rumah sakit...

"300 joule!"

Jdakk...

"360 joule!"

Akhirnya jantung Aray kembali normal.

Eh tapi...

"Dok! pasien sadar."

"Apa!"

.
.
.

Bersambung...

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang