Bagian 37

1K 59 10
                                    

Keesokan harinya setelah keluar dari rumah  sakit,  Aray dan kedua orang tuanya langsung berangkat ke bandara.

"Kenapa, Ray?" tanya Wulan sambil menatap wajah anaknya yang tampak bimbang.

"Kamu ikut mama sama papa ke London kan?" tanya Wulan  lagi.  Namun Aray masih tak menjawab.

Sanjaya pun menepuk pundak putranya.

"Kenapa kamu?"

Aray tersadar dan menatap Sanjaya.

"Yang ngasih surat itu siapa sih, Pa?  rasanya gak asing banget."

"Entah, ngakunya sih temanmu, tapi papa gak pernah liat sebelumnya. Emang isi suratnya apa?"

"Isinya..."

"Pa! Ray!  ayok,  pesawatnya sudah mau berangkat nih."
.
.
.

Hari terus berlalu,  kenangan menyakitkan itu perlahan mulai sirna.

Setelah hari itu,  Jiwa dan Rubi memutuskan untuk menjalani hidup mereka tanpa menoleh pada kenangan. Istilahnya, mereka membuka lembaran baru.

Tak terasa sudah 7 tahun lamanya. Kini,  Jiwa telah menjadi direktur perusahaan milik papanya dan Rubi menjadi salah satu karyawan di sana. Syukurlah,  Hidup mereka membaik selama ini.

.
.
.

Hari ini adalah hari yang spesial bagi Jiwa, karena...

"Rubi!" panggil  Jiwa dari kejauhan.

Rubi pun menghampiri Jiwa...
"Akhirnya lo datang juga," ucap Jiwa yang tampak sangat bahagia.

"Gak mungkin dong aku gak datang,  hari ini kan hari yang spesial banget." ucap Rubi.

"Makasih ya."

"Eh iya, ayo duduk dulu."

Mereka pun bercanda gurau,  sampai akhirnya...

"Jadi disini pengantin prianya? Di cariin malah asik ngobrol di sini."

Upsss...

"Eh, sorry sayang."

"Jangan cemberut gitu lah Meta,  kan ini hari bahagia kalian."

Yuppsss...
Hari ini adalah hari pernikahan Meta dan Jiwa. Siapa sangka,  cinta sepihak Meta ternyata dibalas oleh seorang Jiwa. 

Waw... Jadi terharu.😪

"Rubiii! " ucap Meta kemudian memeluknya.

"Gue kangen."

"Gue juga,  gak nyangka aja kalo lo bakal nikah sama Kak Jiwa haha."

"Gue juga hahaha,  seneng banget gue." Ucapnya sedikit berbisik pada Rubi.

"Lo kapan nyusul, Bi?" Tanya Meta.

"Hahahhaa, besok kalo gak hujan."

"Belum move on ya dari..mpphhh" Jiwa langsung menutup mulut Meta dengan tangannya.

"Acara udah mau mulai, duluan ya." Ucap Jiwa.

"Rubi,  jangan lupa tangkap bunganya!" teriak Meta.  Rubi hanya mengangguk saja,  lagi pula  benar, dia tidak menjalin hubungan dengan laki-laki lain karena masih belum move on dari Aray, dan dia juga masih trauma dengan peristiwa yang menimpa Raga.
.
.
.

Acara berjalan lancar,  dan waktunya untuk melempar bunga. Para gadis sudah berkumpul untuk memperebutkan bunga itu. Beda dengan Rubi,  dia berdiri paling belakang.

"Aku lempar ya."

"1"

"2"

"3"

Para gadis menjerit memperebutkan bunga itu, namun bunga itu terlempar ke arah Rubi. Tapi...

Happp..

Bukan Rubi yang menangkapnya.
"Nih," ucap seorang laki-laki. Dia memberikan bunga itu pada Rubi dan pergi.

Rubi tak sempat melihat wajah laki-laki itu,  hanya paras dari belakang yang Rubi liat dan itu tidak asing.

.
.
.

Acara pernikahan Jiwa dan Meta akhirnya selesai.

"Ciye,  apa gue bilang. Firasat gue itu yakin kalo lo yang dapat bunganya." Ucap Meta.

"Sebenarnya bukan gue."

"Hah?"

"Iya, gue dikasih sama orang."

"Cowok atau cewek?"

"Cowok."

"Ih Rubiiii,  fix itu jodoh lo.  Lo harus cariin dia."

"Gimana? Liat mukanya aja enggak."

"Ih kok gtu sih. Pokoknya lo... Mmmpphh."

Dan terjadi lagi,  kali ini Jiwa menyuapkan kue ke mulut Meta.

"Ih,  nanti aku gendut kalo makan terus."

"Mending gendut dari pada bawel," balas Jiwa.

"Nanti kamu gak sayang kalo aku gendut."

"Tetep sayang kok."

"Ih gombal."

Akhirnya, Rubi menjadi  obat nyamuk diantara pengantin baru ini. Dia hanya bisa tersenyum, kemudian menatap bunga ditangannya.

"Siapa laki-laki  itu?" batinnya.

Bersambung...








49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang