Bagian 28

1.1K 60 2
                                    

Malam ini hujan masih mengguyur,  petir dan guntur bersautan,  angin pun bertiup begitu kencang,  suasana sangat kelam dan dingin.

Jam menunjukkan pukul 1 malam, waktu terlelap untuk semua orang.

Namun, apa yang terjadi?
Jiwa tiba-tiba terbangun dari tidurnya.  Badannya berkeringat dan napasnya pun tersengal-sengal.

"Hhh, itu gak akan terjadi." Ucapnya sambil menggelengkan kepala, dia sepertinya mimpi buruk.

Jiwa pun bangkit dari tempat tidur dan menuju dapur untuk minum segelas air,  tapi sebelum itu dia pergi ke kamar Raga.

Terlihat Raga sedang tidur nyenyak sambil memeluk gulingnya.

"Heh," Jiwa menghela napas. "Gue gak akan biarin itu terjadi," ucapnya kemudian pergi.
.
.
.

Raga sudah duduk di meja makan dan menyantap sarapannya,  sedangkan Jiwa baru turun.

"Eh, tangan lo udah sembuh?" tanya Raga dengan mulut penuh nasi goreng.

Jiwa datang tanpa penyangga di tangannya,  sepertinya tangannya sudah pulih.

"Ditelan dulu nak," ucap Mirna dan hanya ditanggapi cengiran oleh putranya itu.

Jiwa hanya melengos melihatnya.

"Kamu gak sarapan?" tanya Randi  ayah Jiwa.

"Enggak Pa, nanti aja disekolah."

"Eh tungguin gue!" ucap Raga cepat-cepat menghabiskan sarapannya.

"Gak usah,  gue bawa motor sendiri."

"Yakin lo gak mau gue bonceng? gak trauma gitu?"

"Justru karena itu."

"Bagus deh, kalo gitu gue mau jemput Rubi ah."

"Serah lo."
.
.
.

Pagi ini, Rubi berangkat bersama Raga. Hal itu langsung menjadi sorotan,  ada yang antusias,  ada juga yang jadi iri.

"Seharusnya Kakak gak usah jemput tadi,  aku bisa berangkat sendiri kok," ucap Rubi karena merasa tak nyaman dengan tatapan sinis para siswi.

Raga pun sengaja merangkul Rubi.
"Gak papa, bentar lagi kan kamu jadi pacar aku."

"Eung??" Rubi menatap Raga dengan ekspresi tak terbaca.

Di sisi lain, ternyata Jiwa diam-diam memperhatikan Rubi dan Raga.
.
.
.
Jiwa langsung ke kelas setelah mengantar Rubi ke kelasnya.

"Lo yakin Rubi ngejawab iya?" tanya Jiwa dengan tiba-tiba.  Raga sampai melonjak karena terkejut.

"Kaget gue!" pekiknya.

Dia pun menghela napas kemudian duduk.

"Gue harus yakin."

"Kalo Rubi gak mau gimana?" ucap Jiwa mengubah posisi menghadap Raga.

"Ini sebuah permintaan, dan gue bakal minta Rubi jawab iya. Cuma kata iya yang gue mau. Mungkin ini permintaan terakhir gue, " ucap Raga dengan melirihkan suaranya dikalimat terakhir.

"Apa?" kalimat terakhir hampir seperti gumamman hingga Jiwa tak mendengarnya.

"Eh enggak, kan itu hari ultah gue jadi Rubi harus jawab iya."

"Pemaksaan itu mah."

"Biarin."
.
.
.

Jam istirahat tiba. Rubi tengah membereskan bukunya dan hendak pergi ke kantin bersama Meta.

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang