Aku menemukan beberapa bagian dari pazzelku. ~ Rubi Maura.
Keluar dari rumah sakit, muka Raga sangat tidak enak dipandang. Dia sepertinya marah, Entah itu pada Rubi atau pada Jiwa.
Biasanya, dia akan memasangkan helm pada Rubi. Tapi ini tidak, dia cuek.
Rubi jadi tidak enak hati, tidak biasanya Raga cuek begini.
"Cepat naik," ucap Raga dengan dingin.
"I-iya."
Suasana jadi canggung. Biasanya sebelum jalan, Raga akan menyuruh Rubi berpegangan, tapi ini...
Dreeeennnnnn huuuggg...
Raga langsung menggas pol motornya sehingga membuat Rubi reflek memeluknya.
Hmmm... jadi gini cara Coolnya kalo lagi marah.
Skip perjalanan.
Sampai rumah.
"Makasih," ucap Rubi.
Tidak biasanya Rubi bilang begitu. Ini hanya karena Raga tidak cerewet seperti biasanya. Tak berkata apapun, Raga hanya mengangguk dan pergi.
"Ishhh dia kenapa sih?" gerutu Rubi.
Tiba-tiba...
"Hahh iya, ah sampe lupa!" ucapnya sambil berlari memasuki Rumah.
Sampai di dalam...
" Loh, gak ada orang." Ucapnya sambil berjalan menuju sofa dan duduk.
"Gitu katanya mau ngomong sesuatu, mana nih o-" Rubi terdiam, dia menatap bunga yang tergeletak di meja dan mengambilnya.
"Bahkan dia gak bisa ngasih bunga yang asli," ucap Rubi yang kemudian mengambil sebuah vas kecil dan meletakkan bunga itu di sana.
"Tapi kok dia gak ada ya?" ucap Rubi sambil matanya berkeliling mencari Aray.
Rubi berbaring di sofa sambil menatap bunga itu.
"Dia ke mana ya?"
.
.
.Kukkuruyukkkkk...koookkkk...
"Huaaaaaahhhhhhh," Rubi menggeliatkan badannya dan...
Buuuugggg...
"Aw!!"
Dia jatuh dari sofa.
"Udah pagi aja," ucapnya sambil membersihkan belek di matanya.
Dia melihat sekeliling... ternyata Aray belum juga pulang.
"Kok dia masih gak ada sih!"
"Pagi, Bi!" teriak Mona yang tiba-tiba muncul.
"Astaga!" pekik Rubi.
"Kebiasaan kamu Mon!""Eleh, bilang aja kecewa karena yang datang aku bukannya Aray."
"Eh bukan gitu Mon, cemburuan ih."
"Alah, bilang aja iya, Bi."
"Emmm, gak juga sih. Tapi, Aray dari kemarin gak ada muncul loh. Kemana ya?" tanya Rubi dan hanya dibalas dengan jengitan bahu dari Mona.
.
.
.Nampaknya Rubi tidak terlalu memikirkan Aray sekarang, dia tidak tau sesuatu sedang terjadi pada Aray. Dia malah kembali berkunjung ke rumah sakit untuk menemui Jiwa. Ada sesuatu yang harus didengar Rubi dari Jiwa.
Tok tok tok
Klekkk. . .
"Pagi Om, Tante." Sapa Rubi.
"Pagi, eh cantik." Jawab Mirna dan kemudian menghampiri Rubi yang masih berdiri di depan pintu.
"Kok gak sama Raga?" bisik Mirna.
"Eh, emang gak janjian kok Tante." Jawab Rubi sedikit menahan malu.
"Marahan ya? dari kemarin tuh mukanya Raga kaya gak enak dilihat gitu," ucap Mirna sedikit mengintrogasi.
"Eh," Rubi bingung hendak menjawab... hening.
"Ma, Papa mau balik ke kantor."
"Eh, bentar Pa. Mama ikut, sekalian mau beli camilan buat Rubi."
"Eh gak usah Tante," tolak Rubi.
"Gak papa, kamu jagain Jiwa sebentar ya."
.
.
.
.Akhirnya, tinggal Rubi dan Jiwa di ruangan itu. Rubi pun duduk di kursi dekat ranjang pasien.
"Loh?" Rubi terkejut karena Jiwa tiba-tiba membuka mata.
"Untung lo dateng," ucap Jiwa.
"Bukannya tadi kamu tidur?"
"Enggak, cuma pura-pura karena ada Mirna."
Rubi mengerutkan dahinya.
"Kok kamu manggil mama kamu gitu sih?"
"Kenapa? dia bukan mama gue!" ucapnya sarkas.
Melihat wajah Jiwa yang mulai masam, Rubi memilih berhenti bicara.
Hening beberapa saat...
Sampai...
"Soal kemarin..." mereka mengucapnya bersamaan.
"Lo duluan," ucap Jiwa dan Rubi menganggukinya.
"Kak Jiwa... juga bisa melihat gadis bergaun hitam itu?" tanya Rubi sedikit ragu.
"Iya. Dia udah ambil mama dari aku." Jawab Jiwa.
"Maksudnya?"
"Kamu pasti tau maksudnya, karena aku yakin kamu juga mengalami hal yang sama, iya kan?"
"Jadi, Kakak juga bisa melihat hantu?"
"Enggak."
"Tapi perempuan itu?"
"Dia bukan hantu, dia iblis jalang. Aku selalu ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri, tapi gak pernah bisa karena kita ini beda."
"Kakak gak boleh dendam gitu," ucap Rubi mencoba menenangkan Jiwa.
"Emang kamu gak dendam? dia udah ambil ayah dan ibumu!"
"Bukan gitu kak, aku gak yakin."
"Kenapa? karena gak punya buktinya?"
Rubi mengangguk kecil.
"Aku bisa lihat semuanya. Pertama Mama, kedua ibumu, ketiga ayahmu, dan yang keempat adalah Lisa. Dia gadis yang minta bantuanmu kan?"
"Kok-"
"Setelah Mama meninggal, aku seperti terikat dengan apa yang dilakukannya."
"Kok bisa Kak?"
"Aku juga gak tau. Oh iya, ada satu lagi yang seharusnya gak menjadi targetnya tapi juga mati."
"Siapa?"
"Aray!"
Rubi terkejut, bagaimana Jiwa bisa mengetahi hal itu.
"Kamu harus hati-hati," Ucap Jiwa.
"Kenapa?"
"Target selanjutnya, salah satu dari kita bertiga."
"Kita bertiga? satu lagi siapa?"
Klekk...
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
49 Days My Ghost✅
Misterio / SuspensoYang tak terlihat juga sedang bersamamu... dia ada di... dekatmu ! Aku Rubi Maura, dan aku bisa melihat... Hantu. Start : 22 Maret 2019. End : ? Rank : 238 in ghost ~ 2,7 ribu cerita 429 in misteri ~ 17,9k cerita