Bagian 33

1.1K 60 3
                                    

Jiwa mulai merasa pusing, dia berusaha untuk mengeluarkan roh gadis bergaun hitam dari tubuhnya. Dendam yang dimiliki gadis ini begitu dalam hingga Jiwa juga ikut sakit karena harus melihatnya.

.
.
.
Saat itu Putri baru berusia 10 tahun. Dia sudah mulai paham dengan peristiwa yang menimpa keluarganya.

Malam itu, hujan begitu lebat. Malam itu pula, Bram dan Fitri sedang bertengkar hebat.

"Mas,  kamu mau ke mana lagi!" ucap Fitri berusaha mencegah Bram pergi.

"Minggir!" ( brakkk ) Bram mendorong Fitri hingga terjatuh.
"Aku akan menemui kekasihku, Sinta." Ucapnya lagi.

"Mas... Mas..." Fitri pun menggondeli kaki Bram,  namun Bram malah menendangnya.

"Kalau sampai Sinta menolakku lagi, kuhabisi kamu!" bentaknya kemudian pergi.

Fitri memang pernah sekali bertemu dengan Sinta,  dia meminta agar Sinta menolak cinta suaminya itu. Sinta bersedia,  bahkan tanpa Fitri meminta, Sinta akan menolaknya karena dia sudah bersuami.

Pertengkaran malam itu disaksikan oleh Putri. Setelah ayahnya pergi,  diapun mengikutinya.  Dia mengikutinya sambil menangis,  dia paham bahwa ayahnya akan meninggalkan ibunya,  karena itu dia takut dan ceroboh.

Sesuai dugaannya,  malam itu Bram menemui Sinta. Bram terlihat sangat marah karena sepertinya Sinta menolaknya lagi.

"Kamu akan jadi milikku,  bagaimanapun caranya!" teriak Bram.

Putri mendengarnya dengan jelas, dia menangis hingga tak sengaja membuat suara. Ayahnya pun mengetahuinya.  Sesampainya dirumah,  Bram menghajar mereka tanpa terkecuali.

Pertengkaran meledak malam itu,  hingga adik putri tewas ditempat karena dihantupkan kedinding. Fitri sangat marah, dia coba melawan Bram namun akhirnya malah terluka.

Prakkkk...
Bram memecahkan botol minumannya dan menodongkannya ke Fitri.
"Kamu harus mati!"

Srekkk...

"Aaaahkkk..."

Serpihan botol kaca itu menyayat leher Fitri dan darah mulai bercucuran.

Putri melihat dengan mata kepalanya sendiri.

"Aku berjanji,  akan membunuhmu Ayah!  Aku juga berjanji akan membunuh wanita itu, tidak akan aku biarkan dia bahagia, akan kusakiti semua orang yang dia sayangi." Batin Putri. Dia memandang ayahnya penuh dendam. Dia ambil vas bunga dan dia hantamkan kekepala ayahnya.

Bram jatuh terkapar dan saat itu Putri mengajak ibunya melarikan diri. Dalam kondisi yang kritis, mereka terus berlari. Meski adiknya sudah berhenti bernapas, Putri tetap membawanya.

Malam itu sangat sepi,  tak ada satupun orang yang lewat untuk menolong mereka. Hingga akhirnya sebuah mobil melintas dan berhenti.

"Nonya, tolong kami,  tolong selamatkan ibuku!" mohon Putri sambil menangis.

Wanita itu kebingungan,  saat itu anaknya juga dalam keadaan kritis dan harus dilarikan kerumah sakit. Mendengar anaknya menangis,  wanita dalam mobil itu tidak jadi turun dan melajukan mobilnya meninggalkan mereka.

"Nyonyaaa!!  Nyonyaaa!!"  teriak putri namun mobil itu tak sekalipun berbalik.

"Nak," panggil Fitri.

Putri menangis sambil memeluk ibunya.

Ibunya ikut menangis, namun tak lama badannya melemas.

"Jangan pergi bu..." tangis Putri,  namun ibunya telah tiada.

"Aaaaaaaa!" teriak Putri.

"Semua karena kamu, kenapa kamu tidak mau menolong kami?  Dasar manusia tak punya hati!!"

Dengan kematian ibunya,  Putri juga ikut menyalahkan wanita dalam mobil tadi. Seperti pada ayahnya, Putri juga dendam pada wanita tadi.
.
.
.

"Arrrrgggghhjh..."

Akhirnya roh gadis bergaun hitam itu keluar dari tubuh Jiwa.

"Kau sudah paham? Masih bilang dendamku tak masuk akal?" ucap Putri.

Jiwa tak bisa menjawab.

"Kau tau siapa wanita dan bayi sialan dalam mobil itu?... Rubi dan ibunya!"

Jiwa sangat terkejut,  namun dia masih lemas karena habis dirasuki.

"Aku akan menghancurkan kalian seperti janjiku."

.
.
.

Di sisi lain,  tamu undangan tengah bernyanyi untuk Raga.

"Potong kuenya, potong kuenya,  potong kuenya sekarang juga,  sekarang juga,  sekarang juga."

Raga pun memotong kue nya.

Kue pertama, dia suapkan pada dua perempuan yang sangat dia cintai,  yaitu Mamanya dan Rubi.

"Suapan pertama untuk cinta pertamaku," ucapnya sambil menyuapkan kue pada Mama.

"Dan suapan ke dua..." gadis-gadis sudah pada berharap,  tapi...

"Untuk cinta terakhirku," ucap Raga menyuapkannya pada Rubi.

"Woooooowww..."

Ruang pesta menjadi sangat bising. Saat itu, Putri ada di sana untuk mengawasi Raga dari jauh.

Dalam kebisingan itu,  tak ada yang menyadari kalau lampu hias yang ada diatas Rubi dan Raga akan jatuh.

Raga dan Rubi tersenyum saling memandang, dia memegang kedua tangan Rubi. Hingga dia sadar,  kalau lampu diatasnya akan terjatuh,  dia melihanya dari pantulan kaca jam tangan Rubi.

Raga pun tiba-tiba mendorong Rubi dan...

prakkk... Pyarr...

.
.
.

Bersambung...

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang