Bagian 10

1.5K 97 9
                                    

Ingatan adalah bagian dari dirimu. Jangan takut dengan sakit yang disebabkan oleh ingatan itu ~ Rubi Maura.





"Bi, kita mau ke mana?"

"Ke tempat kamu muncul."

Aray berhenti mendadak, membuat Rubi ikut tertarik dan berhenti.

"Kok berhenti? ayo!" ajak Rubi kembali menarik Aray, namun Aray menghempaskan tangan Rubi.

"A-aku gak mau ke sana. Aku-aku takut," ucap Aray dengan wajah ketakutan.

Rubi mendekat, kemudian menepuk pundak Aray.

"Kamu yang bilang, kamu yakin kalau kamu masih hidup. Karena itu kita harus cari tau siapa kamu sebenarnya dan bagaimana kamu dibunuh Ray," jelas Rubi meyakinkan Aray.

Aray menghela napas dan hening beberapa saat, sampai kemudian dia mengangguk dan setuju dengan Rubi.

"Aku ada di sini buat bantu kamu," ucap Rubi, menggandeng tangan Aray dan mengajaknya pergi.
.
.
.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di sekolah kirin. Mereka berhenti di depan gerbang.

Rubi terlihat takut, dia menengok sekelilingnya. Sekolah Kirin sangat sepi ketika weekend. Terakhir kali Rubi ke sekolah ini, dia bertemu dengan hantu nenek-nenek yang matanya bisa copot itu, karena itu dia takut.

"Gak usah takut, Bi. Ada aku di sini," ucap Aray meyakinkan.

Bukannya tenang, Rubi malah mengeplak lengan Aray.

Plakkk...

"Aduh, kok malah mukul sih?"

"Abis kamu sok mau jagain aku, waktu kamu liat hantu aja lari juga," bantah Rubi.

"Hehe, waktu itu kan aku HBM makanya takut, Bi." Bela Aray.

"Apaan HBM?"

"Hantu Baru Muncul, hehehehe."

"Euuuhhh dasar," ucap Rubi menoyor wajah Aray.

"Masuk hayuk," Ajak Rubi. Aray mengangguk dan mereka masuk ke sekolah itu dengan bergandengan erat.
.
.
.

"Nenek itu gak ada kan?" tanya Rubi was-was.

"Gak ada, ini kan masih pagi, Bi. Paling neneknya tidur," ucap Aray.

"Sok tau, emang hantu tidur?"

"Loh buktinya aku."

"Kamu tidur?"

"Enggak."

"Ih kan, nyebelin." Ucap Rubi kembali menonyor wajah Aray.

"Jangan ditonyor trus, Bi. Sekali-sekali di-" Aray berhenti.

"Di apa?" tanya Rubi sambil mendelikkan matanya.

"Hehe, enggak papa."

"Ambigu nih! gak mau deket-deket Aray ah." Ucap Rubi melepas gandengannya.

"Ih mana ada, kamu tuh yang ambigu. Emang kamu tau aku mikirin apa?" tanya Aray dengan ekspresi meledek, membuat rona di pipi di wajah Rubi.

"Gandengan lagi sini," ucap Aray meraih tangan Rubi dan kembali menggenggamnya. (Modus banget guys, tapi serem digandeng ama hantu.)
.
.
.
Aray mulai gemetar ketika mereka sampai di tangga itu.

"Kenapa gemeteran gini, kaya mau ngantar jujuran aja." Ledek Rubi.

"Tunggu aku hidup, Bi. Baru ngantar jujuran ke rumah kamu," balas Aray masih dengan badan yang gemetar.

"Kalo masih gemetar tuh gak usah gombal kali," ucap Rubi.

"Kan kamu yang mulai," balas Aray sewot.

"Emang sengeri itu ya?"

"Iya, aku takut menghilang kaya waktu itu."

"Jangan takut, (Rubi menunjukkan tangan mereka yang masih bergandengan.) aku ada di sini, udah ayo!"

Aray tersenyum, dan perlahan mereka menaiki tangga itu.

Tak...takkk...takkk...

Tangga pertama...

Kedua...

Ketiga...

Dan...

Ngiiuiuung...

"Arggghhhh... Arghhhh!"

"Kenapa Ray, kepala kamu sakit?"

"Saak-kit, Bi. Aarrrggghhh!!"

"Aduh, aku gak tau harus ngapain. Tahan ya Ray, aduh gimana ini?"

Syyyiing...
Ingatan Aray.

Hari itu, aku tidak pulang setelah kelas malam. Aku masih asyik membaca buku.

Aarrrggghhh...

Sampai suara itu terdengar, dan aku memeriksanya. Tapi keputusanku salah.

"Siapa kamu?"

Aku malah bertemu dengan gadis bergaun hitam itu. Gadis itu membunuh seorang siswa dan aku mencoba menghentikannya. Tapi, aku malah berakhir sepertinya.
.
.
.

"Argghhh... Heh...heh...heh." Aray menghela napas dan bersandar di dinding.

"Aku ingat, Bi. Bagaimana aku di bunuh hari itu, ingatan kali ini begitu jelas juga terasa sangat sakit, sesakit ketika gadis bergaun hitam itu mendorongku dari tangga."

Rubi terkejut ketika mendengarnya. Gadis bergaun hitam, Rubi tau itu. Dia pun memeluk Aray.

"Aku tau, ingatan itu pasti sangat menyakitkan. Aray, aku tau gadis itu!"

"Benarkan? Bagaimana bisa?" Aray terkejut.

"Dia sering datang menemuiku sejak aku masih kecil. Heh, aku pikir gadis itu juga ada kaitannya dengan kematian ayah dan ibuku."

"Kalo begitu, kita harus cari dia!"

"Gak bisa, gadis itu hanya muncul saat dia mau. Eh tunggu! kamu bilang ada gadis yang dia bunuh tadi, siapa dia?"

"Entah, coba ku ingat... Ah ya, namanya Lisa."

"Lisa? berarti gadis bergaun hitam itu telah membunuh banyak orang!"

"Siapa di sana!!!"

.
.
.
Bersambung...


49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang