Bagian 18

1.2K 71 3
                                    

Sssrrrkkk... Brakkk...

"Arrrggghhhh!"

Tiba-tiba saja seseorang menabrak Raga dan langsung berjalan menembus Aray yang berdiri di belakang Raga.

Aray pun langsung terjatuh seakan terhantam sesuatu.

Deggg...

Biasanya Aray tak masalah ketika seseorang menembusnya, tetapi beda halnya dengan ini. Rasanya begitu menyakitkan.

"Liat-liat dong kalo jalan!" teriak Raga, namun orang yang menabraknya terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun. Raga hanya menghujat dari jauh kemudian memilih untuk pergi.
.
.
.

Klek...

Membuka pintu.

"Gimana?" tanya Jiwa sembali melahap seblak di pangkuannya.

Rubi hanya mengendus kesal dan beralih mengambil tasnya.

"Kak?"

"Hmm?" menoleh dengan mulut penuh seblak.

"Emangnya Kak Raga itu punya kebiasaan aneh ya?" tanya Rubi.

Jiwa tak paham, dia kelihatan berpikir sambil terus mengunyah.

"Ih loading, udah lah aku pulang aja." Ucap Rubi setelah menunggu Jiwa berpikir beberapa menit.

"Eh!"

"Apa lagi?"

"Hati-hati, kali aja wanita iblis itu datang lagi ucapnya.

"Mppphhhh hahahah," Rubi malah tertawa.

"Loh kenapa?"

"Aku gak takut kok sama dia, kakak gak usah khawatir. Eh, kayanya yg harus hati-hati itu kakak deh. Soalnya kan waktu itu, ahahahah." Rubi terlihat meledek dengan tawanya mengingat Jiwa pernah seperti orang gila ketika didatangi gadis bergaun hitam itu.

"Eh eh. Waktu itu gue cuma-"

"Ah iya-iya. Udah aku balik dulu ya kak, bye."

Jiwa melongo di tempatnya dan tak bisa membalas ucapan Rubi.

"Kok gue kena skak?"
.
.
.

"Haha, dasar penakut." ucap Rubi sambil menutup pintu kamar Jiwa. Namun tiba-tiba seseorang menabraknya.

Buggg...

"Aw!"

Rubi menoleh ke arah orang yang menabraknya.

"Liat-liat dong sus-" ucap Rubi sambil memegangi bahunya.

"Eh?" Rubi memperhatikan lagi suster itu.

"Auranya kok gak asing ya," ucapnya sambil berjalan.

Dalam perjalanan melewati lorong rumah sakit, Rubi masih terus berpikir. Sampai akhirnya...

Matanya tertuju pada...

"Astaga Aray!!!!"

Ya, dia bertemu dengan Aray.

Rubi pun berlari menghampirinya.

"Aray kamu kenapa?"

"Da-da aku sa-kit."

"Kok bisa? kamu dari mana sih Ray? kok muncul sambil kesakitan gini? Kamu-"

"Stop! jangan ngomel dulu, Bi. Ad yang aneh sa-ma suster yang nabrak A-ku tadi."

"Suster?"

Rubi mengingatnya.

"Ah iya, tadi dia juga nabrak aku dan auranya dia itu (mengingat ) itu dia Ray!!"

"Sia-pa?"

"Kamu tunggu sini ya, suster itu pasti sudah dirasuki. Aku harus tolong dia."

Rubi hendak pergi, namun Aray menahannya.

"Jangan sendiri!" ucapnya menyahut tangan Rubi.

"Gak papa, kamu di sini aja!"

"Enggak!!! aku temenin kamu."

Rubi pun mengiyakannya dan membantu Aray berdiri. Mereka pergi bersama untuk memeriksa suster itu.
.
.
.

"Bi, aku baru ingat. Aku pernah liat suster itu."

"Masa iya? di mana?"

"Dia-"

"Eh!!! itu dia," ucap Rubi panik.

Suster itu tengah duduk di jendela.

Rubi hendak menghampirinya namun...

"Jangan!!! Ini mungkin jebakan." Ucap Aray menghentikan Rubi.

"Jebakan apa sih Ray, suster itu mungkin aja mau bunuh diri."

"Nah makanya itu. Kamu ingat tadi bilang apa? mungkin suster itu dirasuki!"

Rubi terdiam, "Kamu benar Ray, liat dia!"

Aray pun menoleh dan ternyata, suster itu tengah tersenyum jahat sambil menatap mereka.

"Aku tau itu tante kan! aku mohon, jangan sakiti dia!" ucap Rubi.

Suster itu menggeleng.
"Hal yang sudah kupakai dan tak berguna lagi harus dibuang," ucapnya.

"Maksud tante-" tiba-tiba Aray menyahut tangan Rubi.

"Suster itu tadi datang menemuiku, Bi. Dia juga menyuntikkan sesuatu di selang infusku."

"Hah?" Rubi terkejut.
"Maksud kamu apa? menemui kamu? selang infus?"
Rubi semakin tak mengerti.

"Tubuhku ada di sini!"

Sssttt...

"Jangannnn!!!!!!"
.
.
.

Bersambung...






49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang