Bagian 19

1.2K 69 1
                                    

Aku bukannya takut, hanya sedikit cemas. ~ Rubi Maura.

Aray POV

Aku terus menggenggam tangannya yang dingin dan gemetar. Aku tau, dia pasti sangat terkejut tadi. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, suster itu menjatuhkan diri lewat jendela.

Hancur... bahkan aku pun tak tega melihat tubuh suster itu, apalagi Rubi? wajahnya pucat ketika melihat darah yang berceceran, sudah pasti tulang-tulang suster itu remuk karena jatuh dari tempat setinggi itu.
.
.
.
Author POV

"Bi, Rubi! bangun! Rubi! Pak Bombom jalan ke sini woy! heh bangun"

Meta terus mencoba membangunkan Rubi. Berkali-kali dia menghurak-urak tubuh Rubi, namun Rubi tak juga bangun.

Pak Bombom yang kepala botaknya sudah berapi-api, kini berdiri di samping meja Rubi.

Siswa lain hanya bisa diam, bisa apa mereka jika Pak Bombom murka.

Mereka sudah bersiap menyumpal telinga mereka dengan apa saja sebelum suara Pak Bombom meledak.

"Rubiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!!!" teriakkan itu langsung menggema ke seluruh sekolah.
Meta saja sampai mematung sangking kagetnya.

Dengan teriakkan itu, Rubi langsung terbangun. Dia seperti ketakutan, wajahnya pucat dan dia gemetar. Hal itu bukan karena Pak Bombom, melainkan mimpi buruk. Dia trauma, kejadian kemarin benar-benar melekat di benaknya.

"Kamu ya! kalo gak niat sekolah gak usah ke sini, tidur aja di rumah. Kamu itu mengganggu jam pelajaran saya! Memang ya kamu itu, pembangkang!" oceh Pak Bombom.

Rubi masih diam.

"Heh? kamu tuli ya?" ucap Pak Bombom sambil menggebrak meja.

"Dasar-"

"Minggir!!!" ucap Rubi sambil mendorong Pak Bombom dan pergi.

"Gila Rubi!"

"Anje, berani banget dia sama Pak Botak."

"Parah, gue suka nih gayanya Rubi."

"Yaampun, Pak Bombom terabaikan wkwkwk."

"Aishhh mampus lo, Bi habis ini."

Semua siswa asyik bergemuruh, sedangkan Pak Bombom masih meledak-ledak di tempatnya. Guru itu langsung pergi dari kelas dengan wajah muram.
.
.
.

Rumah sakit.

"Bagaimana keadaan anak saya,  Dok?"

Dokter menggeleng, "Maaf Bu, pasien mengalami mati otak. Meski jantungnya berdetak, itu-"

"Itu apa, Dok!"

"Sama saja seperti mati, Bu."

Ibunya Aray lansung terduduk lemas mendengarnya. Air mata yang sedari tadi dia tahan, kini membanjiri pipinya.

"Tenang, Ma. Anak kita pasti selamat," ucap sang suami.

"Selamat katamu!!! ini semua gara-gara kamu gak becus jaga dia. Seharusnya malam itu kamu ajak dia pulaaang," ucapnya sambil menangis.

"Gimana aku bisa tau kalo ini akan terjadi, Ma. Anakmu sendiri yang menolak pulang malam-"

"Diam!!! jangan pernah kamu menyalahkan Aray, pokoknya ini semua salahmu! kamu gak becus jadi ayah!

"Ma, Papa gak-"

"Maaf Ibu dan Bapak, mohon tenang. Ini rumah sakit!"

"Ah, maaf. Saya akan tenangkan istri saya, Dok."

"Aku mau lihat Aray, aku mau liat dia." Ucap ibunya Aray dan langsung berlari memasuki ruang tempat Aray dirawat.

Sangat prihatin, begitu banyak selang yang terpasang di tubuh Aray.

"Anakku... bangun nak... Ibu sudah pulang," ucapnya sambil mengelus rambut Aray. Air mata seorang ibu, entah sebanyak apa yg keluar.

"Bangun sayang, setelah ini mama gak akan pergi lag. Mama janji!"

Wuuuufffhhhhh...

Angin tiba-tiba saja berhembus dan menyebabkan jendela terbuka.

Aray datang...

Dia di sini...

Melihat tubuhnya...

Aray berjalan ke arah ibunya yang tengah menangis.

Melihat air mata ibunya, membuat dia merasa sangat sakit dan sedih.

"Jadi, ini ibuku?" ucapnya sambil  mengusap wajah ibunya, walaupun sebenarnya dia tak bisa menyentuh ibunya. Hanya Rubi yang bisa dia sentuh sejauh ini.

"Kenapa aku tidak ingat? Mama, Papa, maafin Aray. Aray tidak bisa mengingat apapun tentang kalian. Maafin Aray."
.
.
.

Di sekolah.

"Kak Raga!!" teriak Meta.

Dari jauh dia berlari menghampiri Raga yang tengah berbincang dengan beberapa temannya.

"Anu Kak, si Rubi!"

Raga terkejut, "Kenapa Rubi?!"

"Dia aneh, tiba-tiba dia keluar kelas tadi. Keadaannya kacau, dia  hilang gak tau ke mana. Dia-"

Tanpa berpikir panjang Raga langsung pergi mencari Rubi. Seluruh lingkungan sekolah dia kelilingi.

"Rubi!!"

"Eh liat Rubi gak?" tanyanya pada setiap orang yang melintas, namun tak ada satupun yg tau ke mana Rubi pergi.

"Rubi kamu ke mana?" Batin Raga, dia sangat khawatir.

Jantungnya sampai mau copot karena berlari kesana- kemari.

"Pak Ulik, liat Rubi gak?" tanyanya pada satpam.

"Oh neng Rubi, tadi tiba-tiba keluar. Gak tau deh mau kemana, saya coba cegah tadi, tapi dianya lari kayak orang ketakutan gitu."

"Makasih Pak," ucap Raga dan langsung pergi.

"Loh, eh Mas Raga! Izin dulu atuh. Waduh, bisa kena marah pak bos kalo begini teh."
.
.
.

Bersambung...





49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang