Hujan tiba-tiba saja turun, mendukung hati Rubi yang tengah dilanda kesedihan.
Keadaan Aray tiba-tiba saja memburuk tadi, dan Rubi mengira itu karena kesalahannya.
.
.
.
Hari sudah petang, ditambah hujan lebat bercampur angin.Rubi berjalan menembus hujan, membiarkan tubuhnya terguyur hingga basah kuyup.
Menangis dalam hujan... dengan begitu, tidak akan ada yang mengetahuinya.
.
.
.
Di sisi lain..."Buruan dong Ga!" titah Jiwa pada Raga yang tengah fokus menyetir.
"Sabar kali, lo gak liat apa hujan deres gini, kaya orang kebelet berak aja." Ucap Raga kesal.
"Gak peduli, pokoknya cepetan gue mau makan seblak, keburu tutup nih," Paksa Jiwa.
"Kekeh banget sih, lo yakin warungnya buka kalo hujan-hujan gini?"
"Yakin! udah buruan!"
"Sabar!" ucap Raga menahan kesal, dia jadi tidak fokus menyetir.
Tiba-tiba...
"Eh-eh awas Ga!"
"Eh-eh-eh!"
Ckiiiiiittttt....
Nyaris saja...
"Gila lo Ga!" umpat Jiwa. Mereka hampir saja menabrak orang.
"Lo yang gila, makanya jangan ganggu orang nyetir. "
"Kok malah gue sih!"
"Iya lah lo kan-"
"Ah-sssttt! orangnya gak ada Ga, jangan-jangan ketabrak," ucap Jiwa mulai panik.
"Mampus kita," ucap Raga menepuk jidat.
"Kita? lo aja, kan lo yang nyetir." Ucap Jiwa tak ingin ikut disalahkan.
"Enak aja, tanggung jawab bareng. Keluar ayok!!" ajak Raga.
Setelah banyak cek-cok, akhirnya Jiwa dan Raga memutuskan untuk keluar dari mobil untuk memeriksa apakah mereka menabrak orang tadi.
Jeng-jeng...
Ditengah lebatnya hujan, dua orang lelaki tampan keluar dari mobil...
Jeng... Jeng-jeng... (Anggap aja suara musiknya gtu).
Ngiiekk(musik tiba-tiba berhenti karena kejanggalan).
Jiwa keluar mobil sambil membuka payung hitamnya...
Wusshhh kereenn...
Tapi Raga...
Dia malah membiarkan dirinya kehujanan, padahal dia membawa payung.
"Ckkk... Payung lo Ga!" ucap Jiwa mengingatkan.
"Ehh, sampe lupa wkwkwk." Ucapnga kemudian membuka payungnya.
"Brrrhhhh."
Jiwa melangkah lebih dulu karena penasaran, sedangkan Raga hanya berdiri menunggu di samping mobil.
Ternyata, yang hampir mereka tabrak adalah...
"Loh, Rubi!" pekik Jiwa.
Raga langsung terkejut dan ikut menghampiri.
"Rubi!" teriak Raga sontak membuang payungnya dan menghampiri Rubi yang tengah berjongkok didepan mobil.
Jiwa mengendus kesal, lagi-lagi si Raga membuat dirinya sendiri kehujanan. Jiwa pun mengulurkan payungnya untuk memayungi Raga dan Rubi.
"Kamu gak papa kan? ada yang lecet gak?" ucap Raga sambil memeriksa Rubi.
"A-aku gak papa," ucap Rubi sesegukkan.
"Kamu ngapain di sini Bi?" tanya Raga khawatir.
"Ga, mending bawa berteduh dulu deh. Kasian dia pasti kedinginan."
"Oh oke, kita teduh dulu."
Hmmm
Acara makan seblak gagal...
.
.
.Mereka akhirnya mampir ke sebuah supermarket untuk membeli handuk.
"Bi, sebenarnya lo ngap-"
"Mending lo beliin kopi panas deh di kedai depan," serobot Jiwa.
"Ih elo mah."
"Katanya sayang, buruan gih kasian Rubi."
Terpaksa, Raga pun menurutinya.
.
.
.Selagi Raga pergi, Jiwa pun menanyai Rubi.
"Pasti ada hubungannya sama Aray kan?" ucap Jiwa bertanya sambil memastikan.
Mata Rubi berkaca lagi, dia mengangguk.
"Cerita ke gue."
Rubi pun menceritakan semuanya, dari awal dia pergi ke sekolah Kirin sampai akhirnya dia kerumah sakit dan bertemu Aray.
.
.
.Jiwa merasa ada yang janggal setelah mendengar cerita Rubi.
"Siapa orang yang ngasih lo kartu itu Bi?" tanya Jiwa.
"Mm-aku gak tau kak, kayanya guru di sana."
"Lo yakin? setelah kelas selesai itu semua staf diharuskan pulang Bi."
Rubi terkejut.
"Hah! tapi beneran masih ada guru di sana kak."
"Gak mungkin Bi, sudah bertahun-tahun peraturannya begitu. Masa lo gak tau sih?"
Rubi menggeleng...
"Terus tadi itu siapa kak?"
Jiwa hanya menaikkan bahunya, sedangkan Rubi masih berpikir keras tentang kejanggalan itu.
"Oh iya, jadi keadaan Aray gimana?" tanya Jiwa.
Rubi kembali bersedih, air matanya menetes lagi.
"Aku gak tau kak, aku dipaksa pergi dari sana."
Melas sekali, Jiwa jadi merasa tak enak hati. Harusnya dia tidak membahasnya lagi.
"Udah, lo tenang aja. Gue yakin, Aray bakal baik-baik aja," ucap Jiwa sambil menepuk pundak Rubi.
Tak lama setelah mereka selesai bicara, Raga pun datang membawa kopi panas dan handuk.
Mereka bertiga menghangatkan diri dengan handuk dan segelas kopi panas.
Tak lama, hujan berhenti. Jiwa dan Raga pun mengantar Rubi pulang ke rumah.
.
.
."Lo istirahat yang cukup ya Bi, jangan sampai sakit. Aku gak mau di acaraku nanti kamu gak dateng." Ucap Raga ketika mengantar Rubi sampai depan rumah.
"Acara?"
"Iya, ulang tahunku Bi. Datang ya, kalo gak pestanya aku batalin aja deh."
"Loh jangan kak."
"Makanya kamu harus datang."
"Aku usahain ya kak. Mm aku masuk ya?"
"Mmm Rubi!" panggil Raga saat Rubi hampir berbalik.
"Pastikan kamu kasih jawaban 'IYA' ya nanti."
"Eungm?" Rubi tampak bingung.
"Woy buruan Ga!!" teriak Jiwa dari dalam mobil.
"Iya bentar!"
"Pokoknya harus iya ya Bi. Aku pulang dulu, bye."
"Ah-mmm hati-hati."
.
.
.Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
49 Days My Ghost✅
Mystère / ThrillerYang tak terlihat juga sedang bersamamu... dia ada di... dekatmu ! Aku Rubi Maura, dan aku bisa melihat... Hantu. Start : 22 Maret 2019. End : ? Rank : 238 in ghost ~ 2,7 ribu cerita 429 in misteri ~ 17,9k cerita