Bagian 24

1.1K 66 1
                                    

Pikiran itu kembali melintas di benak Jiwa. Dia semakin cemas, apalagi dengan kejadian tadi, dia takut jika nanti gadis bergaun hitam akan benar-benar merenggut Raga.

"Kak Jiwa," panggil Meta. Panggilan itu langsung memecah lamunan Jiwa.

Jiwa mendongak, "Oh kamu, kenapa?" tanyanya.

Meta pun langsung duduk di bangku sebelah Jiwa.
"Gak papa Kak, iseng aja ke sini hehehe."

Jiwa pun hanya tersenyum.

"Oh iya, Kakak tumben gak bareng Kak Raga."

"Emang kenapa?"

"Ya, biasanya kan Jiwa dan Raga selalu bersama."

Jiwa kembali tersenyum, "Ada-ada aja kamu."

"Nah gitu dong senyum, jadi makin sayang." Ucap Meta dengan melirihkan suaranya di kalimat terakhir.

"Hah, apa Met?"

Meta jadi terkejut sendiri dan akhirnya salah tingkah.
"Anu kak , gak papa hehehe."

Tiba-tiba...
Kruekkk...kruuekkk...

Perut Meta berbunyi.

"Eh, kamu laper?" tanya Jiwa sambil tertawa kecil.

Meta pun hanya nyengir kuda karena malu.

"Mau kuantar ke kantin?," tawar Jiwa.

"Mau!!!" seru Meta yang tiba-tiba berdiri. Tingkahnya mengejutkan teman sekelas Jiwa. Jiwa pun hanya tersenyum melihat gadis ini begitu bersemangat.
.
.
.
Di sisi lain, Raga dan Rubi masih berlari. Entah ke mana mereka pergi, yang jelas mereka hanya berlari.

Kehadiran mereka langsung menjadi sorotan satu sekolah. Kenapa? Yah, karena seorang Raga si ketua osis yang populer di kalangan siswa perempuan, kini sedang berlari sambil menggandeng seorang gadis. Tentu gadis lain merasa iri , apalagi para fans Raga, mereka pasti patah hati.

"Kak berhenti!" ucap Rubi sambil menahan tarikan Raga.

"Kenapa?"

Dengan napas yang tersengal-sengal.

"Aku gak kuat lari lagi. Sebenarnya kenapa kita lari?" ucap Rubi.

"Aku yakin kamu tau kenapa aku bawa kamu lari," tegas Raga.

"Aku gak ngerti."

Raga pun mendekati Rubi, dia mendekatkan wajahnya... semakin dekat. Entah apa yang akan dilakukannya, tempat mereka berhenti adalah lantai yang berbatasan langsung dengan atap.

Wajah mereka semakin dekat, kini hanya berjarak sekitar lima senti. Entah apa alasannya, tapi Rubi mulai memejamkan matanya dengan cemas. Saat menyadari kalau Rubi memejamkan mata, Raga pun berhenti dan beralih pada telinga Rubi. Dia hanya bermaksud untuk berbisik tadi, tapi dengan cara yang agak nakal :D

"Aray," bisik Raga.
Rubi langsung membuka matanya. Wajahnya merona karena malu, ditambah lagi dia terkejut karena Raga menyebut nama "Aray."

"Mm-maksud Kakak apa?"

"Aku tau, ada hantu bernama Aray yang mengikuti kamu kan?" tanya Raga untuk memastikan.

Mata Rubi langsung melebar karena terkejut.

"Dan mungkin, ke mana pun kita lari dia bakal nemuin kita. Ya kan?"

Rubi sama sekali tak bisa menjawab, dia panik.

"Kalo kamu ada di di sini, rebahkan kursi itu." Ucap Raga yang dimaksudkan untuk Aray.

Klontang...

Kursi pun terjatuh...

Raga pun memegang pundak Rubi dan menatapnya.

"Benerkan, Bi. Aray ngikutin kita," ucap Raga yakin.

"Kak itu-"

"Heh Aray, muncul kamu kalo berani. Seganteng apa sih lo? gue yakin gantengan gue." Ucap Raga menantang.

"Kak, jangan teriak lagi!" ucap Rubi panik.

"Kenapa, Bi? aku pingin liat dia."

"Kak! itu bukan Aray!"

"Maksud kamu?"

Ya, memang bukan Aray. Lalu siapakah?
Bahkan Rubi nampak ketakutan.

"Kak," ucap Rubi sambil menunjuk belakang Raga.

"A-apa?"

Raga pun hendak menoleh ke belakang, tapi Rubi langsung memegang wajah Raga agar dia tidak menoleh.

Rubi pun menggeleng, sebagai isyarat agar Raga tak menoleh.

"Kita pergi dari sini ya kak?" ucap Rubi dengan lirih. Raga pun menganggukinya.

Saat hendak pergi tiba- tiba tengkuk Raga terasa dingin, dia mulai merinding.

Rubi semakin ketakutan, dia menggenggam tangan Raga dengan kuat.

"Kak ayo!" teriak Rubi.

"Bi, aku... gak bisa gerak!" ucap Raga semakin panik juga.

Lalu... Rubi pun mulai berteriak.

"Lepasin!!!" ucapnya sambil mendorong sesuatu yang tak dilihat Raga. Setelah itu diapun menarik Raga dan lari.
.
.
.

Jiwa dan Meta baru saja keluar dari kantin.

"Emmm makasih ya, Kak." Ucap Meta malu-malu.

"Iya sama-sama."

Dakk... Brugg...

Mereka bertabrakan...

"Aww!" pekik Meta, namun dia segera mengecek Jiwa.

"Kak Jiwa gak papa? Tangannya- tangannya?" tanyanya panik.

Jiwa pun menggeleng, dan beberapa saat kemudian mereka berdua menyadari siapa yang menabrak.

"Raga?"

"Rubi?"

Ucap Jiwa dan Meta berbarengan.

"Kalian gimana sih, main nubruk aja." Omel Meta.

Raga dan Rubi masih berwajah pucat karena takut.

"Kalian kepergok pacaran ya?" tuding Meta.

"Bukan!" ucap Raga dan Rubi berbarengan.

"Terus kal-" Jiwa langsung menyentuh tangan Meta sebagai isyarat untuk berhenti bicara.

"Ada apa, Bi?" tanya Jiwa kemudian.

"Eh, berdiri dulu deh baru duduk di situ," ajak Jiwa.
.
.
.

Perlahan Raga dan Rubi mengatur napasnya.

Hhhhhh...fuuhhhhhhhh...

"Jadi ini semua gara-gara Kak Raga," ucap Rubi.

Sontak Raga langsung menoleh karena dituding.

"Kok aku!"

"Diem dulu Ga!" ucap Jiwa.

"Iya Kak. Jadi tadi Kak Jiwa itu sok-sok manggil Aray, tapi yang dateng malah... Hiiiiii" ucap Rubi bergidik ngeri.

"Hah apaan, Bi?" tanya Meta.

"Meta diem dulu ya," ucap Jiwa. Meta pun langsung menurut dan diam.

"Kakak pernah liat gak sih, hantu perempuan di lantai dekat atap?" ucap Rubi.

"Ahhh kalian ketemu dia?"

"Lo bisa liat juga Ji? sejak kapan?" ucap Raga terkejut.

"Ee-mmm gue-"

"Iya, jadi tadi yang muncul malah perempuan itu kak. Terus tuh ya, masa dia meluk Kak Raga, makanya dia gak bisa gerak tadi. Untung aku-"

"Eeeehhhhh Raga!!!"

Bersambung...

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang