Bagian 25

1.1K 59 1
                                    

40 hari, sejak Aray koma.

"Aray ke mana sih?" ucap Rubi cemas karena Aray menghilang sejak setelah menjatuhkan kursi di kelas tadi.

"Dia gak mungkin hilang kaya waktu itu kan?" ucapnya lagi.

Baru-baru ini Aray memang sering menghilang, entah ke mana dia pergi, yang jelas dia tidak akan kembali jika dia tidak ingin.

Karena Aray semakin sering menghilang tak jelas, Rubi jadi penasaran tentang keadaan Aray yang sebenarnya. Dia ingin pergi ke rumah sakit, tapi percuma juga karena dia tidak bisa masuk ke ruangan tempat Aray dirawat.

Rubi pun menatap jauh ke luar, ke arah sekolah Kirin.

"Apa aku harus ke sana?"
.
.
.

UKS.

Perlahan Raga membuka matanya, melihat sekeliling yang tampak buram.

"Aku di mana?" tanyanya dengan suara serak.

"Eh!" Jiwa yang di sampingnya langsung melonjak terkejut.

"Lo udah sadar! heh lega, gue kira lo mati."

Ucapan itu terdengar menyebalkan bukan?

"Kurang ajar lo Ji," ucap Raga sembari mengubah posisi dari baring menjadi duduk.

"Abis lo cemen banget, baru cerita hantu aja udah pingsan. Malu-maluin tau gak, mana ada Rubi lagi. Lu gak malu apa? masa cowok takut-"

"Ah stop!," ucap Raga cepat-cepat memotong ucapan Jiwa sebelum dia meledek lebih banyak lagi.

"Gitu lo sok-sok'an manggil Aray," ucap Jiwa kembali meledek.

"Eh iya, Rubi mana!" pekik Raga ketika menyadari Rubi tak di sana menemaninya, Jiwa saja sampai kaget karena pekikannya.

"Biasa aja kali Ga, udah pulang dia."

"Loh kok pulang?"

"Noh liat jam!" ucap Raga sambil menunjuk jam.

"Buset!!!"

"Lo gak sadar udah pingsan berapa lama? untung lo gak di rujuk. Pingsan kok kaya orang mati," ucap Jiwa mengomel.

Raga melirik Jiwa dengan sinis.

"Lo kalo sayang gak usah galak gitu Ji," ucap Raga.

"Uekkkkkk!!!" Jiwa langsung belaga muntah karena mendengar ucapan Raga.

"Udah, ayok balik. Nih bawain tas gue," ucap Jiwa kemudian melempar tasnya pada Raga dan berjalan lebih dulu.

"Woy Ji, gue kan lagi sakit." Teriak Raga.

"Alah. Awas ada mb kunti," ucap Jiwa yang sontak membuat Raga berlari keluar dari UKS.
.
.
.
Tok...tok...tok...

Rubi mulai mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk menemui kepala sekolah Kirin.

"Permisi," ucapnya.

Saat itu terlihat beberapa orang guru yang masih mengerjakan beberapa hal di kantor.

"Iya," jawab salah satu guru.

"Eh, kamu bukan murid sini ya? cari siapa?" tanyanya lagi.

"Kepala sekolahnya ada Bu?"

"Oh, beliau baru saja pulang. Ada perlu apa?"

"Ehh, saya mau menanyakan sesuatu Bu."

"Sama saya aja. Mau tanya tentang apa?"

"Aray!"

Sontak wajah guru itu langsung berubah, dia menyeret Rubi untuk berbicara di tempat yang jauh dari rekan-rekannya.

"Kamu ngapain tanya soal Aray?" tanya guru itu.

"Bener dia murid di sini Bu?"

Guru itu mengangguk.
"Memang benar, tapi lebih kamu jangan tanya apapun lagi tentang dia."

"Tapi kenapa Bu?"

Namanya manusia tukang gosip ya akhirnya...

"Kamu emang gak tau? sini-sini," guru itu menyuruh Rubi mendekat.

"Jadi, Aray itu anaknya kepala sekolah di sini. Kabarnya dia itu sudah mati, tapi ada yang bilang dia koma. Yang lebih parah lagi, kabarnya dia jadi seperti itu setelah membunuh siswa perempuan di sini."

"Lisa maksud Ibu?"

"Loh kok kamu tau?"

"Enggg gosip Bu, hehe."

"Hmmm sayangnya, ruang tempat Aray berada itu VVIP, tidak sembarang orang bisa masuk. Coba bisa masuk, kita pasti bisa tau keadaan Aray, terus bisa ngegosip deh. Kali aja pas digosipin dia bangun."

"Hmm ruangannya emang VVIP."

"Loh kamu sudah tau juga?"

"Enggg gosip Bu."

"Hmmm, kamu mau menemui Aray?" tanya guru itu, seolah dia tau betul maksud kedatangan Rubi.

"Emmhh, sebenarnya saya ingin menemui ayahnya Aray Bu. Saya ingin meminta agar saya bisa bertemu Aray."

"Kenapa repot? saya bisa buat kamu ketemu Aray."

Rubi melotot sangking kagetnya.
"Beneran Bu?"

"Iya, ini kartu khusus milik keluarga Aray. Kamu bisa masuk menggunakan ini," ucap Guru itu kemudian memberikan sebuah kartu pada Rubi.

"Kok ibu punya."

"Udah gak usah dipikirin, yg penting kamu ketemu aray. Sebenarnya ibu mau ke sana, tapi ibu sibuk."

"Tapi, nanti kalo-"

"Tenang, Ayahnya Aray gak akan tau."

"Ibu gak nyuri ini kan?"

"Ish, kamu mau atau enggak? kalo gak, Ibu gak jadi ngasih deh."

"Eh mau Bu. Makasih banyak Bu, makasihhh banget! Rubi pergi dulu."

Rubi begitu senang mendapat kartu itu, dia langsung bergegas ke rumah sakit setelahnya.

Tanpa dia sadari, sebenarnya sekolah Kirin sudah kosong sejak siang tadi. Guru dan staf juga sudah pada pulang. Kantor juga kosong saat itu. Lalu, siapa yang Rubi lihat di kantor tadi? siapa yang diajaknya bicara tadi? dan kartu itu?

"Selamat menikmati penyesalanmu Rubi."

.
.
.

Bersambung...

49 Days My Ghost✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang