Bab 13

49 10 3
                                    

Aku terus memantul-mantulkan bola basketku tak tentu arah. Sekolah ini benar-benar sudah sepi. Mungkin, hanya tinggal aku sendiri di sini. Biarlah! Aku tidak ingin pulang! Aku benar-benar masih kesal pada Mama juga Papa.

Aku mengangkat tanganku, melempar bola basket ke ring. Masuk! Kakiku dengan ringan berlari, mengambil bola itu lantas kembali men-dribble-nya tak jelas. Tiba-tiba,

TUNG! KLONTANG!

Sebuah kaleng bekas dilempar dan jatuh tepat di samping kakiku.

Hei, tunggu! Kaleng bekas yang dilempar? Ada orang di sini? Tapi, bagaimana bisa?

"Siapa itu?!" seruku.

Tidak ada jawaban, yang ada hanya desiran angin. Baiklah! Jujur, aku takut sekarang, tapi aku benar-benar masih tidak ingin pulang! Aku masih kesal pada Mama dan Papa! Aku mencoba bersikap tenang, seolah kaleng bekas yang tiba-tiba dilempar itu adalah kejadian biasa. Aku kembali men-dribble bolaku lantas melemparnya ke ring. Tapi, tiba-tiba,

BUK!

Sebuah bola basket -- entah dari mana datangnya -- mengenai bolaku sebelum akhirnya memasuki ring.

"Siapa di sana?! Jangan bercanda denganku!" seruku lagi. 

Tetap tidak ada jawaban. 

Sunyi. 

Aku melangkahkan kaki, mengambil bola asing itu, mengamatinya. Dari belakang, aku bisa mendengar langkah kaki seseorang. Begitu halus dan pelan. Orang itu mendekatiku! Aku bisa mendengar suara tangannya.

TAP! SRET!

Aku dengan cepat mengelak, menangkap tangannya, lantas menelikungnya ke belakang, membuat leher orang bertopeng itu tercekik.

"Calm down, senior! It's me! Why are you in such a hurry?" ucap orang itu tiba-tiba.

Tunggu! Senior? Dia memanggilku senior?!

"Lead, is it you!?"

"Of course! Look!" Dengan tangan kirinya yang bebas, ia membuka topengnya.

BUK!

Lantas menyikut perutku, membuat telikunganku yang melemah terlepas.

"Aw!" Aku berseru. Orang itu -- Lead -- tertawa jahil. "Sial!" seruku lagi lantas,

BUK!

Balas meninju perutnya.

"Ouch!" serunya. Aku tertawa puas.

"Makanya jangan jahil!" ucapku di sela tawa lantas duduk di bangku samping lapangan. "By the way, kamu ngapain di sini, Lead? Nggak pulang?" tanyaku.

"Ini juga mau pulang. Harusnya, aku yang nanya, Kak Yuani ngapain di sini? Kalo aku, sih, lagi... Dihukum sama Bu Cantika," jawab Lead malu-malu.

"Dihukum? Kenapa? Masalah sama Dimas kemarin, ya?" tanyaku. Ya! Hari ini, seisi sekolah dibuat heboh oleh masalah perkelahian di OSIS.

Lead berkedik, "gitulah! eh, tapi, kok, Kak Yuani bisa tahu, sih?"

"Ya pastilah aku tahu! 'Kan selalu ada orang-orang yang mulutnya ember dan cepet kalo ngomongin soal gosip begitu," tawaku lantas kembali berucap serius, "emangnya, kenapa, sih, di OSIS? Kok, kamu sampai segitunya sama Dimas?"

Lead menarik nafas lantas mulai bercerita. "Aku nggak nyangka jadi Pengurus OSIS ternyata seberat dan sesusah ini. Mereka bilang, OSIS di periode Kak Bahar nggak sekacau ini," Lead mengembus nafas berat, "mungkin, karena OSIS periode lalu punya guardian angel kali, ya?"

OSIS? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang